Sejarah THR, Hanya Ada di Indonesia, Begini Penerapan dan Aturan Hukumnya

Adapun besaran THR yang diterima pekerja akan ditentukan berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan atau institusi

Editor: Mairi Nandarson
shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNBATAM.id - Masyarakat Indonesia yang sebagian besar umat Muslim berbahagia memasuki bulan Ramadhan dan menyambut Hari Raya Idul Fitri.

Tidak hanya karena penuh dengan kebaikan dan berkah, bulan puasa juga menjadi waktu bagi perusahaan atau institusi tempat masyarakat bekerja, memberi tunjangan hari raya ( THR).

Hal ini tentu menjadi waktu yang ditunggu-tunggu, mengingat banyak keperluan yang harus dipenuhi saat hari raya Lebaran tiba.

Kebutuhan itu misalnya ongkos mudik, berbagi dengan saudara, atau membeli pakaian baru yang sudah menjadi budaya tersendiri di tengah masyarakat Indonesia.

Nah, sebenarnya siapa pengusul adanya THR, sejak kapan diberlakukan?

Apakah negara lain menerapkan THR kepada para pekerjanya?

BERITA PERSIB - Kesan Rene Mihelic Setelah Jalani Debut Bersama Persib: Serasa Main di Eropa

Sambut Mudik Lebaran, KSOP Nyatakan 77 UNit Kapal di Tanjungpinang Laik Jalan

Jalan ke Kantor Bupati Anambas Sudah Bagus Tapi Masih Gelap Saat Malam, Ini yang Ditakutkan Warga

Soal Gerakan People Power pada 22 Mei 2019, Gubernur Nurdin Basirun: Masyarakat Kepri Menolak!

Berikut ini beberapa fakta tentang uang bonus THR:

Sejarah

Berdasarkan informasi dari Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), THR pertama kali diadakan pada era Kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi sekitar tahun 1950-an.

THR diberikan sebagai salah satu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan pada aparatur sipil negara atau yang waktu itu disebut sebagai pamong pradja.

Menurut salah satu peneliti muda LIPI Saiful Hakam, besaran THR yang diberikan oleh Kabinet Soekiman saat itu sebesar Rp 125 - Rp 200 atau setara Rp 1,1 juta – 1,75 juta saat ini.

Uang tunjangan ini diberikan kepada semua pegawai pada akhir bulan Ramadhan.

Namun, karena THR hanya diperuntukkan bagi kalangan pegawai negeri, maka masyarakat pekerja dan buruh melakukan protes.

Tukar Uang Buat Angpao Lebaran di Karimun? Jangan Takut Habis, Bank Indonesia Siapkan Rp120 Miliar

Head to Head PSM vs Semen Padang, Lebih Banyak Menang, Kabau Sirah Ingin Raih Poin di Makassar

PSM Makassar Tak Akan Remehkan Semen Padang FC Meski Tampil Tanpa Duo Pemain Argentina

Pada 13 Februari 1952, para buruh mogok bekerja dan menuntut pemerintah menurunkan uang THR juga untuk kelompoknya.

Akan tetapi, upaya mereka dibungkam oleh tentara yang diturunkan pemerintah.

Hakam menjelaskan, sebagian besar pamong pradja itu terdiri dari para priyayi, menak, kaum ningrat dan turunan raden-raden zaman kompeni yang kebanyakan berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia (PNI).

Karena itu, Soekiman ingin mengambil hati pegawai dengan memberikan mereka tunjangan di akhir bulan puasa sehingga memberikan dukungan pada kabinet yang dipimpinnya.

Sejak saat itulah THR menjadi program rutin pemerintah Indonesia, bahkan hari ini jika ada perusahaan tidak membayarkan pajak karyawannya, mereka bisa ditegur pemerintah dan mendapat penalti.

Peraturan

Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri mengatakan, jumlah perusahaan yang mendapatkan penghargaan kecelakaan nihil tahun 2018 mencapai 952 perusahaan dan untuk tahun ini sebanyak 1.052 perusahaan.

Ada peningkatan sebesar 9,5 persen.(Dok Kementerian Tenaga Kerja) Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memiliki aturan khusus untuk mengatur pemberian THR ini.

Tahun ini, Kemenaker menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya dan ditujukan pada para gubernur di seluruh Indonesia.

"Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Hal ini sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja atau buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan," kata Menaker M Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulisnya.

Hal ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan. Untuk Idul Fitri tahun ini, Menaker menyebut, THR wajib diberikan pada para pekerja selambat-lambatnya H-7 Hari Raya tiba.

"Jika mengacu pada regulasi, pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7. Tapi, saya mengimbau kalau bisa pembayaran dilakukan maksimal dua minggu sebelum Lebaran agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik," kata Hanif.

Adapun besaran THR yang diterima pekerja akan ditentukan berdasarkan masa kerja yang telah mereka lalui di sebuah perusahaan atau institusi.

Bagi yang sudah memiliki masa kerja minimal 12 bulan atau lebih secara berturut-turut, maka akan memperoleh THR sebesar upah atau gaji 1 bulan yang terakhir diterima.

Sementara mereka yang memiliki masa kerja di bawah itu akan menerima THR yang besarannya bersifat proporsional.

"Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Kegamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan," ujar Hanif.

Apabila terlambat menunaikan kewajiban tersebut pada para pekerjanya, maka perusahaan akan dikenai sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif dan PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Untuk mengantisipasi adanya keluhan terkait pembayaran THR, Hanif meminta setiap provinsi membentuk Pos Komando Satuan Tugas (Posko Satgas) Ketenagakerjaan Pelayanan Konsultasi dan Penegakan Hukum Tunjangan Hari Raya Tahun 2019.

Holiday Allowance

Keberadaan THR rupanya hanya ada di Indonesia, karena negara lain tidak memberlakukan kebijakan pemberian tunjangan yang sama.

Hal ini dimungkinkan karena faktor kebudayaan dan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat masing-masing negara.

Di Indonesia, Lebaran sangat identik dengan serangkaian kegiatan mulai dari mudik, silaturahmi, belanja, dan sebagainya.

Sehingga masyarakat memiliki pengeluaran yang jauh lebih besar, karena banyak pos-pos yang harus dipenuhi saat Lebaran.

Sementara itu, di negara-negara lain, menjelang hari raya tidak ada tunjangan khusus sejenis THR ini.

Namun, ada uang tunjangan lain yang diberikan perusahaan kepada para pekerjanya jika menjelang musim liburan tiba.

Tunjangan itu dikenal sebagai holiday allowance.

Salah satu contoh negara yang menerapkan holiday allowance adalah Belanda.

Di negeri itu, menjelang musim puncak Tulip bermekaran.

Uang tambahan sebesar minimal 8 persen dari pendapatan kotor pekerja ini biasanya diberikan pada bulan Mei-Juni, sebelum musim panas tiba.

Hal ini ditujukan agar para pekerja dapat mempersiapkan liburannya dengan baik saat musim panas nanti tiba.

Holiday allowance ini mulai diberlakukan sejak 1920-an, didasarkan pada kebutuhan biaya untuk berlibur sangat tinggi.

Padahal, di lain sisi, berlibur sangat dibutuhkan oleh siapa pun termasuk para pekerja agar dapat menyegarkan pikirannya.

Perusahaan meyakini, jika diberikan tunjangan untuk menjalani liburan, maka performa kerja karyawan akan meningkat saat kembali ke kantor.

Tunjangann liburan ini diberikan sekali dalam satu tahun.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Serba-serbi THR: Sejarah, Penerapan, Aturan Hukum, Serta Hanya di Indonesia"
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved