Jenderal Soeharto Tentang Masa Kecilnya: Saya Berakar Dari Desa
Terlahir pada 8 Juni 1921 di desa Kemusuk, Yogyakarta, tumbuh menjadi seorang pejuang--baik dalam hidup maupun medan perang.
TRIBUNBATAM.id - Pada 2008 silam bangsa Indonesia kehilangan mantan Presiden Soeharto.
Pak Harto, begitu ia biasa disapa, telah memimpin bangsa Indonesia dalam kurun waktu yang sangat panjang.
Terlahir pada 8 Juni 1921 di desa Kemusuk, Yogyakarta, tumbuh menjadi seorang pejuang--baik dalam hidup maupun medan perang.
Seperti ditulis Tabloid Nova edisi 9 Februari 2008 mengutip buku otobiografinya Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Pak Harto mengaku berakar dari desa.
"Ayah saya, Kertosudiro, adalah ulu-ulu, petugas desa pengatur air yang bertani di atas tanah lungguh, tanah jabatan selama beliau memikul tugasnya. Beliau yang memberi nama saya Soeharto."
Pak Harto adalah anak ketiga. Kertosudiro, sebelum menikah dengan, Sukirah, ibunda Soeharto, adalah duda dua anak.
Dari istri pertama, Kertosudiro dikaruniai dua anak. Namun, hubungan orang tua Pak Harto tidak serasi.
Mereka cerai setelah Pak Harto lahir. Beberapa tahun kemudian, Ibu Sukirah menikah lagi dengan seseorang bernama Atmopawiro.
"Pernikahannya ini melahirkan tujuh anak. Ayah saya juga menikah lagi dan mendapat empat anak lagi," tutur Pak Harto.
Pak Harto tidak lama diasuh ibunya. Belum genap berusia 40 hari, ia diasuh kakeknya, Kromodiryo, karena sang ibu sakit dan tidak bisa menyusui.
Mbah Kromo-lah yang mengajarinya berdiri dan berjalan, dan kerap mengajaknya main ke sawah.
Soeharto cilik sangat gemar naik garu yang ditarik kerbau, serta main lumpur di sawah.
Di sawah, Soeharto kecil juga suka sekali mencari belut, yang kemudian dimasak untuk lauk makan.
Kelak, setelah jadi presiden, Pak Harto mengaku masih senang menyantap belut. Perjalanan waktu membuat Pak Harto pindah-pindah sekolah semasa kecil.
Mulanya ia sekolah di Desa Puluhan, daerah Godean.