BATAM TERKINI
Menteri Sosial : Pemerintah Bangun Barak untuk Pengungsi Gempa dan Tsunami di Palu
Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dalam satu barak itu bisa menampung hingga 60 orang.
Penulis: Dewi Haryati |
TRIBUNBATAM.id, BATAM-Pemerintah sedikitnya sudah menyiapkan 1.200 barak sebagai hunian sementara bagi korban bencana gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah.
Ini merupakan kebijakan lanjutan atas penanganan korban bencana di sana, sembari menunggu waktu pengungsi bisa membangun hunian tetapnya, pasca terjadi gempa dan tsunami.
Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, dalam satu barak itu bisa menampung hingga 60 orang. Dengan taksiran satu barak menampung 12 kepala keluarga dan setiap KK terdiri dari 5 orang.
"Nanti di barak itu kita siapkan MCK (mandi, cuci, kakus), dapur dan ruang bersama," kata Agus usai menghadiri kegiatan yang berlangsung di Harmoni One Hotel, Batam, Jumat (19/10/2018).
Dari kumpulan barak-barak yang ada itu, pemerintah juga akan menyiapkan sekolah sementara bagi anak-anak usia sekolah yang menjadi korban bencana. Termasuk menyiapkan layanan rumah sakit sementara.
"Ini pemerintah lakukan dalam rangka memberikan bantuan kepada korban," ujarnya.
Baca: Viral! Video Balita Selamat setelah 2 Minggu Hanyut di Lumpur saat Gempa Palu, Ini Fakta Sebenarnya!
Baca: 4 Fakta Bocah Pengungsi Gempa Palu Jadi Korban Perkosaan. Pelaku Kecanduan Isap Lem
Baca: Posko Bantuan Korban Gempa Palu di Batam Masih Buka Donasi. Catat No Rekeningnya
Sedangkan untuk pembangunan rumah tetap masyarakat, pemerintah juga akan memberikan bantuan.
Saat ini kata Agus, pemerintah masih menghitung nilai bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat untuk membangun hunian tetap mereka.
Targetnya, para pengungsi bisa kembali ke daerahnya dan membangun kembali rumah tetap mereka dalam waktu 2 tahun.
Ia melanjutkan, penanganan bencana yang dilakukan pemerintah kepada korban di Palu, memang agak berbeda dengan penanganan bencana untuk Lombok, Nusa Tenggara Timur.
Hal itu karena melihat jenis bencananya yang berbeda. Untuk Palu, ada kebijakan relokasi masyarakat ke daerah lain.
"Yang jadi masalah jenis bencananya berbeda. Di Palu, ada likuifaksi, mohon maaf ada daerah-daerah yang sudah hilang dimakan bumi. Bisa sampai satu RW," kata Agus.
Karena itu, masyarakat tak bisa membangun hunian tetapnya di daerah-daerah itu lagi. Lantaran rawan terjadi likuifaksi dan sangat berbahaya.
"Sehingga proses penanganannya akan lama karena ada relokasi ke daerah lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, untuk penanganan bencana di Palu, mendapat respon positif dari dunia internasional. Bantuan yang datang tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari NGO, dan lainnya.
Dalam waktu kurang dari 2 minggu, semua sistem dalam pengolahan bencana di sana bisa berjalan intensif.
Pemerintah selain fokus pada tanggap darurat, juga secara bersamaan membuat program untuk menghidupkan kembali perekonomian di Sulawesi Tengah. Itu menjadi prioritas. (wie)