Mimpi Batam Punya Kebun Raya

Ini Kejanggalan Kasus Dugaan Korupsi Kebun Raya Batam versi PH Terdakwa

PH terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Kebun Raya Batam atas nama One Indirasari Hardi (56) mengatakan benyak kejanggalan dalam kasus proyek tersebut

tribunnews batam/mm ikhwan
Sidang kasus dugaan korupsi proyek Kebun Raya Batam dengan terdakwa atas nama One Indirasari Hardi (56) di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Senin (31/8/2015). 

Laporan Tribunnews Batam, MM Ikhwan

TRIBUNNEWSBATAM.COM, TANJUNGPINANG- Tim penasehat hukum (PH) terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Kebun Raya Batam atas nama One Indirasari Hardi (56) mengatakan benyak kejanggalan dalam kasus proyek senilai Rp21.836.000.000 yang didanai APBN 2014 lalu. 

Dalam kasus tersebut, terdakwa berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dirjen Tata Ruang Kementerian Umum (PU).

Beberapa kejanggalan yang diungkapkan PH diantaranya, jaksa terlebih dulu menetapkan One sebagai tersangka, baru kemudian mencari-cari buktinya.

One Indirasari Hardi, menurut Sondang Simatupang, salah satu PH One mengatakan, terdaksa ditetapkan sebagai tersangka tanggal 23 April 2015, padahal pemeriksaan semua saksi dan penyitaan dilakukan setelah tanggal 23 April 2015.

"Ini menyalahi KUHAP," kata Sondang dalam sidang kasus dugaan korupsi Proyek Kebun Raya Batam, Senin (31/8/2015) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang.

Selain itu, menurutnya, JPU juga menggunakan laporan pemeriksaan ahli dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Provinsi Kepulauan Riau.

Padahal lembaga tersebut tidak memiliki wewenang dan keabsahan dalam memeriksa dokumen dan lapangan proyek Kebun Raya Batam.

"Pada pasal 31 dan Pasal 33 UU Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa LPJK bukan lembaga yang berwenang untuk melakukan perhitungan teknis atas adanya dugaan kerugian negara para pemegang proyek jasa konstruksi. Yang berwenang melakukan audit adalah Aparat Pengawas Interen Pemerintah atau APIP," katanya.

Selain itu, penanganan kasus tersebut yang seharusnya menyelamatkan kerugian negara malah merugikan negara.

Menurutnya, proyek yang selesai dikerjakan sebanyak 93,4 persen itu jadi terbengkalai dan tak terawat.

Serah terima kepada Pemko Batam juga tidak bisa dilakukan karena semua dokumen disita Kejaksaan.

Sebab itu, menurutnya, dakwaan JPU seharusnya batal demi hukum.

Dia juga meminta kepada majelis hakim untuk tidak membebaskan terdakwa dari segala tuntutan karena dakwaan dan memulihkan nama baik terdakwa.

Hal senada juga disampaikan tim penasehat hukum dua tersangka lainnya yaitu M Zaini Yahya Project manager PT Arah Pemalang, kontraktor pembangunan Kebun Raya Batam tahap pertama dan Yusirwan, selaku Direktur PT Asfri Putra Rora (PT APR) dalam eksepsinya pada sidang yang digelar bergiliran tersebut.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dame Parulian Pandiangan tersebut memang mengagendakan pembacaan eksespsi terdakwa.

Dalam dakwaannya, JPU menemukan dugaan kerugian negara sebesar 6,7 milyar pada proyek tersebut. Majelis hakim selanjutnya menunda sidang dan dilanjutkan Senin depan dengan agenda mendengarkan tanggapan JPU atas eksepsi terdakwa.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved