WISATA SUMATERA BARAT

Jam Gadang Bukittinggi Kini Tampil Beda. Ada Air Mancur Warni Warni yang Menari. Rancak Bana!

Beberapa hari terakhir, berseliweran foto dan video terkait objek wisata di kota Bukittinggi yang sudah direnovasi pemerintah kota Bukittingi

Penulis: Mairi Nandarson | Editor: Mairi Nandarson
screenshot video instagram/minangitsme
Ada Air Mancur di Jam Gadang Bukittinggi 

Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".

Selain sebagai pusat penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini.

Taman ini menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada hari libur.

Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.

Dilansir dari wikipedia, ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter, sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.

Bagian dalam menara jam setinggi 36 meter[1] ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.

Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.

Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang.

Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.

Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas.

Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen.

Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur dan pasir.

Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Jazid Radjo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved