Tausiah Ramadan

Etika Bertetangga Umat Islam

Seorang manusia tidak bisa hidup dalam kemandirian mutlak yang tidak memerlukan bantuan orang lain

NU ONLINE
ilustrasi salat berjemaah 

Oleh: KH Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia

TRIBUNBATAM.ID - Islam adalah agama yang lengkap. Menyajikan panduan bagi umatnya tentang semua hal untuk hidupnya. Tak terkecuali saat bertetangga.

Tidak sedikit orang yang bertetangga justru saling menyakiti, saling melaporkan ke polisi hanya karena masalah sepele seperti soal parkir mobil atau kenakalan anak.

Tentu saja contoh itu adalah hal buruk yang tidak patut dicontoh. Bertetangga hakikatnya manusia menjalani konsep sebagai makhluk sosial, yang oleh sosiolog disebut "zon politicon".

Seorang manusia tidak bisa hidup dalam kemandirian mutlak yang tidak memerlukan bantuan orang lain. Tak terkecuali seorang muslim, yang memiliki rujukan Alquran dan As-Sunnah.

Ada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Khatib, Rasulullah SAW bersabda: Pilihlah tetangga sebelum memilih rumah. Pilihlah teman sebelum memilih jalan, dan siapkanlah bekal sebelum berangkat. (HR. Al-Khathib).

Pesan nabi ini menekankan betapa pentingnya memiliki lingkungan hidup yang "sehat" dan yang mendukung kenyamanan dibandingkan rumah yang akan ditinggali. Sehingga pilihlah siapa yang akan menjadi tetangga kita sebelum membeli rumah.

Kondisi rumah akan sangat mempengaruhi kenyaman internal anggota keluarga, sementara tetangga adalah lingkungan yang akan membuat nyaman secara sosial.

Keduanya harus bisa diraih jika ingin mendapatkan kebahagiaan sejati, selain tentu saja dibarengi ketaatan kepada Allah.

Ada prinsip umum yang harus dilakukan seorang muslim dalam bertetangga dan berhubungan dengan pihak lain, baik dengan sesama muslim atau dengan non muslim.

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dikatakan: "Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Muslim)

Dalam kaitannya bertetangga maupun bergaul dengan sesama, Rasulullah memberikan penekanan bahwa etika pokok seorang muslim yang sempurna keislamannya adalah di saat ia mampu menjaga dirinya untuk menzalimi orang lain dalam bentuk apapun, baik oleh lisannya maupun tangannya.

Pesan Rasulullan dengan "merasa aman dari lisannya" bisa mencakup gangguan dengan bentuk ucapan maupun dengan gerakan lisan yang bersifat melecehkan atau merendahkan orang lain. Sementara "selamat dari tangannya" bisa mencakup kezaliman yang menggunakan tangan atau anggota tubuh lainnya, dan juga kezaliman dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki.

Tentu hal ini berlaku untuk semua aspek rasa aman yang berhubungan dengan orang lain, yang mencakup setiap orang yang dilindungi darah, harta, dan kehormatannya di dalam Islam.

Lalu, bagaimana praksisnya bentuk perbuatan mulia terhadap tetangga itu?
Pertama, memuliakan tetangga. Dalam sebuah hadisnya yang sangat terkenal Nabi bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya (HR. Muttafaqun `alaihi).

Pesan hadits ini menekankan soal bertetangga sangat tinggi kedudukannya hingga disejajarkan keimanan seseorang terhadap Allah dan hari akhir.

Artinya barangsiapa yang tidak memuliakan (berbuat baik) terhadap tetangganya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang tidak beriman terhadap Allah dan hari akhir.

Kedua, memelihara hak tetangga, khususnya yang paling dekat. Betapa Rasulullah mewanti-wanti agar benar-benar baik sesama tetangga yang paling dekat. Minimal dengan lingkungan kompleks rumah.

Pernah suatu kali Aisyah ra bertanya: Ya Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah? Rasulullah menjawab: "Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu (HR. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud).

Jelaslah tetangga yang paling dekat lebih berhak didahulukan daripada tetangga yang letak rumahnya jauh. Tetangga yang paling dekat akan menjadi orang pertama yang menolong di saat kita terkena musibah.

Ketiga, tidak mengganggu ketenangan. Karena posisinya saling berdekatan, sementara masing-masing memiliki hak hidup, maka harus saling mengerti satu sama lain.

Terlarang bagi seorang mukmin mengganggu ketenangan tetangganya. Larangan keras ini ditemukan dalam hadis dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah berkata:

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya.

Jika kita ikuti berita di media, banyak orang bertangga justru bertengkar soal-soal sepele, misalnya kenakalan anak, rebutan akses jalan, atau soal perilaku keseharian dalam berbusana, atau menggunakan alat elektronik. Jelas ini melanggar fatsun bertetangga yang harus dihindari.

Keempat, saling menasihati dalam kebaikan. Karena hidup bersama dalam lingkup dekat, kenal dan sering bertemu, maka disarankan saling menasihati dalam kebaikan dan mencegah dalam keburukan.

Nabi bersabda: Agama itu nasihat. Kami (para sahabat) bertanya: "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin. (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Nasa'i).

Karena itu, sampaikanlah nasihat-nasihat baik dengan cara hikmah, di antaranya dengan tidak menyebut orang yang dituju dan dengan tidak dilakukan secara kesombongan, apalagi dengan merasa lebih hebat darinya.

Kelima, saling berbagi makanan. Apalagi dalam satu flat yang sering tahu apa yang masing-masing dimasak. Rasulullah saw bersabda: Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu". (HR. Muslim).

Dengan saling berbagi makanan atau oleh-oleh akan meningkatkan kedekatan sesama.

Keenam, tidak saling cari kesalahan. Perilaku ini sering muncul saat diantara mereka ada rasa iri hati dengan banyak hal. Seharusnya, daripada mencari-cari kesalahan tetangga lebih baik kita mencari-cari kesalahan diri sendiri. Kemudian kesalahan demi kesalahan pribadi tersebut sedikit demi sedikit diperbaiki hingga menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Ketujuh, bersabar atas perlakuan buruk tetangga. Meski berat tetapi ini akan sangat mulia di mata Allah. Memang ada saja tetangga kita adalah orang-orang yang tidak mengerti akan agama sehingga mereka tidak berbuat baik dengan orang-orang di sekitarnya. Jika hal ini terjadi, maka kuatkan jiwa dengan kesabaran dan tahanlah amarah kita.

Di bulan yang mulia ini, hendaknya kita selalu mengingat akan nilai-nilai keutamaan Ramadan. Wallahualam. (*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved