Demo
Mahasiswa Galang Dana Rp 1000 Untuk Pemko Tj Pinang
Demo Mahasiswa didepan Pelabuhan Sri Bintan Pura
Laporan Muhammad Ikhsan Wartawan Tribunnews Batam
TANJUNGPINANG, TRIBUN
- Dua kresek kotak amal tampak ditenteng para Mahasiswa di depan
Pelabuhan Sri Bintan Pura, Sabtu (2/4). Mereka sengaja meminta sumbangan
Rp. 1.000 kepada para pengendara yang melintasi jalan di pelabuhan. Hal
ini merupakan bagian dari protes mereka terhadap kenaikan Pas Pelabuhan
Sri Bintan Pura yang naik hingga 100 persen.
Sumbangan
Rp.1000 tersebut mereka
anggap sebagai bentuk keprihatinan mereka terhadap kebijakan Pemko
Tanjungpinang yang turut mengambil bagian Rp. 1000 dalam kenaikan tarif
pas pelabuhan dari Rp. 2.500 menjadi Rp. 5.000 oleh PT Pelindo. Selain
ingin meningkatkan pelayanan, peningkatan beberapa infrastruktur seperti
ruang tunggu serta naiknya status pelabuhan menjadi Tipe A, membuat
Pelindo berinisiatif menaikkan tarif pas pelabuhan sebesar Rp. 4.000,
namun Pemko juga ikut menarik Rp.1000 dengan rincian Rp.750 untuk kas
Daerah dan Rp.250 untuk pelaksanaan teknis di pelabuhan. Tarif yang
harus dibayarkan pun saat ini pun menjadi Rp.5.000.
Hal
ini sepertinya yang membuat para aktivis dari gabungan Mahasiswa
Tanjungpinang mempertanyakan kebijakan Pemko Tanjungpinang tersebut.
Koordinator Demo, M. Syukron Hartanto dari bidang Kajian Strategis dan
Perencanaan BEM FISIP UMRAH mengatakan perlunya tinjauan kembali MoU
yang dilakukan Pemko dan Pelindo terkait pas
pelabuhan tersebut. Dia pun mengatakan bahwa para aktivis Mahasiswa di
Tanjungpinang meminta dilakukannya uji materil ke Pengadilan Tinggi
terkait hal ini.
"Mulai dari sosialisasi dan
tinjauannya kita pertanyakan. Begitupun landasan PP Nomor 6 Tahun 2009
yang berisi tentang jenis penerimaan negara bukan pajak oleh Departemen
Perhubungan mengenai pas pelabuhan pada pelabuhan kelas A tidak harus
sebesar itu. Namun yang kita sayangkan pemko juga ikut menarik Rp.
1000," ujarnya
Dia mengatakan berapa pun
kenaikan tarif pelabuhan, sebenarnya tidak menjadi masalah, asal
fasilitas yang ada benar-benar bisa melayani masyarakat. "Apa salahnya
dalam penetapan pas pelabuhan ini diundang setiap eleman masyarakat
seperti Mahasiswa dan sebagainya. Serta sebelum dinaikkan seharusnya
disosialisasikan dulu untuk apa manfaatnya," ungkap Syukron.
Para
Mahasiswa menyangkan niat Pemko menambah
pemasukan daerah justru dibebankan ke Masyarakat, seharusnya menurut
mereka dari tarif yang dinaikkan Pelindo tersebut, Pemko bisa beberap
persen untuk kas daerah dan bukan dibebankan lagi ke masyarakat. Para
mahasiswa ini menuntut Pemko dan Pelindo meninjau ulang MoU tersebut.
"Pemko
menarik Rp. 1000 dari pas pelabuhan yang naik menjadi Rp.5000, Rp.750
untuk kas daerah dan Rp.250 untuk operasional teknis. Yang Rp 250 ini
juga tidak dijelaskan detail operasional teknis apa," ungkap salah
seorang mahasiswa. Mereka juga terlihat pesimis karena kebijakan yang
diambil pemerintah daerah ini diragukan konsistensinya, pasalnya para
Mahasiswa ini menilai banyak para pejabat, aparat maupun anggota dewan
dengan senaknya masuk pelabuhan tanpa membayar pas pelabuhan, sementara
kebijakan selalu membebankan rakyat kecil
Aksi pengumpulan sumbangan sebesar Rp. 1000 dilakukan Karena para Mahasiswa ini menilai Pemko
kekurangan dana untuk menambah kas daerah
Dipaksakan Masuk Ruang Tunggu
Kenaikan
pas pelabuhan di Sri Binta Pura dinilai menjadi salah satu bagian dari
kebijakan atas peningkatan status Tipe Pelabuhan ini dari Tipe B menjadi
Tipe A. Sebuah ruang tunggu yang tampak representatif pun sudah
disediakan Pelindo. Namun banyak kalangan yang menilai keberadaan ruang
tunggu tersebut tidak berdampak langsung terhadap peningkatan aktifitas
pelabuhan.
Pembina DPC Pelayaran Rakyat (Pelra)
Kepri Andi Mashadiyat, justru menilai keberadaan ruang tunggu
pelabuhan ini justru menambah rumit penumpang yang masuk ke kapal. "Para
penumpang harus masuk ruang tunggu lalu ke kapal, hal ini sangat tidak
efektif karena kapal disini didominasi tujuan Batam yang bertangkat
sekali 10-15 menit, jadi mereka bisa langsung naik ke kapal," ungkap
Andi.
Saat ini justru
para penumpang disibukkan dengan rute masuk ke ruang tunggu dulu baru
naik ke kapal, padahal sebelumnya penumpang bisa langsung masuk ke kapal
tanpa masuk dulu ke ruang tunggu, hal inipun dinilainya terlihat
seperti dipaksakan.
"Penumpang seperti dipaksakan masuk ke ruang tunggu dan berjalan lebih jauh. Kalau kapal-kapal ke Lingga atau Dabo Singkep yang hanya satu atau dua kapal sehari bisa lah dipakai, ini kalau berangkat sekali 10 atau 15 menit kenapa penumpang harus masuk ruang tunggu?," heran Andi yang juga salah seorang manajer MV Baruna. (san)
Berita Terkait