Tajuk Rencana
Ex Officio: Satu Solusi yang Jadi Kontroversi di Kota Batam
WACANA rangkap jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam oleh Wali Kota (ex officio), menyeruak jadi perang spanduk di awal Ramadan 1440 Hijriyah in
WACANA rangkap jabatan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam oleh Wali Kota (ex officio), menyeruak jadi perang spanduk di awal Ramadan 1440 Hijriyah ini.
Atas nama aspirasi, Rabu (8/5/2019), karyawan BP Batam membubuhkan tanda tangan menolak wali kota menjadi atasan mereka, kelak.
Sebaliknya, keesokan harinya, sekelompok organisasi kemasyarakatan yang mengatasnamakan warga, mendukung wali kota menjadi pengambil kebijakan tertinggi di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, free trade zone.
Sejatinya, ex officio bukanlah pokok kontroversi. Pro Kontra rangkap jabatan mengemukan sebagai salah satu solusi dari dualisme kewenangan di Batam, dua dekade terakhir.
Ex Efficio sejatinya adalah solusi atas belum adanya regulasi tata kerja sama antara BP Batam dan Pemkot Batam.
Dualisme itu muncul karena benturan dua kewenangan dengan rujukan hukum tertinggi di negeri ini, Undang Undang.
Yang lebih pragmatis, dualisme ini kian terbuka menyusul kuatnya tarik menarik Kepentingan dalam pengelolaan Sumber Pendapatan, Keuangan (pusat dan Daerah), Sumber Daya Alam, dan Kewenangan Perizinan di Batam.
Wacana ex officio awalnya dimunculkan Presiden Joko Widodo akhir tahun 2018 dan ditegaskan kembali Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat membuka Rakornas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Batam, awal April 2019 lalu.
Dualisme otoritas ini menyeruak dan jadi isu publik, bersamaan otonomi daerah awal dekade 2000-an.
Batam yang dulunya adalah kecamatan ‘biasa’ dari Kabupaten Riau Kepulauan, spontan ingin mandiri setelah pengesahan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (UU Otoda) dan Pembentukan Kota Batam UU Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batan bersama 7 Kabupaten Lain di Indonesia.
Pihak otorita Batam, yang merasa merintis, membangun, dan menjadikan Batam sebagai salah satu kota destinasi investasi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia di dekade 1990-an hingga awal 2000-an, wajar jika terusik.
Delapan kepala otorita Batam sejak 1972, dipegang oleh teknokrat, birokrat, dan profesional, setelah 47 tahun, terpaksa harus merelakan jabatan mentereng berbalut fasilitas 'ibukota’ itu, kepada tokoh yang berlatar belakang poli(ti)si; wali kota yang dipilih di moment politik (pilkada).
Wali Kota amat merindukan jabatan itu. Sebaliknya, BP Batam belum percaya, pengelolaan otorita Batam akan lebih baik .
Jika sesuai skenario, 30 April 2019 lalu, M Rudi sudah bisa berkantor di Jl Sudirman No 1, Kawasan Engku Putri, Kantor BP Batam.
Namun, kerinduan wali kota harus tertahan. Rapat uji Publik dan revie kedua PP No 46 Tahun 2007 di kantor Sesmenko Ekonomi di Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (7/5/2019) lalu, memutuskan menunda ex officio, hingga dua bulan kedepan, atau hingga Juli 2019.
“Untuk operasional pelaksanaan Ex-Officio diperlukan peraturan teknis mengenai benturan kepentingan (Kementerian PAN dan RB) dan mekanisme pembinaan dan pengawasan pelaksanaan BP Batam (Dewan Kawasan Batam),” kataSekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso saat memipin rapat yang tak dihadiri Wali Kota Batam M Rudi.
Keputusan penundaan itu disaksikan Wakil Walikota Achmad, Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto, Assisten I bidang Perekonomian Pemprov Kepri Syamsul Bahrum, Ketua Kadin Kepri Maruf Maulana, Ketua Kadin Batam Jadi Rajaguguk, Perwakilan Gubernur Kepri, Deputi Bidang Percepatan dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinasi bidang Perekonomian.
Hadir juga Staf Ahli Hukum dan Perundang-Undangan Kemenkumdan Ham, Deputi Bidang Hukum dan Perundang Undangan Mensegneg, Deputi Kelembagaan Kementerian PAN RB, Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Dirjen Bea Cukai,Dirjen Pembendaharaan Kemenkeu dan Sekjen Kementerian Perdagangan.
Dualisme ini muncul karena belum terbangunnya sistem kerja dan regulasi yang membuat dua lembaga instrumen kesejahteraan rakyat ini saling percaya satu sama lain.
Pemko sejatinya lebih fokus ke pelayanan publik dan membangun kenyamanan, sementara BP Batam konsentrasi kepada pelayanan pelaku industri dan menarik investasi usaha.
Sekilas ini adalah dua kutub yang berbeda.
Satu berorientasi kepuasan publik, satunya berorientasi profit.
Toh, sesungguhnya keduanya untuk kesejahteraan negeri dan kemakmuran anak bangsa.