Jepang Demam 'Idol Anak'. Penontonnya Justru Pria Dewasa. Pakaian Panggung Berkeringat pun Laris

Himeno bahkan pernah menjual pantyhose yang dipakainya di panggung seharga 30 ribu yen atau sekitar Rp 3,5 juta kepada penggemarnya

AFP
Para pria dewasa menyaksikan anak-anak di sebuah ajang pencarian bakat di sebuah klub malam di Tokyo. Hampir ada ajang ini setiap malam. 

TRIBUNBATAM.ID, TOKYO - Anak-anak dan remaja saat ini terobsesi untuk menjadi penyanyi terkenal.

Berbagai ajang pencarian bakat pun menyihir anak-anak muda untuk cepat menjadi terkenal seperti artis-artis muda idola mereka.

Tak terkecuali di Jepang. Setelah booming K-pop yang hampir membuat demam para remaja tanggung di seluruh Asia, di negara itu kini mulai muncul idola baru.

Misalnya AKB48 (seperti JKT48 di Indonesia) atau Akishibu (berusia 12-15 tahun) yang kini menjadi idola para ABG di negara tersebut.

Di berbagai sudut di kota-kota di negara itu kini bermunculan ajang pencarian bakat yang selalu heboh dan ramai.

Baca: BREAKING NEWS. Rumah Sakit Terbakar Hebat di Korea, 41 Orang Tewas Terperangkap

Baca: VIDEO VIRAL! Seorang Ayah Lempar Anaknya yang Baru Lahir ke Tempat Sampah

Baca: Bintang Film Panas Maria Ozawa Pakai Jersey Timnas Indonesia. Netizen Langsung Heboh

Tetapi, berbeda dengan ajang pencarian bakat sebenarnya, para penyanyi cilik di Jepang ini mulai terperangkap ke dalam fenomena bisnis seksual di negara tersebut.

Di setiap ajang pencarian bakat untuk para "little idol" ini, puluhan pria bersorak-sorak di pinggir panggung ketika para remaja-remaja tersebut tampil dan menunjukkan aksi mereka.

Fenomena itu, menurut laporan AFP, ternyata bukan sekadar menunjukkan talenta anak-anak di Jepang, tetapi jauh lebih dari itu.

Gadis kecil itu didandani seperti artis dewasa, berpakaian seksi dan ketat, lengkap dengan riasan bak artis, meskipun tubuhnya masih kecil.

Hal aneh yang terlihat adalah setelah sang idola itu selesai bernyanyi.

Para pria berusaha mendekati peenyanyi cilik idola mereka di belakang panggung, mengajaknya mengobrol dan hal itu menjadi uang masuk bagi "manajer" mereka.

Jepang memang termasuk negara yang paling lemah aturan hukumnya soal perlindungan perempuan dan anak.

Seorang pria menunggu "little idol"-nya di belakang panggung.

Negara itu menjadi pabrik industri film porno terbesar di dunia dengan hampir 50 ribu film per tahunnya dan tidak ada larangan untuk itu.

Negara itu memang melarang pelacuran, tetapi tidak ada hukum yang mengatur soal hubungan seksual pria dan wanita. Semuanya bebas, termasuk memproduksinya.

Nah, ajang idol-idolan di Jepang ini kini menjadi sesuatu yang mengarah kepada pelecehan seksual untuk anak-anak di bawah umur.

Pemerintah Jepang memang menerbitkan undang-undang tahun 2015 terkait pornografi anak, namun hal itu tidak memadai karena hukum itu sangat lemah.

Buktinya, ajang "little idol" yang sering digelar di klub-klub malam di red-light Tokyo semakin menjamur dan hampir ada setiap hari.

Seorang pria berusia 40 tahun bernama Soichiro Seki kepada AFP mengatakan bahwa dia hadir menonton ajang pencarian bakat itu dua kali seminggu

Ia mengakui tertarik melihat para anak-anak tersebut beraksi seperti halnya juga penonton lain karena melihat tubuh wanita dewasa tidak lagi menarik.

Seorang idol bernama Tama Himeno yang telah tampil di panggung sejak usia 16 tahun, mengatakan bahwa orang-orang yang menonton pertunjukan memang sangat memuja para idol tersebut.

Mereka berusaha membangun komunikasi dengan gadis-gadis muda yang tidak dapat mereka dapatkan di tempat lain.

Perempuan yang kini berusia 20 tahun itu mengatakan, banyak yang aneh dari perilaku penonton.

Mereka mau membayar mahal untuk bisa mengobrol atau jalan-jalan dengan para penyanyi pujaannya meskipun haru membayar mahal untuk itu.

Himeno bahkan pernah menjual pantyhose yang dipakainya di panggung seharga 30 ribu yen atau sekitar Rp 3,5 juta pada penggemarnya.

Namun ia tidak mengungkapkan, apakah ada penonton yang menginginkan lebih dari sekadar mengobrol, jalan-jalan atau berburu pakaian seksi bau keringat tersebut.

"Pria mendampakan gadis muda relatif diterima di Jepang," kata Himeno terus terang.

Ia mengutip "Kisah Genji", sebuah film klasik abad ke-11 yang menggambarkan hubungan romantis seorang bangsawan dengan wanita dan seorang gadis kecil.

Seorang manajer para idol ini, Hidenori Okuma, mengakui bahwa para penonton memang tertarik dengan kontak dengan para gadis tersebut.

"Rapat dan ngobrol dengan gadis-gadis SMA telah menjadi sangat populer," kata Okuma.

"Sekarang bahkan mereka tanpa malu-malu lebih menyukai gadis sekolah dasar," katanya.

Pernyataan Okuma tidaklah mengejutkan.

Jumlah anak di bawah umur yang disalahgunakan dalam pornografi anak telah meningkat lima kali lipat dalam 10 tahun terakhir, menurut data resmi.

Polisi gagal membasmi apa yang disebut bisnis JK atau Joshi Kosei (gadis SMA), yang menawarkan layanan untuk para pria.

banyak pria dewasa terlihat sering berjalan-jalan dengan seorang gadis remaja sehingga kecenderungan bahwa akan ada tawaran untuk melakukan hubungan seks sangat besar.

Joshi Kosei menawarkan harga untuk jalan-jalan dan ngobrol.

Bahkan kuasi pornografi "chaku-ero" atau pakaian erotis anak-anak kecil sangat mudah ditemukan di internet, dan hal itu tidak terjangkau oleh hukum.

Seorang pengacara, Keiji Goto, yang berkampanye untuk hak-hak anak di bawah umur mengatakan masalahnya di Jepang adalah masalah sosial.

Banyak orang Jepang yang menganggap bahwa hubungan seksual dengan gadis muda bukan sesuatu yang tabu dan di dalam hukum pun masuk ke dalam zona "abu-abu".

Jepang memang bukan satu-satunya negara yang dilanda kasus pedofilia atau pelecehan seksual terhadap anak.

Tapi, berbeda di negara lain yang juga memunculkan perlawanan dan berbagai aksi untuk menentang, di Jepang, hanya ada sedikit debat publik tentang masalah ini.

Psikiater Hiroki Fukui yang juga merawat pedofil mengatakan bahwa kesadaran anak-anak perlu dilindungi dari predator seksual potensial "sangat rendah."

"Kita harus mengakjui situasi ini di Jepang tidak normal."

Shihoko Fujiwara, perwakilan sebuah LSM yang membantu korban perdagangan manusia dan pelecehan seksual juga memp[rihatinkan pola pikir yang berbahaya di negara tersebut.

"Gadis-gadis hanya menginginkan penonton tergila-gila pada mereka karena mereka adalah gadis kecil dan semakin bertambah usia, penggemarnya akan berkurang."

Joshi Kosei, kencan jalanan para ABG

Setelah seorang gadis berusia 18 tahun, maka dirinya tidak akan diperhatikan lagi dan bebas melakukan hubungan dengan siapa saja.

Mereka juga berhak untuk bernegosiasi harga dengan para produser film porno yang jumlahnya sangat banyak.

"Bagi mereka ini hanya sebuah pekerjaan kecil beberapa jam saja jika menginginkan baju atau sepatu yang mereka lihat di balik etalase. Sangat sederhana dan tak ada orang yang melarangnya, termasuk orangtua," katanya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved