Bertemu 'Jabal Nur' di Gua Pandan walau Harus Jalan Jongkok dan Lewati Jelatang yang Super Gatal

Jadi kalau berkunjung ke Gua Pandan, usahakan berada di spot ini tepat jam 12 siang dan ketika matahari sedang bersinar garang.

dian radiata
Menyusuri Gua Pandan. 

TRIBUNBATAM.ID- Tempat-tempat wisata yang selama ini kurang mendapatkan perhatian karena tidak terpublikasi dengan baik, kini mulai digarap dengan serius.

Pemerintah Lampung, misalnya, mulai mengenalkan objek-objek wisata alam yang selama ini hampir tidak tersentuh.

Satu di antaranya adalah Gua Pandan di Lampung Timur.

Bagaimana keunikan gua tersebut dan bagaimana cara menuju ke sana?

Seorang travel blogger dari Batam, Dian Radiata, menuliskan reportasinya untuk Anda!

---

Setelah diguyur hujan sepanjang malam, pagi itu matahari bersinar cerah di Lampung Timur.

Secerah wajah-wajah kami yang bangun dengan semangat 45. Gimana gak semangat, kan semalam tidurnya pada nyenyak dibuai suara hujan dan empuknya kasur di guesthouse di rumah dinas Sekda Lampung Timur, Bapak Syahrudin Putra.

Hari itu kami akan mengunjungi Gua Pandan yang ada di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Lampung Timur.

Untung cuacanya cerah. Soalnya, kalau hari itu hujan, terpaksa acara ke Gua Pandan kudu dijadwal ulang karena tidak mungkin hujan-hujanan main ke gua.

Sekitar pukul delapan pagi, kami sudah bergerak meninggalkan rumah dinas Pak Sekda yang nyaman dan asri.

Mobil yang kami tumpangi dengan santai menuju Labuhan Ratu. Dari sini kami melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam ke Kecamatan Marga Sekampung. Kecamatan ini merupakan kecamatan paling baru di Lampung Timur.

Desa Girimulyo, tempat di mana Gua Pandan berada, adalah desa paling ujung di Kecamatan Marga Sekampung. 

Jalan menuju ke Desa Girimulyo ini cukup berkelok-kelok dan menantang.

Semakin lama kondisi jalan yang kami lalui semakin rusak. Kami hanya bisa pasrah terguncang-guncang di dalam mobil.

Memasuki Kecamatan Marga Sekampung, kami melewati beberapa tugu yang bentuknya mirip Obelisk.

Dari sekian tugu, cuma satu yang menarik perhatian kami yaknitugu berwarna pink bertuliskan Tugu Kramat.

Tugu ini berdiri tegak di depan sebuah masjid. Sebenarnya saya penasaran, kenapa tugu itu dikasih nama Tugu Kramat, tapi tak ada waktu untuk menuntaskan rasa penasaranitu. Sebab, saat itu kami lebih fokus mencari jalan yang benar menuju Desa Girimulyo.


Tugu Kramat | Foto by Rian

Mengenal Desa Girimulyo

Setelah melewati jalan yang cukup menantang, akhirnya sampai juga di Desa Girimulyo, tepatnya di rumah Pak Tri Joto, Sekretaris Pokdarwis Girimulyo. 

Sebagai desa paling ujung dari 8 desa yang ada di Kecamatan Marga Sekampung, Girimulyo termasuk desa yang cukup kaya akan potensi alam. Komoditi unggulan dari desa ini antara lain alpukat, pepaya, coklat, jagung, kelapa, lada, dan pisang. Yang hasilnya dijual ke Jakarta.

Desa yang berulang tahun setiap tanggal 9 Juli ini juga mempunyai sirkuit untuk motor cross.

Lengkap dengan komunitas motor yang sudah beberapa kali mewakili Lampung Timur di event kejuaraan motor tingkat nasional. Nama komunitas motornya adalah TMS (Thomas Motor Sport).

Berada di Desa Girimulyo, sejenak membuat saya seperti tidak sedang berada di Lampung. Rasanya kayak lagi mudik ke Jawa.

Orang-orang di sekitar saya semuanya mengobrol dan bercerita menggunakan bahasa Jawa dengan logat Jawa Tengah yang khas.

Menurut keterangan Pak Lurah, 30 perendari total sekitar 8000 jiwa yang ada di Desa Girimulyo berasal dari suku Banten, dan sisanya adalah suku Jawa.

Tapi kalau ditanya, dengan bangga mereka pasti akan menjawab, bahwa mereka adalah orang Lampung.

Mereka menjunjung tinggi dan membuktikan peribahasa Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

Menembus Kegelapan Gua Pandan

Untuk blusukan ke dalam gua, kami diminta memakai sepatu boot yang sudah disediakan. Semuanya masih baru.

Meskipun ukuran sepatunya kebesaran, tapi rupanya tak mengurangi kadar kekerenan kami.

Setelah semua beres, kami pun siap menuju Gua Pandan. Jarak dari rumah Pak Tri Joto ke Gua Pandan hanya sekitar 2 km.

Beberapa dari kami naik motor, dan sisanya menumpang mobi. Di suatu pertigaan terpasang plang sederhana bertuliskan Gua Pandan. Di sinilah kami memarkirkan mobil dan melanjutkan berjalan kaki.


Plang sederhana penunjuk arah Gua Pandan

Jalan menuju Gua Pandan cukup lebar, bahkan untuk dilewati kendaraan roda empat. Jalurnya berupa jalan tanah yang membelah perkebunan warga yang ditumbuhi tanaman lada, pisang, dan pepaya. Di sepanjang jalan yang kami lewati juga bertebaran pecahan batu granit yang tertumpuk begitu saja di pinggir jalan.

Dari namanya, siapa pun pasti bisa menebak bahwa nama gua ini berhubungan dengan pohon pandan. Tapi saya gak nyangka, kalau tanaman pandannya bisa begitu besar. Saking besarnya, bahkan hampir menutupi pintu masuk gua. Malah katanya, dulu tanaman pandannya lebih besar dari ini.


Tanaman pandan di pintu masuk gua

Sebelum masuk ke dalam gua, pak Tri Joto membagi-bagikan headlamp. Karena jumlahnya terbatas, jadi cuma beberapa orang saja yang kebagian.

Untung saya sudah bawa headlamp dari rumah. Headlamp ini merupakan salah satu benda yang selalu ada dalam ransel saya.

Pintu masuk ke Gua Pandan berupa lubang besar di tanah dengan diameter sekitar 6 meter. Dari jauh, gak bakal kelihatan kalau di situ ada lubang. Untuk pengaman, di sekeliling lubang diberi pagar berupa tali.

Bergantian, kami pun turun menapaki batu-batu dan perlahan-lahan mulai masuk ke dalam perut bumi. Selamat datang kegelapan! Selamat datang petualangan!


Bagian gua yang harus dilewati dengan jalan jongkok

Lapang dan bersih. Itulah kesan pertama yang saya rasa sewaktu berada di dalam Gua Pandan. Aroma tanah basah memenuhi rongga penciuman.

Sesekali angin membawa wangi pandan masuk ke dalam gua. Untung kami memakai sepatu boot bersol karet. Karena tanah dan bebatuan di dasar gua cukup licin ketika dipijak.

Semakin masuk ke dalam gua, lorong yang kami lewati terasa semakin sempit dan rendah. Di beberapa titik kami harus berjalan sambil menunduk, bahkan jongkok.

Untung bagian yang harus jalan jongkok gak banyak, cuma beberapa meter aja. Yang beberapa meter itu aja udah cukup bikin dengkul dan betis keram, gaees!

Yang Istimewa di Gua Pandan

Di dalam Gua Pandan ini ada satu tempat yang istimewa banget. Bisa dibilang ini adalah ikonnya Gua Pandan. Kalau bahasa kekiniannya, ini dia spot wajib untuk berfoto di Gua Pandan.

Warga setempat menyebutnya Jabal Nur. Tempatnya berupa batu besar di tengah-tengah gua. Nah di langit-langit gua, tepat di atas batu itu ada sebuah lubang kecil yang memungkinkan seberkas cahaya masuk ke dalam gua.

Jabal Nur di Gua Pandan | Foto by Sari Marlina

Jadi kalau berkunjung ke Gua Pandan, usahakan berada di spot ini tepat jam 12 siang dan ketika matahari sedang bersinar garang.

Padamkan semua senter, dan biarkan hanya seberkas sinar yang masuk dari celah di langit-langit gua itu sebagai penerangnya. Sumpah! Itu bakal jadi pemandangan yang indah banget!

Selain Jabal Nur ini, di dalam Gua Pandan ada juga batu yang bentuknya mirip kursi.

Batunya cukup besar, jadi bisa didudukin. Batu berbentuk kursi ini juga merupakan salah satu spot menarik yang ada di Gua Pandan.

Batu berbentuk mirip kursi

Waspada Jelatang

Oiya, satu hal yang harus diwaspadai di Gua Pandan ini adalah tanaman jelatang. Tahu kan kalau daun tanaman jelatang ini mengandung racun yang bisa bikin kulit kita gatal-gatal bila menyentuhnya.

Kalau sampai terkena daun jelatang, jangan digaruk. Usahakan secepat mungkin untuk mencabut rambut halus tanaman jelatang yang terlanjur menempel ke kulit. Cara yang saya tahu sih menggunakan solasi/lakban.

Ada juga yang menyarankan untuk mengobatinya dengan cara mengoleskan getah tanaman jelatang ke bagian kulit yang terkena.

Ini teorinya mengobati racun dengan penawar yang ada pada sumber racun tersebut. Tapi saya belum pernah nyoba, dan semoga gak akan pernah ada alasan untuk mencoba.

Saya pernah terkena jelatang. Waktu itu sih cuma diobatin pake minyak angin. Hehehe. Sembuh? Iya, sembuh. Setelah menahan gatal dan perih selama berjam-jam. Hehehe..


Pohon di belakang kami itu adalah jelatang | Foto by: Sari Marlina

Tapi apapun saran orang tentang cara mengobatinya, saya jauh lebih menyarankan untuk menghindarinya. Bukan kenapa-kenapa. Perih!!

Akhirnya kami keluar dari dalam gua dengan selamat sentosa, dan perasaan gembira luar biasa. Senang rasanya bisa melihat sinar matahari lagi.

Kami keluar dari mulut gua di sisi lainnya. Diperkirakan luas area Gua Pandan ini sekitar 5 km². Jalur yang baru saja kami susuri itu ternyata cuma sekitar 200 meter.

Gua Pandan ini sebenarnya sudah ditemukan sejak tahun 80-an. Tapi baru sekitar 2 bulanan ini mulai dipromosikan sebagai salah satu objek wisata di Lampung Timur.

Selain Gua Pandan, ada beberapa gua lain di kompleks ini. Di antaranya adalah Gua Kelelawar dan Gua Sumur.

Di sekitar pintu masuk Gua Pandan ada beberapa warung yang menjual makanan dan minuman ringan. Kalau bawa kendaraan, bisa diparkir di sini juga. Untuk sepeda motor bayarnya Rp 5.000 sementara mobil Rp 10.000.

Untuk jasa pemandu cukup bayar Rp 15.000 per orang.

Yang namanya masuk gua, pasti gelap kan? Jadi alangkah baiknya kita mempersiapkan diri dengan senter atau headlamp. Jangan lupa gunakan alas kaki bersol karet.

Kalau mau gampang sih, bisa menyewa dari pokdarwis pengelola Gua Pandan. Untuk sewa headlamp, sepatu boot dan helm, kamu cuma perlu merogoh kocek sebesar Rp 10.000. Murah dan pastinya gak ribet. (*)

Tulisan ini bisa juga dibaca di blog Dian Radiata dengan judul : GELAP-GELAPAN DI GUA PANDAN DAN NIKMATNYA KULINER SERBA PEPAYA

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved