AMTI Minta Ranperda Rokok di Batam Ditinjau. "Aneh Perda KTR Tidk Sesuai PP?"

cukup aneh seandainya perda atau ranperda KTR mengatur lebih jauh atau bahkan tidak sesuai dengan PP tersebut.

Istimewa
Ilstrasi Rokok 

BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM - ‎Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) berharap Peraturan daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang saat ini masih digodok dalam pansus, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109 tahun 2012, menilai ada ketimpangan antara isi perda dengan PP tersebut.

Ketua umum AMTI, Budidoyo yang ditemui di Batam Centre, Rabu (4/11/2015) siang mengatakan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dilakukan bersama pansus kemarin, ada dua hal yang menjadi fokus AMTI.

Pertama mengenai pasal-pasal terkait penjualan dan kedua mengenai promosi media luar ruangan yang dinilai masih belum selaras dengan PP tersebut. AMTI pun meminta agar ranperda KTR ditinjau ulang.

"Kami mencermati sekarang ini di Indonesia ada beberapa Perda ataupun Ranperda KTR yang tidak selaras, bahkan melebihi PP tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Padahal PP ini, adalah satu-satunya aturan pelaksana dari UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang berlaku saat ini," ujar Budidoyo

Menurut Budidoyo, PP 109/2012 ada pada tingkatan hirarki peraturan lebih tinggi dibandingkan KTR.

Dengan demikian, cukup aneh seandainya perda atau ranperda KTR mengatur lebih jauh atau bahkan tidak sesuai dengan PP tersebut.

Sementara itu, menurut Arief, bagian regulasi AMTI ‎menyebutkan bahwa dalam KTR, ada larangan untuk lima kegiatan.

Selain larangan untuk merokoknya, perda tersebut pun membuat pelarangan untuk menjual, mempromosikan, periklanan, dan memproduksi rokok.

‎"Kalau kita ambil salah satu contoh saja, seperti menjual. Apakah kalau nanti rokok itu dijual di pasar, setelah ada perda semua tukang rokok di pasar dilarang. Apa rokok hanya dijual di tempat-tempat khususnya saja?," pungkas Arief.

Padahal, sejatinya perda KTR diberlakukan untuk melindungi anak-anak serta non perokok untuk mendapatkan efek negatif dari para perokok.

"‎Inikan soal etika saja bagaimana saat mengkonsumsinya tidak mengganggu dan merugikan orang lain. Jadi kalaupun ada perda, kita harapkan yang benar-benar bisa diimplementasikan dan diawasi," kata Arief.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved