Totalitas Polwan Dalam Bertugas, Menyergap Bandar Narkoba Hingga Menyamar Jadi PSK

Polisi wanita alias polwan yang sering terlihat cantik dan anggun, pekerjaan mereka ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

kolase Tribun Medan
Ilustrasi Polwan. Tak hanya cantik-cantik, tugasnya juga semakin menantang 

TRIBUNBATAM.ID - Polisi wanita alias polwan yang sering terlihat cantik dan anggun, pekerjaan mereka ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Mereka sering terlibat dalam tugas-tugas penting yang menjadi target polisi, bahkan ikut dalam operasi berbahaya.

Misalnya Ajun Komisaris Rosana Labobar, seorang Polwan yang namanya melambung karena ikut menggagalkan penyelundupan 1 ton sabu-sabu dari China di dermaga eks Hotel Mandalika di Jalan Anyer Raya, Serang, Banten, Juli 2017 lalu.

Ini adalah tangkapan sabu terbesar dalam sejarah Indonesia.

Rosana bahkan rela tiarap berjam-jam demi aksi yang menghebohkan dunia itu.

"Kami bermalam ke sana. Hari pertama mereka (para pelaku) sudah ke Pantai Mandalika dari jam 11.00 malam sampai 04.30 subuh," tutur Ocha, sapaan akrab Rosana, seperti dilansir Kompas.com, setelah penangkapan.

Ocha, di tengah bulan purnama, posisinya mengintai hanya sekitar 30 meter dari mobil para pelaku.

ia hanya tiarap, duduk pun tak bisa karena bisa ketahuan oleh pelaku.

Sampai akhirnya keluar perintah penyerangan, Ocha pun bergerak bersama Satgas merah Putih yang bertugas.

Setelah sempat terjadi sedikit perlawanan, para pelaku dapat dilumpuhkan sekitar pukul 05.00.

Saat itu, ditemukan 51 paket sabu kualitas 1 seberat satu ton di dalam dua mobil yang sudah siap dibawa ke Jakarta.

Polisi menangkap empat WN Taiwan, yakni Lin Ming Hui, Chen Wei Cyuan, Liao Guan Yu, dan Hsu Yung Li.

Adapun Lin Ming Hui tewas ditembak polisi karena melawan saat akan ditangkap.

AKP Rosana alias Ocha bersama Satgas merah Putih dan 1 ton sabu hasil tangkapan

Beberapa waktu lalu, sosok Bripda Ismi Aisyah juga ramai saat terjadi peristiwa teror Bom Panci di Kota Bandung, Jabar, beberapa waktu lalu. 

Penggerebekan pelaku teror di Kelurahan Arjuna, Kota Bandung saat itu meninggalkan kisah menarik karenaq Bripda Ismi saat itu ikut dalam operasi penggerebekan 

Foto-foto Ismi saat kejadian itu beredar di media sosial dan membuatnya menjadi 'bintang'. 

Ya, di balik ketegangan yang ada ketika itu  ada satu sosok yang tampaknya membuat hati beberapa orang dalam kondisi kalut menjadi tenang.  

Usut punya usut, polwan berstatus Bripda ini juga ikut serta dalam penyergapan.

Bripda Ismi saat penggerebekan teroris bom panci di Cicendo.

Sontak, akun sosial media Ismi pun dilirik oleh banyak netizen.

Hal ini bisa dilihat dari lonjakan followers-nya.

Di hari kejadian Teror Bom Panci, Followersnya naik dari 20 ribuan menjadi 43 ribu followers di Instagram. Bandingkan, kini followernya di angka 500 ribu!

Menyamar jadi PSK

Polwan memiliki jiwa besar. Posisinya setara dengan polisi lain yang laki-laki, meski secara fisik berbeda.

Tugas-tugas yang dilakukan pun sama beratnya.

Untuk penyelidikan kehidupan malam dan perdagangan perempuan, Polwan bahkan sering diandalkan menyamar menjadi PSK.

Mereka menanggalkan pakmaian dinas dan mengubah penampilan menjadi perempuan nakal, memakai rok mini serta bedandan glamor.

Kapolsek Wedarijaksa, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Rochana Sulistyaningrum, misalnya, terjun langsung menyamar menjadi PSK, bahkan terpaksa menanggalkan hijab demi tugas kepolisian.

AKP Richana, lepas jilbab dan menyamar jadi PSK demi tugas (tribratanews.com)

Sasaran pertama dalam penyamarannya yaitu lokasi di Warung Kopi Kuro-Kuro di Dukuh Rames, Desa Sukoharjo, Kecamatan Wedarijaksa.

Sepekan sebelum melakukan penggerebekan ke Warung Kopi Kuro-Kuro, ia bergerak sendiri menelusuri bisnis esek-esek terselubung itu.

Dengan mengendarai sepeda motor, Rochana yang berpakaian preman mulai bertanya-tanya kepada warga sekitar.

Ia mulai bercengkerama dengan orang yang ada di dalam Warung Kopi Kuro-Kuro.

Dari penyelidikan awal itulah Rochana mengetahui modus warung kopi yang bagian depannya digunakan untuk jualan kopi dan makanan.

Pemiliknya cukup rapi mengelabui bisnis esek-eseknya karena hanya orang tertentu yang menjadi tamunya.

Mempercantik diri

Sehari sebelum penyergapan, wanita berhijab itu kemudian memutuskan untuk menyamar.

Ia mengajak seorang anggotanya, Bripda Mira Indah Cahyani (21).

"Mira, kamu jangan pulang dulu, nanti malam ada kegiatan. Tolong kamu jangan bilang anggota lain. Sore ini saya mandi di kantor dan selanjutnya antar saya ke salon," ujar Rochana.

Awalnya kedua polwan ini sempat canggung karena harus mengubah dandanan dengan berpakaian seksi. Namun, semua itu terpaksa dikesampingkan demi tugas mulia tersebut.

"Mira sempat risih karena saya suruh berganti kaus minim dan hotpant. Begitu juga saya yang memutuskan mengenakan daster dan melepas hijab. Tapi it's ok, inilah tugas yang harus kita emban," jelas Rochana.

Rambut kedua polwan ini pun didandani ala kekinian.

Bripda Mira harus mengenakan rambut palsu karena rambutnya pendek plus topi milik anak Rochana.

"Kalau saya yang berdandan seperti anak muda kan lucu. Makanya saya pakai daster saja," ungkap Rochana sambil tertawa.

Polwan kelelahan setelah mengatur arus arus mudik Lebaran

Rampung berdandan, kedua polwan tanpa berbekal senjata api (senpi) ini bergegas menuju warung kopi Kuro-Kuro dengan sepeda motor.

Keduanya mulai mengaku sebagai kerabat dengan status janda yang membutuhkan pekerjaan.

Rochana dan Mira kemudian bergantian memelas dan merayu seorang PSK sampau akhirnya Woro Wiranti (34), wanita pemilik bisnis prostitusi itu keluar dari kamar menemui keduanya.

"Saya kaget bukan kepalang begitu bosnya keluar. Ternyata ia biduan dangdut yang sering ketemu di panggung saat saya berjaga mengamankan. Kami pernah saling menyapa dan bertatap muka. Saat itu saya hanya berdoa semoga penyamaran lancar. Alhamdulillah ia tak mengenali saya," kata Rochana yang masuk Secaba Polwan tahun 1987 itu.

Rochana untuk Brondong

Setelah mengobrol selama beberapa jam sembari menikmati secangkir kopi, bos warung kopi Kuro-Kuro selaku mucikari akhirnya memberikan kode lampu hijau.

AKP Rochana dan Bripda Mira pun diterima bekerja dengan syarat harus senantiasa berpenampilan aduhai dan berangkat bekerja mulai pagi pukul 09.00 WIB.

"Besok langsung kerja aja layani tamu berkaraoke. Jika tamu minta esek-esek layani saja. Ada satu room karaoke dan dua kamar. Oh iya kamu jangan pakai daster lagi. Kalau siang banyak bos-bos berkumpul di sini. Ada bos ketela, bos ikan, dan bos tepung. Kalau habis magrib sudah sepi," kata mami PSK itu.

Meski sudah berumur Rochana diperbolehkan bekerja dengan tarif Rp 50 ribu sekali kencan.

"Katanya saya khusus untuk brondong, karena brondong tak berduit. Kalau Mira tarifnya Rp 350 ribu, dengan alasan karena muda dan bodinya masih bagus. Itu bosnya yang bilang," kisah Rochana.

Setelah sepakat dengan bos PSK, Rochana dan Mira langsung pulang ke Mapolsek Wedarijaksa.

Penyamaran mereka bahkan membuat petugas piket Mapolsek Wedarijaksa tak mengenali Rochana.

Anggotanya yang berjaga malam itu sempat mengusir Rochana yang hendak masuk ke kantor lantaran dikira orang gila yang berkeliaran.

"Hai kamu jangan masuk! Pergi atau kusiram kamu!" kata Rochana menirukan hardikan anak buahnya kala itu.

AKP Rochana setelah mengungkap bisnis prostitusi di Pati

"Enak saja mau nyiram, saya ini Kapolsek kamu," ujar Rochana yang langsung mrembuat heboh anak buahnya.

Keesokan harinya, yakni sekitar pukul 15.30 WIB, Rochana bersama tim gabungan dari Polsek Wedarijaksa menggerebek warung kopi Kuro-Kuro.

Dalam penggerebkan, polisi mengamankan tiga PSK, empat pria hidung belang, dan satu pasangan mesum di kamar.

Selain itu turut mengamankan seorang mucikari atau pemilik warung kopi Kuro-Kuro atas nama biduan Woro Wiranti (34).

"Mana Brondongnya, katanya saya mau dikasih brondong?" tanya Rochana pada mucikari yang lansgung tak bisa berbuat apa-apa.

Dari Garut Nyamar di Bali

Masih ada lagi kisah Polwan yang bertugas di Garut, harus melakukan ppenyamaran di Denpasa, Bali, untuk mengungkap bisnis prostirusi.

Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna mengatakan, pihaknya menugaskan dua anggotanya dari polwan untuk melakukan penyamaran sebagai PSK.

Begitu dipastikan ada praktik perdagangan orang dan prostitusi, petugas langsung masuk melakukan penyergapan.

Penggerebekan dan penyamaran di Bungalow 505 di Denpasar itu dilakukan setelah mendapat laporan orangtua yang anaknya dijadikan budak seks pria hidung belang di Bali.

Dua Polwan cantik dari Satreskrim Polres Garut menyamar sebagai PSK, yakni Brigadir Popy Puspasari dan Bripda Fitria Oktavia.

Mereka berani masuk tempat hiburan tersebut dengan menyamar menjadi PSK.

Dua penyidik di unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Garut tersebut menggunakan nama samaran Dewi untuk Brigadir Popy dan Bella untuk Bripda Fitria.

Brigadir Fitria (kiri) dan Brigadir Poppy, menyamar jadi PSK

Berkat keduanya, praktik prostitusi dan perdagangan orang di tempat hiburan tersebut terungkap.

"Awalnya masuk ke sana diwawancara dulu sama karyawan di sana," kata Dewi, eh, Brigadir Popy.

Dia mengaku tidak terlalu lama berada di dalam tempat hiburan tersebut.

Setelah itu, dia langsung menghubungi tim Satreskrim Polres Garut pimpinan Kasatreskrim AKP Aulia Djabar yang sudah berada tak jauh dari tempat hiburan tersebut.

"Jadi enggak lama, enggak sampai disuruh melayani tamu,"ujar Popy.

Ia mengaku sempat ketakutan ketika akan menyamar menjadi PSK. Namun, karena ada tim Satreskrim Polres Garut yang mendampingi, dirinya merasa lebih tenang.

Sejarah kelahiran polwan

Menelusuri sejarah kelahiran polisi wanita (polwan) di Indonesia, sangat menarik.

Melansir Wikipedia, kelahiran polwan Indonesia tak jauh berbeda dengan proses kelahiran polisi wanita di negara lain, yang bertugas dalam penanganan kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita, baik korban maupun pelaku kejahatan.

Di Indonesia, polwan lahir pada 1 September 1948 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, tatkala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) menghadapi Agresi Militer Belanda II.

Saat itu terjadi pengungsian besar-besaran pria, wanita, dan anak-anak meninggalkan rumah mereka untuk menjauhi titik-titik peperangan.

Untuk mencegah terjadinya penyusupan, para pengungsi harus diperiksa oleh polisi, namun para pengungsi wanita tidak mau diperiksa apalagi digeledah secara fisik oleh polisi pria.

Enam polwan angkatan pertama tahun 1951 di Bukittinggi (koleksi adrin kahar)

Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukittinggi untuk membuka "Pendidikan Inspektur Polisi" bagi kaum wanita.

Disampaikanya, Polwan lahir pada 1 September 1948, di kota Bukittinggi Sumatera Barat.

Setelah Indonesia merdeka, Organisasi Wanita dan Wanita Islam mengajukan permohonan kepada Pemerintah dan Jawatan Kepolisian Negara untuk mengikutsertakan wanita dalam pendidikan kepolisian guna menangani masalah kejahatan yang melibatkan anak-anak dan wanita.

Alasannya, kurang pantas seorang laki-laki memeriksa atau menggeledah tersangka wanita yang bukan muhrimnya, dan dikhawatirkan adanya perlakuan kurang terhormat terhadap tersangka wanita selama dalam tahanan.

Enam perempuan pertama yang menjadi Polwan mulai mengikuti Pendidikan Inspektur Polisi di Sekolah Polisi Negara Bukittinggi pada 1 September 1948 yang kemudian diperingati sebagai HUT Polwan.

Keenam orang itu adalah Nelly Pauna Situmorang, Mariana Saanin Mufti, Djasmaniar Husein, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukoco, Rosnalia Taher.

Keenamnya juga tercatat sebagai wanita ABRI pertama di tanah air karena saat itu, kepolisian dengan militer masih tergabung dalam ABRI.

Pendidikan Polwan sempat terputus karena agresi Belanda dan para Polwan tersebut ikut bergerilya ke pedalaman.

Bulan Januari 1950 dengan adanya instruksi dari Kepala Cabang Jawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera, para Polwan itu berkumpul kembali di Bukittingi untuk melanjutkan pendidikan hingga dilantik pada tahun 1951.

Polwan juga diberikan kepercayaan menduduki jabatan strategis, seperti wakapolda, serta Wakapolres, Kapolsek, dan kasat di tingkat Polres.

Polwan Suapi Sekretaris FSPMI nasi tumpeng
Polwan Suapi Sekretaris FSPMI nasi tumpeng saat demo buruh di Batam (Tribun Batam)

Artikel ini sebagian disadur dari tribun-medan.com dengan judul Udar Fakta Totalitas Polwan, Rela Masuki Bisnis Esek-esek dan Menyaru Jadi PSK, Ini Kisahnya, http://medan.tribunnews.com/2019/03/20/udar-fakta-totalitas-polwan-rela-masuki-bisnis-esek-esek-dan-menyaru-jadi-psk-ini-kisahnya?page=all.

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved