S&P Naikkan Peringkat Utang Indonesia, Rupiah Terkerek Naik
Rupiah melaju karena efek keputusan S&P menaikkan peringkat utang Indonesia di atas level layak investasi atau investment grade pada hari ini.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Standard and Poor's (S&P) menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB.
Peringkat baru utang Indonesia itu oleh S&P langsung menggerek nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat (31/5/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 0,98% ke level Rp 14.269 per dollar AS. Dalam sepekan, kurs rupiah naik 0,85% dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu (24/5) di level Rp 14.392 per dollar AS.
Pada kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah juga menguat 0,22% ke level Rp 14.385 per dollar AS, Jumat (31/5). Sedangkan dalam sepekan, rupiah menguat 0,45%.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, rupiah melaju karena efek keputusan S&P menaikkan peringkat utang Indonesia di atas level layak investasi atau investment grade pada hari ini.
S&P menaikkan peringkat pemerintah Indonesia ke BBB dengan alasan prospek pertumbuhan yang kuat dan kebijakan fiskal yang positif.
"Prospek surat utang domestik makin menggiurkan apalagi didukung utang pemerintah yang rendah,” kata Faisyal seperti dilansir Kontan.co.id.
Dampak keputusan S&P itu juga berimbas terhadap kepercayaan dana asing lewat investor global terhadap pasar saham. Terbukti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 1,72% ke level 6.209,12.
Pekan depan pasar dalam negeri tutup karena memasuki libur panjang Lebaran. Sepekan depan masih banyak hal yang dapat menggerakkan rupiah.
Faisyal memperkirakan rupiah masih bisa menguat pekan depan, asalkan sentimen internal dan eksternal mendukung.
Kata Faisyal, jika European Central Bank (ECB) dalam rapat pekan depan masih dovish dan Brexit semakin abu-abu maka rupiah bisa terangkat lagi.
Namun, pergerakan harga minyak global yang masih flukluatif dan perang dagang AS-China juga bisa membuat rupiah merosot.
“Apalagi terbaru, ada potensi perang dagang meluas ke Meksiko,” tutur Faisyal.
Oleh karenanya, ia memprediksi, pergerakan mata uang rupiah cenderung melebar di level Rp 14.180-Rp 14.480 per dollar AS.
Peringkat Utang Layak Investasi
S&P menaikkan peringkat utang jangka panjang Indonesia menjadi 'BBB' dari 'BBB-' dengan outlook stabil. S&P juga mengerek peringkat utang jangka pendek Indonesia menjadi 'A-2' dari 'A-3'.
Ini berarti, peringkat Indonesia tetap pada level layak investasi alias investment grade.
S&P menyebutkan, ekonomi Indonesia secara konsisten mengungguli negara-negara lain dengan tingkat pendapatan yang serupa.
Lembaga pemeringkat ternama ini berharap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tahun-tahun mendatang.
"Melihat kebijakan Indonesia yang stabil dan pengaturan fiskal yang hati-hati, kami percaya profil kredit secara keseluruhan ditingkatkan," sebut S&P dalam keterangan tertulis.
Prospek atau outlook yang stabil mencerminkan pandangan S&P bahwa lingkungan kebijakan yang konstruktif di Indonesia akan mendukung prospek pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.
Menurut S&P, kenaikan peringkat utang mencerminkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dinamika kebijakan yang mendukung. Peringkat tersebut juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang moderat.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, Indonesia kini memperoleh status investment grade dengan level yang sama dari tiga lembaga pemeringkat utama, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch.
Ini menunjukkan lembaga-lembaga rating tersebut memiliki kepercayaan tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia.
"Ke depan, BI dan pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan reformasi struktural untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif,” ujar Perry dalam keterangan tertulis, Jumat.
Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci kenaikan peringkat utang Indonesia adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pasca terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo.
Selain itu, perbaikan peringkat utang juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.
Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama (peers).
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Secara rata-rata dalam 10 tahun terakhir, pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh meyakinkan sebesar 4,1%, jauh lebih tinggi daripada negara peers yang tercatat rata-rata sebesar 2,2%.
Ini menandakan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut S&P, konsumsi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) diikuti oleh investasi sebagai kontributor yang cukup besar selama lima tahun terakhir.
Tren ini dinilai akan terus berlanjut jika pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan komitmennya untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur dan sumber daya manusia.
Di sisi fiskal, rasio utang pemerintah diperkirakan stabil selama beberapa tahun ke depan sebagai cerminan dari proyeksi keseimbangan fiskal yang juga stabil.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB diperkirakan tetap sehat di bawah 30% seiring dengan terjaganya defisit fiskal dan pertumbuhan PDB.
Di sisi eksternal, keputusan BI menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 175 bps dianggap sebagai kebijakan yang proaktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko yang bersumber dari kerentanan eksternal.