Nama Nurhadi Capres No.10 Semakin Mendunia. Diberitakan Media Asing

Nurhadi Capres No.10 ini memang bukan capres rekaan seklompok anak muda, berpasangan dengan Aldo sehingga singkatannya pun sedikit nyeleneh, Dildo.

screen
Nurhadi Capres No.10 menjadi pemberitaan media inggris The Guardian 

TRIBUNBATAM.id, INGGRIS - Sosok Nurhadi Capres No.10 sangat cepat populer setelah diperkenalkan sekompok anak muda, beberapa waktu lalu.

Nurhadi Capres No.10 ini memang bukan capres rekaan seklompok anak muda, berpasangan dengan Aldo sehingga singkatannya pun sedikit nyeleneh, Dildo.

Namun, nama Nurhadi langsung cepat menjadi viral dan populer karena para tim suksesnya yang merupakan pegiat media sosial juga cukup kreatif dan aktif mempropagandakan pasangan Nurhadi-Aldo ini.

Namun, tidak hanya menjadi hiburan segar di tengah tegangnya Pilpres 2019 ini, Nurhadi juga menjadi simbol tidak puasnya para kelompok milenial dengan masalah politik saat ini.

Setidaknya itulah pandangan The Guardian, media Inggris yang mengulas tentang peta politik di Indonesia, Jumat (18/1/2019).

Media Inggris itu memasang foto rekayasa Nurhadi bersalaman dengan Presiden Donald Trump yang dkiunggah di Intagram.

"Vote 'Dildo for Indonesia': rivals for president find young voters hard to please", begitu judul The Guardian online.

Seorang Hakim Kencani Dua Wanita Sekaligus di Rumah Dinas, Digerebek Oleh Warga

Masalah Vanessa Angel Makin Rumit. Ibu Tirinya Kesal Dibilang Kekasih Angel Tak Mendukung

Akun Instagram Lambe Turah Mendadak Hilang Usai Kabarkan Prostitusi Online di Surabaya

Menurut media tersebut,. kehadiran Nurhadi memang berawal dari kegusaran kelompok milenial yang melihat para pemimpin yang dinilai tidak mewakili mereka.

The Guardian menyebutkan bahwa keresehan anak muda bisa dilihat dari kehadiran Nurhadi-Aldo yang kreatif, menyenangkan dan lebih mewakili kelompok anak muda.

Tokoh capres fiktif ini langsung mendapat sambutan para anak muda, telah menarik hampir 400.000 pengikut di Instagram dan ribuan di Twitter dan Facebook, hanya dalam waktu sebulan.

Nurhadi dan Aldo menjadi terkenal karena tagline kampanye vulgar mereka, singkatan kreatif dari nama mereka: "Dildo untuk Indonesia".

"Saya melihat gerakan ini sebagai angin segar bagi politik kita," kata Edwin, salah satu pencipta Nurhadi Capres No.10 kepada Guardian.

“Ini adalah perspektif baru, cara baru untuk menikmati politik, dan drama politisi elit yang selalu berdebat, tetapi tidak benar-benar mewakili kita."

"Saya benar-benar menantikan untuk mendengar dari kandidat kami, tetapi kebanyakan mereka tidak menunjukkan kepada kami program mereka, atau menghasilkan solusi untuk masalah kami," kata Edwin.

Menurut Guardian, pada Pilpres Bulan April nanti, para pemilih milenial mencapai 80 dari 187 juta pemilih, tetapi sebagian pemilih muda tidak tertarik dengan pilihan di depan mereka.

BERITA PERSIB - Patrich Wanggai Diisukan Pindah ke Kalteng Putra, Persib Kekurangan Banyak Pemain

BERITA PERSIB - Hadapi Kompteisi, Persib Bandung Gelar Tes Medis untuk Para Pemainnya

Guardian menyorot, debat capres Kamis malam yang berfokus pada hukum, hak asasi manusia, terorisme dan korupsi, menurut analis, mereka gagal mengartikulasikan visi kreatif untuk beberapa masalah Indonesia yang paling mengakar.

Rekor Nurhadi dan Aldo sesuai dengan estetika kampanye klasik Indonesia.

Mereka mengejek formula politik yang kaku dan menggunakan kata-kata vulgar, namun kekinian.

Salah satu kebijakan mereka, misalnya program subsidi internet, "Program Anak Perusahaan Tagihan Warnet Bagi Umum" dipotong menjadi "Prostat Bau".

Yang lain memposting ejekan konflik kepentingan antara kepemilikan media Indonesia dan partai-partai politik, atau menggunakan karikatur Karl Marx, tusukan satiris pada paranoia komunisme Indonesia, yang dilarang.

Nurhadi dan Aldo juga pro-hak LGBT dan memiliki program "halal" untuk melegalkan ganja yang tidak terpikirkan dalam iklim politik Indonesia saat ini.

Edwin, yang merupakan seorang mahasiswa dari Jawa Tengah mengatakan kepada The Guardian bahwa ia menciptakan para kandidat dengan bantuan tujuh orang.

Anak-anak muda rekannya itu ia temui di halaman komedi online, setelah bosan dengan kandidat presiden tahun ini. 

Nurhadi sendiri adalah tukang pijat dari Kudus, sepakat untuk meminjamkan wajahnya untuk kampanye dan nama Nurhadi ternyata bukan nama aslinya.

Sedangkan sosok Aldo yang menjadi wakilnya fiksi murni, penyatuan dari dua wajah yang berbeda.

Pidato di Televisi

Uniknya, Nurhadi sendiri tidak pernah bertemu dengan para tim sukses yang menciptakannya.

Hal itu dkiungkapkannya saat diundang ke acara Hitam Putih Trans 7, 

Sebelum wawancara, Nurhadi diminta olewh Deddy Corbuzer untuk memberikan pidato singkat layaknya pidato kenegaraan pada umumnya.

Nurhadi pun berdiri di depan mimbar dan menyapa para penonton yang ada di studio, didampingi Rico Ceper sebagai tim keamanan.

Mimbar tersebut dipasangi logo partai fiktif yang mengusung Nurhadi pula, yakni Partai Untuk Kebutuhan Iman (PUKI).

"Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarokatuh, saya percaya kalian kenal saya semua. Kenal kan? Kenal, ndak?," tanya Nurhadi pada penonton.

"Dijawab, kenal tidak?," ulangnya saat tidak ada yang merespon.

"Kenal," jawab para penonton kemudian.

"Calon nomor berapa?," tanya Nurhadi.

"Sepuluh," jawab para penonton kompat.

"Hebat. Mas Deddy juga hebat," ucap Nurhadi.

Penonton pun kemudian bertepuk tangan.

"Terima kasih, wassalam," katanya, kemudian langsung menutup pidato.

Deddy dan semua orang di studio tersebut pun kemudian terheran-heran.

"Lho, lho gitu tok?," kata Deddy tidak terima.

"Ada enggak.. Pemikiran-pemikirannya gitu lho sebagai presiden," ucap Deddy, merasa tak habis pikir.

"Oo.. Iya iya iya," jawab Nurhadi sambil menganggukkan kepala.

Ia pun kemudian melanjutkan pidatonya.

"Terlalu sibuk presiden akhir-akhir ini. Banyak undangan kesana-kemari. Bisa dimengerti ya?," ungkapnya kepada penonton sambil menangkupkan kedua tangannya.

Setelah para penonton menjawab secara serempak dengan kata 'ya', Nurhadi pun kembali melanjutkan.

"Terima kasih, kalian semakin cerdas. Untuk menjadi orang sukses, ada tiga resep. Jangan dikira urusan masakan lho ya. Resep menjadi sukses, satu, berdoa, berusaha, dan yang terpenting ada orang dalam," kata Nurhadi.

Mendengar penuturan Nurhadi tersebut kemudian penonton tertawa dan bertepuk tangan.

"Jangan lupa coblos nomor sepuluh! Jangan lupa coblos nomor sepuluh, oke!," imbau Nurhadi menutup pidatonya.

Tukang Pijat

Meski tidak benar-benar berpartisipasi dalam Pilpres 2019, paslon Nurhadi-Aldo memiliki banyak penggemar di media sosial karena nada "kampanye" mereka yang kocak.

Meski nada kampanye Nurhadi-Aldo cenderung kasar dan sedikit vulgar, gaya candaan mereka tetap disukai netizen.

Sosok keduanya seakan menjadi intermezzo menjelang pemilihan presiden 2019.

Di samping sosok Nurhadi-Aldo yang viral, tagar dan kalimat yang disampaikan keduanya juga viral.

Pada awalnya, tidak ada yang mengetahui siapa sosok di balik capres cawapres fiktif ini.

Hingga kemudian terungkap, Nurhadi ternyata seorang tukang pijit asal Kudus yang memang gemar melontarkan kata-kata kocak.

Ketika ditanya tentang calon presidennya, Nurhadi justru tak tahu-menahu.

"Saya malah tidak tahu dan tidak kenal siapa cawapres pasangan saya itu," tutur pria kelahiran Kudus, 10 Agustus 1969 ini dalam wawancara dengan Kompas.com, Minggu (6/1/2019).

Diberitakan Tribunnews, Nurhadi adalah hasil imajinatif seorang warga yang mengaku berasal dari Yogyakarta.

Pada Desember 2018 lalu, seseorang yang mengaku bernama Edwin asal Sleman DIY, menghubunginya via aplikasi messenger.

Dalam obrolan itu, Edwin mengaku sangat mengagumi Nurhadi.

Awalnya, beberapa tahun lalu, melalui akun Facebook pribadi, Nurhadi membentuk "Komunitas Angka 10".

"Nah, kemudian ada orang yang mengaku dari Yogyakarta bernama Edwin. Dia yang mengikuti akun saya itu mengaku ngefans dengan saya. Apalagi pengikut saya di komunitas angka 10 mencapai puluhan ribu. Kata dia, unggahan-unggahan saya itu lucu dan menginsiprasi," kata Nurhadi.

Dari situlah kemudian capres dan cawapres bayangan, Nurhadi dan Aldo (Dildo) mulai tercipta.

Edwin terus intens berkomunikasi dengan Nurhadi.

Saat itu, Edwin meminta izin kepada Nurhadi apakah berkenan jika nama dan wajahnya diviralkan melalui medsos sebagai capres fiktif.

Nurhadi pun mengamini penawaran itu asalkan tidak melanggar hukum dan agama.

Apalagi, mereka sama-sama jengah atas situasi menjelang Pilpres 2019 yang menurut mereka sudah tidak sehat.

Maka, terbentuklah capres dan cawapres fiktif tersebut di medsos hasil karya Edwin yang disebutnya sebagai tim suksesnya.

Capres-cawapres fiktif itu hanya sebatas "dagelan politik" yang berisi sindiran-sindiran dengan politik saling sikut saat ini.

"Saya jawab, kenapa harus saya kok tidak orang lain saja. Kata Edwin sih saya lebih berpotensi tenar karena dikenal banyak pengikutnya. Ya sudah saya setuju dengan syarat dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebagai humor politik saja untuk meredam ketegangan suasana Pilpres 2019. Saya enggak mau terjadi keributan hanya karena beda pilihan presiden," ungkap Nurhadi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved