Korupsi Proyek KTP Elektronik
Pengacara Siap Hadirkan Saksi Ahli dalam Praperadilan Miryam
Pihak pengacara Miryam rencananya menghadirkan bukti dan saksi ahli dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
BATAM.TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan yang diajukan mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar hari ini, Rabu (17/5/2017).
Pihak pengacara Miryam rencananya menghadirkan bukti dan saksi ahli dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Mita Mulia, salah satu pengacara Miryam mengatakan yang dihadirkan hari ini oleh pihaknya yakni bukti tertulis berupa surat dan juga ahli.
Ahli yang dihadirkan yakni ahli hukum pidana yang terkait UU Tipikor dan hukum acara.
"Karena yang kita bicara sekarang ini pokoknya adalah prosedur penetapan tersangka yang tidak sesuai hukum acara," kata Mita, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2017).
Fokus sidang hari ini akan menjawab argumentasi dari KPK. Pihak Miryam akan memperkuat dalil mereka.
"Kita juga akan sekaligus membuktikan bahwa dalil-dalil kami yang lebih tepat," ujar Mita.
Soal niat pihaknya menghadiri Miryam langsung di persidangan praperadilan, Mita merasa belum perlu.
Sementara itu, sidang hari ini merupakan yang ketiga kalinya. Miryam mengajukan praperadilan terhadap KPK atas penetapannya sebagai tersangka dugaan pemberi keterangan palsu di Pengadilan Tipikor pada kasus e-KTP.
Dua sidang sebelumnya yakni mengenai pembacaan permohonan praperadilan dari pihak Miryam dan eksepsi dari KPK.
Dalam pembacaan permohonan, pengacara Miryam salah satunya menganggap penetapan Miryam sebagai tersangka tidak sah karena hanya berdasarkan satu alat bukti.
KPK juga dianggap tidak memiliki kewenangan menetapkan Miryam sebagai tersangka atas dugaan memberikan keterangan palsu. Menurut tim pengacara Miryam, kasus hukum kliennya masuk ke wilayah pidana umum.
Namun, dalam eksepsi, KPK membantah menetapkan Miryam hanya dengan satu alat bukti. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyatakan KPK punya lebih dari dua alat bukti. Alat bukti pertama adalah alat bukti surat. Kemudian kedua adalah ada alat bukti saksi. Yang ketiga ialah alat bukti petunjuk meliputi rekaman video.
Baca: Disebut Monyet, Anggota DPRD DKI Jakarta Polisikan Akun Facebook Cahyo Harimurti
Baca: Jangan Biasakan Anak Minum Pakai Dot Sambil Tiduran. Ini Bahayanya
Baca: Gaji ke-13 PNS Bakal Cair Sebelum Lebaran
KPK juga membantah tidak berwenang menetapkan Miryam sebagai tersangka. KPK menganggap memiliki dasar untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan keterangan palsu Miryam berdasarkan Pasal 22 UU Jo Pasal 35 UU Tindak Pidana Korupsi.
Miryam sebelumnya diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan dua terdakwa Irman dan Sugiharto.
Atas perbuatannya, Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP. Dalam BAP itu, Miryam menjelaskan pembagian uang dalam kasus e-KTP.
Baca: Sekarang, Ditjen Pajak Bisa Akses Informasi Keuangan Nasabah. Termasuk Isi Rekening di Bank
Baca: Model Foto Telanjang Bisa Terjerat Kasus Pidana. Ini Dasar Hukumnya
Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.
Miryam bahkan mengaku diancam oleh penyidik KPK saat melengkapi BAP. Namun, Majelis hakim merasa ada yang janggal terhadap bantahan Miryam. Sebab, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap. Meski dikonfrontasi oleh tiga penyidik KPK, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.