BATAM TERKINI
Miliki Sabu 11 Kg, Hendry Hanya Dituntut 20 Tahun Penjara, Jaksa Minta Terdakwa Segera Susun Pledoi
Hendry alias Apen Bin Sunaryo jaringan narkoba antar negara dituntut 20 tahun penjara atau dituntut dengan tuntutan lebih ringan dibanding semestinya.
TRIBUNBATAM.id, BATAM – Hendry alias Apen Bin Sunaryo jaringan narkoba antar negara yang ditangkap Mabes Polri karena memiliki narkotika jenis sabu seberat 11 kilo gram (kg), dituntut bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Batam.
JPU Rizky Harahap menuntut 20 tahun penjara. JPU menilai terdakwa ini melanggar pasal Pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Tuntutan yang sama juga diberikan kepada Hery Loanardy alias Cobra.
Tuntutan ini lebih ringan dari acuan semestinya pasal 113 ayat 2 yang mengisyaratkan dihukum mati atau seumur hidup.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Hendry alias Apen Bin Sunaryo dengan pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata Rizky membacakan tuntutan di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam Selasa (26/3) sore.
Sidang yang digelar Selasa sore tersebut disidangkan dua majelis hakim.
Yakni Ketua Mejelis Hakim Efrida Yanti dan Mangapul Manalu sebagai anggota mejelis hakim. Sementara kedua terdakwa didiampingi pengacara Elisuita dkk.
Usai mendengarkan tuntutan yang dibacakan JPU, Efrida Yanti memberikan hak untuk bersuara.
• Rhenald Kasali Suruh Rocky Gerung Lebih Banyak Baca Buku, Debat Cerdas di ILC 26 Maret 2019
• Jadwal INDIA OPEN 2019 Hari Ini, Tontowi/Winny Hadapi Wakil Tuan Rumah
• Polisi Ungkap Ciri-ciri Pelaku Pembunuhan Pendeta Muda Melinda Zidemi
• Dulu Uang Dijadikan Tisu Toilet, Sekarang Rakyat di Negara Ini Hidup Melarat
• TEREKAM VIDEO - Seorang Pemancing Dikejar Buaya Karena Ingin Rebut Ikan Hasil Pancingannya
Apakah terhadap tuntutan itu mengajukan nota pembelaan (pledoi) atau tidak pada sidang pekan depan.
“Jadi saudara diberikan untuk menyusun pledoi. Silakan Anda konsultansi dengan pengacara,” kata Efrida Yanti.
Keduanya pun akan mengajukan pledoi pada sidang yang akan di sidang pekan depan.
Acara sidang pembacaan tuntutuan keduanya beberapa kali ditunda JPU. Berdasarkan rekam SIPP PN Batam, setidaknya empat kali ditunda.
Sebelumnya, dua terdakwa perkara narkotika jaringan antar negara Hendry alias Apen Bin Sunaryo dan Hery Loanardy alias Cobra saling bantah keterangan saat konfrontasi pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Batam Selasa (12/2/2019) sore menjelang malam.
Hendry dalam agenda sidang mendengarkan keterangan saksi, memberikan keterangan terhadap temannya Hery.
Dalam keterangannya, Hendry mengatakan kenal dengan Hery sekitar empat tahun lalu. Keduanya sama-sama tinggal di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Keduanya sama-sama suka mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu.
Selanjutnya, Hendry mengenal temannya bernama Cai Hok di Tanjungpinang yang sebelumnya tewas tertembak saat dilakukan penangkapan September 2018 lalu oleh tim Mabes Polri.
Atas perkenalannya dengan Cai Hok, maka narkotika jenis sabu dikirim dari Malaysia - Batam - Makassar – Kendari.
“Jadi almarhum Cai Hok ini meminta saya untuk mengirim barang (sabu) itu. Katanya mau kirim 4 kilo gram. Sekilonya Rp 600 juta. Karena saya tak ada duit, saya minta tolong sama Hery. Saya bilang, bantu dulu saya. Lalu Hery kasih saya duit Rp 60 juta. Saya sudah janji, kalau sudah semua datang barang, aman saya bayar,” kata Hendry dalam keterangannya.
Perkara kasus jaringan ini dibongkar Mabes Polri sejak 28 sampai 30 Agustus 2018 lalu. Dalam kasus yang sama, Mabes Polri menyita 11,4 kilo gram sabu dari tiga lokasi berbeda, Kendari (Sulawesi Tenggara), Makassar (Sulawesi Selatan) dan Batam (Kepulauan Riau).
Polisi menangkap Hendry alias Apen, Budhi Hariawan alias Zakie, Yulistiani alias Enda alias Indri, Yessy Intan Puspitasari alias Intan, Cai Hok alias Ahong yang tewas tertembak.
Kemudian, setelah pengembangan, Hery Loanardy alias Cobra ikut dalam jaringan ini. Yessy Intan Puspitasari, Yulistiani , Budhi Hariawan juga dituntut sama, yakni 20 tahun penjara.
Kelima terdakwa ini, masih menjalani persidangan di PN Batam. Kelimanya, didakwa dengan berkas yang berbeda. Hendry Alias Apen Bin Sunaryo dengan Nomor Perkara : 1/Pid.Sus/2019/PN Btm, Hery Loanardy Alias Cobra Nomor Perkara : 2/Pid.Sus/2019/PN Btm.
Kemudian terdakwa Budhi Hariawan alias Zakie dengan nomor perkara 6/Pid.Sus/2019/PN Btm ditangani JPU Frihesti Putri Gina, Yulistiani alias Enda alias Indri dengan Nomor Perkara: 1093/Pid.Sus/2018/PN Btm ditangani JPU Yan Elhas Zeboea dan Yessy Intan Puspitasari alias Intan dengan Nomor Perkara : 7/Pid.Sus/2019/PN Btm ditangani JPU So Immanuel Gort.
Sidang Sebelumnya
Meski sama-sama terdakwa pada perkara yang sama, namun kelimanya disidang dengan waktu yang berbeda-beda. Saat pemeriksaan terdakwa Indah, Yessi Intan dan Budi, pada sidang Rabu (23/1/2019), kepada majelis hakim, terdakwa Indah mengatakan, ia melakukan pengiriman sabu 1 Kg ke daerah melalui jasa pengiriman Tiki di Batam.
Dia kirim itu ialah atas perintah dari seorang terpidana bernama Yuyun dari Lapas narapidana Perempuan Kelas II A, Baloi, Batam.
"Saya disuruh Yuyun. Yuyun yang mengandalikan saya. Saat ini ia berada di Penjara di Lapas Perempuan, Baloi, Batam," kata Indah.
Dalam mengedarkan barang haram itu ke daerah, Intan dan Indah berperan sebagai pengepak dan pengirim dari Batam.
"Dari Lapas, Yuyun memandu saya bagaimana cara membungkusnya hingga menunjuk di mana tempat pengirimannya. Ia memandu saya dengan cara melalui video call," ucap Indah kepada majelis hakim yang diketuai hakim Marta.
Terkait pengakuan terdakwa Indah yang menyebutkan ia dikendalikan terpidana Yuyun dari Lapas dengan cara video call, membuat hakim jadi penasaran.
Mulyani Kalapas Perempuan Kelas II A, Baloi, ketika dikonfirmasi awak pekan lalu menjawab, kalau di Lapas itu tahanan tidak diperbolehkan menggunakan HP.
"Tahanan tidak diperbolehkan menggunakan HP. Kalau mau menelepon, ada wartel. Selain itu, kami juga rutin melakukan pemeriksaan tahanan," kata Mulyani.
Yuyun sendiri adalah narapidana yang sebelumnya divonis hakim PN Batam 10 tahun denda Rp 1 miliar subsidier 6 bulan kurungan penjara dalam perkara Narkotika jenis Sabu.
Terdakwa Heri dan Hendry bersama 2 polisi saksi penangkap saat bersaksi di PN Batam, Rabu (23/1/2019)
"Kami tahu itu Yuyun, pintar dia ya, di dalam penjara pun dia bisa mengendalikan kalian?," ucap hakim Marta kepada para terdakwa penasaran.
Ketiga terdakwa ini adalah merupakan jaringan Narkotika lintas negara yang sudah lama dihendus oleh pihak kepolisian dari Mabes Polri.
Dalam kesaksiannya, terdakwa Intan dan Indah kerap berbelit-belit, sehingga hakim yang menyidangkannya jadi berang.
Sedangkan terdakwa Budi, kepada hakim ia mengaku dikendalikan oleh seorang narapidana bernama Sofian dari Lapas Tanjung Pinang. (tribunbatam.id/leo halawa)
