Pencurian Ikan Di Perairan Kepri
Pascabom Kapal Asing, Nelayan Bintan Nangis Dikejar Kapal Thailand
Pasca pengeboman dan penenggelaman kapal nelayan asing di Kabupaten Anambas beberapa waktu lalu,ternyata membawa dampak kurang baik bagi nelayan Kepri
Laporan Tribunnews Batam, Eko Setiawan
TRIBUNNEWSBATAM.COM, BINTAN- Pasca pengeboman dan penenggelaman kapal nelayan asing di Kabupaten Anambas beberapa waktu lalu,ternyata membawa dampak kurang baik bagi nelayan di Kepulauan Riau (Kepri).
Salah satunya nelayan Bintan. Menurut seorang nelayan Kijang, Bintan, Erwin (35), saat dirinya bersama empat rekannya mencari ikan di perairan Anambas tepatnya di Pulau Letung dengan titik kordinat 51.22, 8 Desember silam, mereka dikejar-kejar kapal nelayan Thailand.
Mereka hampir saja menjadi korban keberingasan nelayan asing tersebut.
"Kami dikejar dengan menggunakan kapal besar. Dia mau menabrak kami, sepertinya dia marah setelah beberapa waktu lalu kapal mereka di bom dan ditenggelamkan di perairan Anambas," cerita Erwin, Rabu (24/12/2014).
Erwin menambahkan, saat itu ia dan empat orang temanya tengah mencari ikan ranjau rompong atau tempat titik yang banyak ikannya. Saat itu, tiba-tiba datang kapal Thailand berbendera Indonesia melintas dihadapanya.
Awalnya mereka mengira tidak akan terjadi apa-apa. Tiba-tiba dari belakang, kapal tersebut langsung tancap gas ke arah kapal mereka.
"Saya sudah curiga, karena kapalnya sangat besar, makanya teman saya langsung hidupkan mesin dan tancap gas. Kami sempat kejar-kejaran selama setengah jam. Dan akhirnya dia berbelok arah setelah kita hampir mendekati daratan," sebut Erwin bercerita.
Saat itu juga, tidak ada sedikitpun terlintas dibenak Erwin dan teman-temannya untuk balik lagi mencari ikan ditempat semula. Bukan karena takut, menurutnya faktor tersebut dikarenakan ukuran kapal mereka dengan kapal milik Thailand sangat jauh berbeda.
"Kami tidak mau mati konyol, teman saya sampai ada yang nangis-nangis saat dikejar mereka. Kami masih punya anak bini di rumah, kalau kami balik lagi sama saja kami mengantarkan nyawa," sebutnya.
Memang setelah kejadiann tersebut, hingga saat ini ia belum balik sempat berlayar lagi. Sepertinya mereka masih trauma dengan kejadian tersebut.
"Biasanya paling lama kami tiga hari itu sudah balik lagi ke laut. Tapi sekarang sudah masuk 11 hari kami masih dirumah," tambahnya.
Semantara itu Sodarso (34) nelayan yang lain mengatakan, memang ini karena faktor pengeboman yang dilakukan beberapa waktu lalu. Sebab sebelum eksekusi kapal dilakukan beberapa waktu lalu, para nelayan di sana terlihat aman-aman saja. Bahkan mereka saling berbagi di perairan jika satu diantara mereka bertemu.
"Dulu santai saja, kalau ketemu ya ketemu gitu saja, mereka juga tidak pernah marah. Sepertinya mereka dendam dengan kita setelah kapalnya dihancurkan dan ditenggelamkan," sebut Pria yang akrab disapa So ini.
Setelah kejadian tersebut, Edwin dan rekan-rekan langsung melaporkan ke Pos angkatan Laut (Posal) letung di Kabupaten Anambas. Namun sayang, laporan mereka sia-sia. Anggota disana mengatakan tidak bisa memburu para nelayan asing dengan alasan tidak ada minyak dan tidak ada kapal patroli.
"Jadi untuk apa adanya Posal disana. Nyawa kami hampir jadi korban tetapi mereka tidak bisa menolong kami," sebutnya.
Apalagi menurut mereka, bukan 10 atau 20 kapal asing saja yang berada disana. Dikatakanya, ada ribuan kapal asing di perairan perbatasan yang mencari ikan disana. Kapal mereka juga sudah canggih-canggih. Yang elbih menyakitkan lagi, mereka menangkap ikan dengan menggunakan pukat hariumau yang berpotensi akan menghancurkan habitat makluk hidup bawah laut.
"Kami cari ikan di wilayah kami sendiri seperti perompak. Bagai mana kami nak cari makan untuk anak bini," sebutnya lagi.
Menurut mereka, tindakan penenggelaman kapal yang diperintahkan Presiden RI Joko Widodo tersebut memang sangat bagus, namun jangan setengah-setengah.
"Kalau bisa semua kapal asing itu di halau keluar perbatasan, biar kami tidak seperti orang asing masuk wilayah sendiri," sebutnya.
Selain itu, mereka juga meminta kepada pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan keselematan dari para nelayan asing. Pasalnya, setiap hendak berangkat ia harus membayar dulu untuk mengurus surat-surat berlayar kepada beberapa pihak.
"Setiap berangkat kita bayar Rp 200 ribu untuk mencari ikan. Tetapi mengapa tidak ada pengaman untuk kami," sambungnya.
Ia berharap, kedepanya pihak pemerintah bisa menindaklanjuti kegiatan tersebut, jangan hanya awal-awal saja.
"Itu angat-angat taik ayam namanya. Kami mau nelayan Indonesia aman saat mencari ikan di perairan sendiri," tukasnya.