Timnas Indonesia
Indra Sjafri Blak-blakan Soal PSSI, Edy Rahmayadi dan Alasan Mau Jadi Pelatih Lagi Setelah Didepak
Untuk ketiga kalinya, Indra Sjafri didaulat menjadi pelatih Timnas U-19 Indonesia setelah diumumkan oleh Plt Ketua PSSI, Rabu (25/4/2018).
Penulis: Andrew Sihombing
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Untuk ketiga kalinya, Indra Sjafri didaulat menjadi pelatih Timnas U-19 Indonesia setelah diumumkan oleh Plt Ketua PSSI, Rabu (25/4/2018).
Sang pelatih dipercaya menangani Egy Maulana Vikri Cs hingga berakhirnya Piala AFC U-19 2018.
Penunjukan kali ini terasa berbeda karena sebelumnya dinilai gagal karena hanya membawa Timnas U-19 Indonesia finis di peringkat ketiga Piala AFF U-18 tahun lalu.
Ketua Umum PSSI yang saat ini sedang cuti, Edy Rahmayadi, bahkan melontarkan kalimat pedas soal Indra Sjafri ketika itu.
Edy kala itu bahkan menyebut posisi Indra Sjafri sudah ada di ujung kaki.
Masa bakti Indra Sjafri ketika itu tidak diperpanjang dan diserahi tugas baru terkait pembinaan di PSSI.
Namun, posisi yang diberikan kepada pelatih yang sudah banyak melahirkan bintang-bintang muda di kancah sepak bola nasional.
Tugas diterima Indra Sjafri membuat publik bertanya-tanya mengapa Indra Sjafri menerima penugasan untuk yang ketiga kalinya ini.
Kendati demikian, sebagian besar publik sepak bola menyambut baik pelatih asal Sumatera Barat ini kembali melatih para Garuda Muda.
Sebab, Indra blusukan ke sleuruh pelosok Tanah Air untuk mencari para pemain muda berbakat, di saat kaderisasi sepak bola Indonesia tertidur.
Bagaimana komentar Indra Sjafri sendiri setelah ditunjuk membesut Saddil Ramdani dkk?
Berikut wawancara eksklusifnya dengan BolaSport.com:
Apa yang terlintas di benak Anda saat mendapat pemberitahuan ditunjuk kembali menangani Timnas U-19 Indonesia?
Kemarin malam kebetulan saya sedang ada rapat di Jakarta dan saya juga mengikuti karena memang sebelumnya sudah diberitahu bahwa bakal ada pengumuman pelatih Timnas U-19.
Saya sendiri tahu baru di saat pengumuman itu. Saya tahu bahwa ada beberapa calon pelatih yang juga dipertimbangkan dan dinominasikan oleh PSSI.
Ada dua perasaan yang bercampur. Yang pertama, sebagai pelatih tentu menginginkan agar bisa mengabdi di tim nasional.
Yang kedua adalah rasa tanggung jawab karena ini kan bukan pekerjaan ringan. Apalagi waktu cukup pendek, padahal ada dua event yang harus diikuti, yakni Piala AFF pada bulan Juli dan Piala AFC pada akhir Oktober.
Tentu senang, tapi juga merasa tertantang dengan pekerjaan ini. Oleh sebab itu, sejak diumumkan kemarin, saya sudah berkoordinasi dan melakukan langkah pertama menentukan siapa saja yang akan saya ajak di skuat kepelatihan.
Anda sudah punya gambaran soal tim kepelatihan?
Sudah. Ini langkah pertama yang saya akan bawa dalam pertemuan dengan PSSI. Dalam waktu dekat, kami akan berdiskusi untuk membuat periodesasi persiapan Timnas U-19 Indonesia menuju Piala AFC U-19.
Anda dan Timnas U-19 sempat dinilai kurang maksimal di Piala AFF U-19 2018. Ketua Umum PSSI juga sempat melontarkan kalimat pedas terhadap Anda. Pertanyaannya, pertimbangan apa yang membuat Anda tetap mau menerima penugasan setelah diperlakukan seperti itu?
Pertama-tama, saya mau klarifikasi lebih dulu. Ini kan seolah-olah saya dengan PSSI dan Ketua Umum ada masalah. Padahal, sama sekali tidak ada masalah.
Bahkan, apa yang dilakukan kemarin oleh federasi betul-betul sesuai dengan apa yang sudah tercantum di kontrak, yakni bahwasanya kontrak saya berakhir pada 31 Desember.
Setelah tidak menjadi pelatih Timnas U-19 Indonesia, komunikasi saya dengan Ketum PSSI masih sangat baik dan pernah bertemu dengan Beliau.
Ketika itu, saya pribadi ditugaskan untuk membangun tim untuk persiapan pra-Olimpiade, untuk proyek jangka panjang. Tugas ini memang baru mulai diformulasikan oleh PSSI.
Dalam perjalanan, PSSI punya tim untuk mengevaluasi timnasnya, mulai dari senior hingga level kelompok usia.
Mengapa saya menerima penunjukan kali ini? Tentu karena ada permintaan dari PSSI.
Karena formulasi dari tim Olimpiade itu belum final, sekarang saya diminta lagi untuk diperbantukan kembali ke Timnas U-19 Indonesia.
Kalau ditanya mengapa saya mau, jawaban saya tegas karena ini negara yang minta. Hanya dua hal yang jadi doa orangtua saya, yakni berguna bagi agama dan bangsa.
Jadi, tidak ada alasan apa pun untuk saya. Kalau negara yang minta, saya akan menghilangkan semua kepentingan atau idealisme dan akan fokus membantu federasi.
Belajar dari Piala AFF U-19 dan Kualifikasi Piala AFC U-19, perbaikan apa yang akan Anda lakukan di Timnas U-19?
Sebenarnya yang harus diperbaiki di sepak bola Indonesia tidak hanya tim nasional. Timnas akan bagus kalau pembinaan secara menyeluruh juga bagus. Timnas adalah foto dari bagus atau tidaknya kegiatan di luar timnas itu sendiri.
Dibandingkan dengan Timnas U-19 Indonesia era Evan Dimas --di mana ketika itu saya punya ruang yang besar selama 3 tahun untuk membangunnya dan bisa berprestasi maksimal menjuarai Piala AFF dan lolos ke putaran final Piala AFC dengan mengalahkan Korsel-- tim kali ini sebenarnya punya kualitas yang lebih bagus.
Hanya memang waktu yang tersedia baru 8 bulan, padahal tim dihadapkan pada tuntutan dan keinginan untuk berprestasi tinggi. Inilah yang memang jadi tantangan buat saya ke depan.
Dari apa yang sudah saya lakukan selama 8 bulan, tentu ada beberapa catatan, termasuk dari sisi individu yang mesti diubah.
Yang kedua, secara teknis, saya pribadi juga harus mau banyak belajar. Saya diberikan kesempatan oleh federasi untuk mengikuti kepelatihan di AFC Pro dan saya lakukan itu.
Secara tim, banyak hal yang memang harus kita perbaiki. Hanya, perlu diingat bahwa perbaikan itu perlu waktu.
Prestasi butuh waktu, tapi di satu sisi ada keinginan yang lebih cepat daripada proses pembentukan tim. Inilah tantangan yang harus kami hadapi untuk pelatih tim nasional.
Suporter akan selalu mengidentikkan Anda dengan gelar Piala AFF U-19 2019 dan permainan berbasis penguasaan bola. Apakah ini menjadi tuntutan soal standar minimal yang mesti diperlihatkan tim Anda?

Setiap pelatih tentu punya filosofi. Pola permainan yang saya terapkan di Timnas U-19 Indonesia adalah hasil dari pengalaman sejak 2011.
Saya mencoba menterjemahkan cara bermain yang paling cocok di Indonesia, paling sesuai zaman, serta paling simpel untuk anak-anak kita.
Saya memang mengakui bahwa filosofi serta cara main yang saya kembangkan belum sempurna karena membangun tim bisa memakan waktu 1-2 dekade.
Saya sampaikan pada PSSI bahwa yang saya lakukan belum sempurna.
Sepak bola bukan hanya possession. Tapi, menurut saya, dulu saja pemain kita sudah mampu melakukan possession, artinya kini tinggal tahap kedua bagaimana possession itu lebih progresif.
Apa harapan Anda terhadap suporter sepak bola Indonesia?
Saya sudah dari 2011, paham betul apa yang dirasakan oleh suporter. Bermacam-macam aspirasi dari mereka, tapi intinya cuma agar timnas berprestasi.
Oleh sebab itu, untuk saya pribadi dan untuk tim, saya harapkan betul support dari masyarakat sepak bola. Ini pekerjaan yang sangat berat. Dukungan moril sangat penting selain support dalam hal lain, termasuk finansial.
Suporter itu untuk saya adalah darah dari sepak bola itu sendiri. Peran suporter sangat penting bagi pemain dan tim.
Oleh sebab itu saya berharap pada suporter dari seluruh Indonesia yang merindukan prestasi, ayo kita bersama-sama membangun Timnas U-19 Indonesia dengan porsi masing-masing.
Selama beberapa waktu terakhir, Anda berkeliling ke sejumlah daerah di Indonesia. Apa yang Anda pelajari soal kondisi sepak bola Indonesia dari kunjungan-kunjungan tersebut?
Ini sudah saya lakukan 3-4 tahun terakhir. Yang dibutuhkan di daerah adalah informasi kepelatihan.
Banyak pelatih berdedikasi yang saya temukan di daerah, tapi tidak punya sertifikasi serta ilmu kepelatihan yang benar-benar baik.
Oleh sebab itu, sudah tepat PSSI memperbanyak pelatih dan meningkatkan kualitas mereka.
Kompetisi saja tidak cukup. Kalau kompetisi semata yang diperhatikan, tanpa perbaikan kualitas yang mengajar atau pelatih, sama saja dengan ujian. Bagaimana mungkin bisa meraih nilai tinggi kalau belajarnya tidak bagus.
Karenanya, pelatih harus diperbanyak dan kualitasnya ditingkatkan.
Yang kedua, kompetisi yang diperbanyak, bukan sekadar event atau turnamen kecil. PSSI sudah melakukan dengan kompetisi di berbagai kelompok usia.
Kalau ini dilakukan secara konsisten dan penuh komitmen, kualitas sepak bola kita akan terangkat.
