Teror Truk Maut Jadi Modus Baru Serangan ISIS Setelah Kasus Nice, Prancis
Sebagian tentara terpental ke udara, beberapa di antaranya tergilas di bawah kolong truk. Supir truk mundur begitu tahu ada yang terjebak di kolong
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, YERUSALEM - Belasan prajurit yang berdiri di atas rumput, di samping sebuah bus wisata dikagetkan oleh kedatangan sebuah bus besar warna putih, Minggu (8/1/2017) pagi di Yerusalem.
Sebagian tentara terpental ke udara, beberapa di antaranya tergilas di bawah kolong truk.
Supir truk kemudian mundur begitu tahu ada yang terjebak di bawah truk.
Beberapa prajurit yang masih hidup berhasil melompat dan berguling ke samping truk seberat 19 ton itu.
Peristiwa itu berlansung cepat, hanya beberapa detik.
Pasukan Israel yang sedang melakukan tur budaya di kota bersejarah itu kemudian menembaki truk.
Supirnya meloncat keluar, tetapi kemudian tewas oleh berondongan peluru tentara lain.
Kasus itu awalnya diduga terkait aksi balas dendam warga Palestina yang menembak mati seorang pemuda Palestina, sepekan sebelumnya.
Namun, PM Israel Benyamin Netanyahu yang langsung datang ke lokasi kejadian menyatakan bahwa ISIS berada di belakang teror tersebut.
Pelaku diduga terinspirasi dengan kasus dengan modus yang sama di Nice, Prancis, 14 Juli 2016 lalu.
Seorang simpatisan ISIS kelahiran Tunisia, Mohamed Lahouaiej Bouhlel, menewaskan 86 orang dan melukai 400 orang setelah menabrakkan truk ke arah pejalan kaki dalam kecepatan 50 mil per jam.
Akhirnya, polisi Prancis menghentikan truk tersebut setelah menembak mati Bouhlel.
Tidak hanya di Israel, modus yang sama juga terjadi di Berlin pada 19 Desember 2016 lalu. Penyerang bernama Anis Amri menewaskan 12 orang ke sebuah pasar yang menjual pernak- pernik persiapan natal di kota itu..
Amri, yang memiliki 14 identitas yang berbeda di Jerman mampu untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, meskipun menjadi orang yang paling dicari di Eropa.
Dia ditembak mati oleh polisi Italia di Milan, di utara negara itu.
