May Day 1 Mei 2019, Kisah Wanita Tua Tukang Sapu, Menangis karena DI-PHK Wali Kota Tanjungpinang
Hari itu Rabu (1/5/2019), bertepatan dengan hari para buruh (may day), jarum jam mendekati pukul 10.00 WIB.
Penulis: Thom Limahekin | Editor: Agus Tri Harsanto
TRIBUNBATAM.id - Hari itu Rabu (1/5/2019), bertepatan dengan hari para buruh (may day), jarum jam mendekati pukul 10.00 WIB.
Langkah kaki wanita tua itu tertatih-tatih menyusuri gang kecil di daerah Kampung Jawa Kota Tanjungpinang.
Dia baru saja kembali dari tempat kerjanya di jalan Sumatera kota itu, sekitar 1 kilometer dari rumahnya.
Tubuhnya yang mulai ringkih itu nyaris tak sanggup mendorong gerobak sorong.
Tangan dan tungkai yang mulai mengecil agak sulit menahan beban dan keseimbangan gerobak, berulang kali dia terhuyung.
Dia seolah-olah kesusahan menggerakkan benda besi beroda satu itu. Di atasnya ada sapu lidi, tempat penadah sampah dan beberapa bungkusan kantong kresek.
• MAY DAY 1 MEI - Foto-foto Aksi Buruh di Batam Saat Aksi Peringatan Hari Buruh Internasional
• MAY DAY 1 MEI - Kerahkan 10.000 Massa, Ini 6 Tuntutan FSPMI Batam saat Hari Buruh Internasional
Guratan-guratan pada kulit wajahnya menyiratkan wanita itu sudah uzur.
Kulit ini tidak lagi menempel kenyal pada tulang wajah tetapi menggelantung di bawah rahang.
Semua giginya telah rontok tak ada sisanya. Mulutnya selalu buka dan tutup secara spontan kendatipun dia tidak bicara.
"Ini pengawas sapu jalan yah. Saya Bu Atty," katanya kepada TRIBUNBATAM.i. "Ibu baru pulang kerja," saat sampai di akhir gang, beberapa meter saja dari rumahnya.
• Kecelakaan Maut Tanjakan Emen, Sebelum Terperosok Bus Sempat Oleng, Ini Nasib 30 Penumpang
• Kecelakaan Maut Tanjakan Emen, Diduga Rem Blong, Bus Bawa 30 Siswa SMK Fatahillah Terperosok
Dia kemudian berjalan menuju rumahnya, sebuah rumah beda berukuran sekitar 4 meter x 4 meter. Semua perabot tertumpuk begitu saja di dalam rumah itu.
Di teras yang sempit dia duduk melepas lelah. Keringat di tubuhnya mulai mengering.
"Ibu sapu di jalan Sumatera, dari lampu merah sampai pohon Pinang yang tinggi itu," ucapnya terbata-bata.
Sejak subuh wanita berusia 69 tahun ini sudah keluar rumahnya. Dia baru kembali sekitar pukul 10.00 WIB untuk beristirahat.
Setelah itu, dia kembali lagi ke jalan Sumatera pada sore hari. Saat magrib tiba, dia lalu masuk lagi ke rumahnya.
Atty sudan menjalani rutinitas ini tersebut selama satu dekade terakhir. Ada sebuah medali yang tersemat padanya sebagai seorang tukang sapu selama kurun waktu itu.
Mulai dari Wali Kota Tanjungpinang Hj Suryatati A Manan, H Lis Darmansyah dan sekarang H Syahrul, dia dengan setia menjadi tukang sapu jalan.
"Ibu tidak hitung piala itu (Adipura). Ibu tahunya kerja saja," ucapnya seraya merapikan rambutnya yang tidak banyak lagi itu.
Beberapa kali Atty terekam kamera tengah dipeluk wali kota Tanjungpinang dalam perayaan syukur penerimaan Adipura.
Dia pernah dipeluk oleh Lis Darmansyah. Terakhir, dengan pakainya oranye-nya, dia dirangkul oleh H Syahrul.
Namun, beberapa pekan setelah rangkulan itu, wanita tua ini sempat kecewa akan wali kota Tanjungpinang tersebut.
Betapa tidak, di luar dugaannya, dia bersama 49 tukang sapu lainnya diberhentikan karena alasan tidak produktif lagi dan pertimbangan kemanusiaan.
Kala itu Atty pun menangis tersedu-sedu. Dalam ketidakberdayaannya, dia mengajukan protes atas kebijakan tersebut.
Dia ikut mengajukan protes ke Kantor Wali Kota Tanjungpinang di Senggarang. Mereka akhirnya batal diberhentikan dari tukang sapu jalan.
"Masa satu orang saja pingsan, kami lain ikut diberhentikan. Saya masih kuat kerja kok," ujarnya yakin.
Tidak peduli akan raganya yang sudah berusia lanjut, Atty seakan menyakinkan kalau dirinya masih kuat bekerja.
Dia bahkan membandingkan kesetiaannya bekerja dengan orang-orang yang berusia jauh lebih muda darinya.
Dia mengaku tak sungkan masuk ke dalam got, mencabut rumput dan membersihkan saluran yang tersumbat.
Kalaupun tak sanggup meraih dasar got, dia harus berjongkok dan menjulurkan dengan tangannya yang rapuh itu.
"Orang muda belum tentu bisa kaya ibu. Palingan kerja sedikit, mereka sudah 'hallo sana-sini'," sebutnya sambil menirukan orang yang sedang telepon.
Kerja dengan gaji Rp 40 ribu sehari tidak cukup bagi Atty. Namun, dia harus menjalani itu karena tak ada pilihan lain.
Dia tidak mau bergantung pada anak perempuannya yang sudah bersuami, apalagi menadahkan tangan sebagai seorang peminta-minta.
Wanita ini sebenarnya memiliki seorang anak perempuan yang mengajar di sebuah sekolah dasar. Namun, dia sendiri tidak ingin tinggal bersama mereka.
"Dia sudah bersuami. Di depan mungkin mereka baik. Tapi hati orang kita tidak tahu," katanya tentang anak dan menantunya.(tribunbatam/thomm limahekin)