Isu Facebook Diblokir

Facebook Diblokir 24 April, Benar atau Hoaks? Ini Fakta Sesungguhnya

rumor yang viral dan beredar luas di media sosial khususnya Facebook itu, dipastikan tidak benar alias hoaks.

Kompas.com/AFP PHOTO/LOIC VENANCE
Gambar yang diambil pada 20 November 2017 ini menunjukkan logo Facebook, layanan media sosial yang berbasis di Amerika Serikat 

TRIBUNBATAM.id - Kabar Facebook ditutup atau diblokir untuk pengguna media sosial (Medsos) Indonesia pada 24 April 2018 menjadi viral sejak sepekan terakhir.

Netizen, khususnya pemakai Facebook beramai-ramai posting status "Facebook akan ditutup", ada juga yang mengunggah "sebelum Facebook ditutup posting status atau foto dulu."

Kabar ditutupnya Facebook juga menjadi pro dan kontra di antara netizen.

Baca: MotoGP Americas: Pebalap Lain Jenuh Perseteruan Rossi dan Marquez: Konyol dan Belum Dewasa

Baca: Dua Nama Santer Jadi Pelatih Timnas U-19 Indonesia, Ini Petkembangan Terbaru dari PSSI

Baca: VIRAL! Bermodal Jeriken, Pria Ini Pertaruhkan Nyawa Selamatkan Wanita yang Loncat dari Jembatan

 
Meski begitu, rumor yang viral dan beredar luas di media sosial khususnya Facebook itu, dipastikan tidak benar alias hoaks.

Pemerintah memang bisa beri sanksi tegas memblokir Facebook, karena data satu juta pengguna Indonesia ikut bocor dalam skandal Cambridge Analytica (CA).

Namun tak ada kepastian bahwa tanggal 24 April mendatang, Facebook benar-benar akan diblokir di Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dalam berbagai kesempatan tidak pernah menyinggung akan memblokir Facebook.

Justru Rudiantara mengatakan, Kementerian Kominfo tak segan memblokir Facebook, namun harus sesuai prosedur agar langkahnya tak gegabah.

Satu-satunya pernyataan tegas Rudiantara soal blokir Facebook adalah, jika ditemukan bukti bahwa Facebook dipakai sebagai sarana menghasut atau adu domba.

Rudiantara memastikan jika penyidik menemukan unsur dugaan pidana dalam kebocoran data pengguna Facebook di Indonesia, peluang memblokiran Facebook akan semakin besar.

Sementara ini, kedua hal tersebut belum bisa dibuktikan, masih dalam penyelidikan dan menunggu hasil audit.

"Kalau ada indikasi bahwa Facebook di Indonesia digunakan untuk penghasutan, seperti yang terjadi di Myanmar. Saya tidak punya keraguan untuk blokir," ujar Rudiantara, beberapa hari yang lalu.

Menkominfo sudah meminta Facebook untuk melakukan audit, dan menyerahkan hasil auditnya sejak sepekan setelah pengumuman adanya data pengguna Facebook di Indonesia yang ikut bocor dalam skandal CA.

Permintaan itu dicantumkan dalam Surat Peringatan (SP) pertama yang dikirim Kominfo. Namun setelah tenggat waktu yang ditentukan tiba, Facebook belum juga menyerahkan hasil audit.

Kominfo pun melayangkan Surat Peringatan kedua.

"Saat ini, sudah SP II. Kita tunggu, nanti setelah SP II bisa ditingkatkan menjadi pemutusan layanan sementara jika diperlukan," ujar Rudiantara, Rabu (11/4/2018).

Jika kemudian hasil audit tersebut sudah diketahui, maka pemerintah bisa menakar potensi permasalahan yang dapat timbul dari kebocoran data ini dan mengambil langkah penanganan.

DPR Desak Facebook Diblokir

Anggota Komisi I DPR mendesak pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas terhadap Facebook setelah data hampir 1,1 juta pengguna di Indonesia diambil oleh lembaga konsultan politik yang berkantor di London, Cambridge Analytica.

Hal ini disampaikan anggota Komisi I, Sukamta, yang bersama anggota Komisi I DPR lainnya tengah meminta penjelasan dari perwakilan Facebook hari Selasa (17/04).

"Pemerintah harus tegas terhadap media sosial termasuk Facebook di sini. Mestinya pemerintah bisa melakukan tindakan tegas kepada Facebook sebagaimana pernah dilakukan kepada Telegram dan Tumblr," kata Sukamta, seperti dilansir BBC Indonesia.

"Pemerintah mungkin bisa memblokir sementara layanan Facebook sampai mereka bisa menjelaskan mengapa insiden kebocoran data itu terjadi, kapan dan untuk apa data pengguna Indonesia itu dipakai," kata Sukamta.

Diperlukan upaya serius pemerintah, kata dia, agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan.

Apalagi ini tahun 2018 ada Pilkada serentak kemudian tahun 2019 juga ada Pilpres dan Pileg. "Kami tidak ingin media sosial yang ada di Indonesia bersikap tidak netral," katanya.

Skandal bocornya data terungkap setelah penelusuran yang dilakukan media Inggris, The Observer dan The Guardian, yang menunjukkan Cambridge Analytica memanen data tak kurang dari 50 juta pengguna Facebook.

Belakangan diketahui kebocoran data terjadi pada setidaknya 87 juta pengguna, sebagian besar di Amerika Serikat.

Kebocoran data ini membuat pendiri dan direktur Facebook, Mark Zuckerberg, harus memberikan penjelasan di Kongres Amerika Serikat.

Dalam kesempatan itu Zuckerberg meminta maaf dan mengakui pihaknya tidak mengambil tindakan yang semestinya untuk melindungi data pengguna. Ia mengatakan Facebook tengah melakukan pembenahan dan mengeluarkan investasi untuk memastikan keamanan data pengguna.

"Kini sudah jelas, kami sebelumnya tidak melakukan tindakan yang cukup untuk mencegah perangkat-perangkat ini digunakan untuk tujuan buruk," kata Zuckerberg.

Dalam perkembangan lain, seorang hakim di California memutuskan bahwa Facebook harus menghadapi class action atau gugatan kelompok terkait teknologi pengenalan wajah (facial recognition technology).

Dalam berkas gugatan disebutkan fungsi tagging foto Facebook mengambil data wajah pengguna tanpa izin.

Gugatan ini diajukan di Illinois yang memiliki undang-undang tentang kerahasiaan informasi biometrik.

Gugatan class action ini bisa berdampak besar karena semua orang yang dinyatakan datanya diambil secara tidak sah berhak mendapatkan ganti rugi.

Facebook mengatakan gugatan tidak memiliki dasar yang kuat dan siap menghadapinya

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved