Kisah Putri Jenderal Ahmad Yani, Korban G30S/PKI, Dari Trauma Kini Berdamai dengan Keluarga PKI
Dengan air mata meleleh, saya berteriak, 'Papi..., Papi.... Saya ambil darah Papi, saya usapkan ke wajah turun sampai ke dada
Setelah itu, terdengar beberapa dialog tentara yang mengajak Panjaitan agar ikut bersama mereka.
Seorang berseragam hijau dan topi baja berseru, "Siap. Beri hormat,"
Panjaitan sempat minta izin untuk berdoa, namun tiba-tiba bagian belakang kepalanya dipukul saat dia jongkok sambil menangkupkan tangannya.
Setelah itu, DI Panjaitan ditembak dua kali tepat di kepala. "Saya melihat kepala Papi ditembak dua kali," cerita Catherine.
"Dengan air mata meleleh, saya berteriak, 'Papi..., Papi.... Saya ambil darah Papi, saya usapkan ke wajah turun sampai ke dada."
Para tentara tersebut kemudian menyeret jasad Panjaitan ke luar rumah, lalu tubuhnya dilempar melalui bagian atas gerbang rumahnya ke mobil.
Selain Catherine, satu lagi yang menjadi saksi kekejaman PKI adalah Amelia Yani, putri dari jenderal Achmad Yani (saat ini sering ditulis Ahmad Yani).
Menurut Amelia, setelah peristiwa itu, ia mengalami trauma berat sampai akhirnya menyepi di sebuah desa kecil, tanpa listrik dan jauh dari keramaian kota di wilayah Yogyakarta.
Di desa sepi itulah ia terus menata traumanya dan akhirnya bisa berdamai dengan keadaan.
Bahkan, melalui perjalanan panjang batinnya itu, Amelia justru semakin kuat.
Buktinya, ia mulai bertemu dengan para anggota keluarga keturunan PKI yang praktis berseberangan dengan keluarganya, korban kekejaman PKI.
Bagi Amelia Achmad Yani (67), September setiap tahun merupakan bulan yang mengingatkan ia kepada peristiwa kelam bagi dirinya, keluarganya, dan bangsa Indonesia.
Amelia saat ini menjadi Duta Besar Republik Indonesia (RI) untuk Bosnia dan Herzegovina, merupakan anak ketiga dari delapan anak almarhum Jenderal Ahmaed Yani dan almarhumah Yayu Rulia Sutowiryo.
Pada 30 September 2017 siang waktu setempat, di kediamannya, Wisma Indonesia di Sarajevo, Bosnia dan Herzegovina, Amelia mengadakan tahlilan bagi para pahlawan revolusi, terutama untuk almarhum ayahnya.