BATAM TERKINI

Sehari Hasilkan 1 Ton Sayur, Petani Batam Sedih Kerap Digusur: Kami Dianggap Orang Tak Dibutuhkan

Para petani di sejumlah wilayah di Batam mengaku sedih karena kerap menjadi korban penggusuran oleh pemerintah saat investor masuk.

TRIBUNBATAM.id/IAN PERTANIAN
Sejumlah lahan di Batam disulap menjadi area pertanian orang petani dan ditanami aneka sayuran mulai kangkung, bayam, singkong, jagung dan lainnya. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Saat ini, geliat pertanian di Batam sudah mulai terlihat. Terutama dari sisi penghasil sayur.

Sejumlah lahan tidur mulai diberdayakan para petani untuk ditanami sayur mayur, seperti bayam, kangkung, kacang panjang dan ubi kayu atau singkong.

Setiap hari, para petani di Batam menghasilkan sekitar satu ton sayur bayam dan kangkung.

Sementara untuk ubi kayu petani di Batam disebut bisa memenuhi kebutuhan pasar di Batam.

Hal tersebut diungkapkan Yusuf, Ketua Koperasi Tani Sumber Rezeki Berkah kepada Tribunbatam.id.

Saat ini, lahan yang digarap petani sayur mayur di Batam antara lain berada di Barelang, Tembesi, Sekupang, Tanjungpiayu, Nongsa dan Sekupang Batam.

Polda Kepri Segel Perusahaan Produsen Teh Prendjak, Ini Alasannya!

SAH, Syahrini dan Reino Barack Resmi Suami Istri, Simak Video Suasana Akad Nikahnya

Yakinkan Pengusaha Singapura, Ini Penjelasan Kepala BP Batam Soal Walikota Ex Officio

Dicekik Pacarnya hingga Tewas, Mayat Seorang Mahasiswi Dibuang ke Luar Kota Naik Motor

Warga Cuma 135 Orang, Tapi Jumlah Pemilih 236 Orang, Ini Kata Ketua RT 04 Perumahan Sagulung

"Setiap hari kita menyuplai sayur mayur di Batam," kata Yusuf.

Dia juga mengatakan, dari Tembesi sendiri setiap hari petani sayur memanen paling sedikit 400 kilogram sayur bayam, dan sayur kangkung.

"Yang tidak ada di Batam ini hanya sayur kol dan sayur putih," kata Yusuf.

Dia juga berharap pemerintah kota Batam memberikan perhatian pada petani di Batam. 

Yakni dengan menyediakan lahan untuk petani sehingga bisa memenuhi kebutuhan sayur mayur di Batam.

"Sampai saat ini petani di Batam, ini hanya dianggap pemerintah sebagai orang yang tidak dibutuhkan,"kata Yusuf.

Dia mengatakan mereka sangat merasakan tekanan dari pemerintah, di mana lahan yang mereka kelola dan sudah menghasilkan dilakukan penggusuran tanpa peduli dengan apa yang sudah dikerjakan para petani.

"Untuk menjadikan lahan itu layak untuk dijadikan pertanian, ada waktu, tenaga dan pikiran, tetapi hal itu tidak pernah dipikirkan pemerintah jika investor datang mereka tanpa berdosa langsung menggusurnya," katanya.

Penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah tersebut membuat para petani harus memulai kembali, mengolah lahan untuk dijadikan pertanian.

"Di sini kadang-kadang yang membuat hasil pertanian dari Batam tidak bisa normal memasok hasil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," kata Yusuf.

Dia berharap ke depan agar pemerintah memperhatikan para petani di Batam.

"Kami yakin kalau kami dibina, minimal dikasih lahan, pasti kebutuhan sayur mayur di Batam bisa tercukupi,"kata Yusuf.

Ngamuk Harga Sayur Anjlok

Sejumlah petani yang ada di kawasan Sidomulyo Tembesi, Batam, Kepulauan Riau memilih membabat habis tanaman sayur mereka sendiri. Hal ini dilakukan mereka karena merasa kecewa dengan harga sayuran yang saat ini sangat anjlok di pasaran.
Sejumlah petani yang ada di kawasan Sidomulyo Tembesi, Batam, Kepulauan Riau memilih membabat habis tanaman sayur mereka sendiri. Hal ini dilakukan mereka karena merasa kecewa dengan harga sayuran yang saat ini sangat anjlok di pasaran. (KOMPAS.com/ HADI MAULANA)

Sebelumnya diberitakan sejumlah petani di Sidomulyo Tembesi, Batam, Kepulauan Riau, memilih membabat habis tanaman sayur mereka sendiri.

Hal ini dilakukan karena mereka kecewa dengan harga sayuran yang saat ini anjlok di pasaran.

Ketua kelompok Tani Tembesi, Yusuf saat ditemui di kebunnya mengaku harga sayuran di pasaran sangat tidak manusiawi.

Keuntungan yang didapat tak sebanding dengan modal produksi yang sudah dikeluarkan.

"Begitu panen harganya anjlok. Gegara saat ini sangat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan selama masa bercocok tanam," kata Yusuf di kebunnya, Selasa (26/2/2019).

Saat ini, kata Yusuf, sayur miliknya dibeli Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilogram. Bahkan ada yang tidak laku karena tidak diambil para pedagang.

Yusuf mengatakan, sebenarnya petani sayur di Tembesi tidak ingin membabat tanamannya sendiri.

Namun karena tidak ada solusi dari pemerintah, akhirnya kekecewaan mereka diluapkan dengan membabat seluruh tanaman sayur yang mereka miliki ini.

"Rata-rata sayuran ini berusia 20 hari dan siap panen. Namun karena harganya anjlok, akhirnya kami babat," katanya.

"Makanya tidak ada cara lain untuk meluapkan kekesalan ini. Pembabatan ini kami lakukan juga agar bisa secepatnya melakukan pergantian jenis tanaman yang akan kami tanam untuk menimalisir kerugian yang kami alami," ujarnya.

"Kami juga berharap agar pemerintah kota atau instansi terkait dapat mengontrol harga harga di pasaran sehingga petani tidak terus menerus dirugikan," katanya. (*/ian)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved