Wah Perlu Hati-hati! Ternyata Jajan Online Tak Cuma Bahaya Bagi Dompet Lho, Tapi Juga Ini
Nasihat belanja bijak yang sempat bergaung di masa lalu itu sepertinya tak lagi berlaku di era belanja online saat ini.
TRIBUNBATAM.id - Nasihat bijak, “Belanja hanya yang kita perlu bukan yang kita mau”.
Nasihat belanja bijak yang sempat bergaung di masa lalu itu sepertinya tak lagi berlaku di era belanja online saat ini.
Paling tidak, itulah yang terjadi buat Tania—seorang teman kita.
Dalam sebulan tak kurang dari Rp2 juta dihabiskannya hanya untuk jajan.
Setiap hari, baru semenit duduk di kantor, dia sudah memesan coffee latte.
Siang dia order lunch box, belum lagi sore, Tania kembali berurusan dengan Go-Food—dan itu demi beberapa potong pisang goreng kekinian.
“Padahal kalau aku gak jajan kayak begitu, tiga bulan saja, aku udah bisa beli tiket pesawat ke Jepang pulang pergi,” kata Tania.
Kapokkah Tania dengan gaya jajannya itu?
Ooo tidak. Jikapun ada yang berubah—paling hanya jenis menu yang dipesannya.
• LPSK Enggak Bisa Lindungi Saksi dan Ahli Prabowo-Sandiaga di Sidang MK, Lho, Kenapa?
• Intip Yuk Rumah Unik dari Kontainer Bekas di Sidoarjo yang Viral Ini, Hemat Biaya dan Anti Rayap Lho
Tania tentu tak sendirian.
Ratusan, bahkan puluhan ribu “Tania” setiap hari melakukan hal yang kurang lebih sama.
Termasuk juga sebagian dari kita.
Sehari saja, kalau jempol ini absen “mengklik” aplikasi belanja online, kok badan serasa meriang.
Sudah begini, ada yang salahkah dengan hidup kita?
Sebenarnya wajar saja jika kita jajan atau berbelanja online.
Berbagai kemudahan ditawarkan, mulai dari hemat ongkos transportasi jika harus jalan sendiri, hingga hemat waktu—tak perlu window shopping di beberapa mal—padahal hanya untuk mencari satu barang.
Namun aktivitas ini bisa jadi tak wajar ketika kemudahan akses yang didapat justru membuat kita berprilaku konsumtif, menjadi tidak terkontrol, serta ujungnya membuat ketagihan.
Sudah begini, bukan hanya piknik ke Tokyo atau ke Korea yang tak pernah kesampaian, tapi rekening tabungan pun hanya berisi saldo minimal belaka.
Dan disadari atau tidak, kita telah terjebak dalam “adiksi jajan online”.
Apakah itu?
Ketika bisa mencari, memilih, dan mendapatkan barang yang diinginkan dengan cepat dan mudah saat jajan secara online, tanpa disadari akan menimbulkan sensasi tersendiri bagi kita.
Ketika kita merasa puas, tentunya kita akan mencoba lagi, dan mungkin secara terus-menerus secara rutin.
Ujungnya, kita bisa jadi keranjingan.
“Kalau sudah keranjingan jajan atau belanja online, itu sebetulnya sudah masuk kategori yang lepas kontrol,” ujar Reynitta Poerwito, Bach., of Psych., M.Psi, Psikolog dari Poliklinik Psikologi Eka Hospital BSD.
Nah, untuk tahu apakah kita termasuk kategori yang lepas kontrol dalam jajan online, menurut Reynitta paling tidak ada tiga gejalanya.
Salah satu gejalanya kita bisa jadi sangat emosional.
“Shopping addiction itu salah satu gejalanya adalah ketika tidak bisa online shopping dia akan sedih, marah, dan stres,” ujar Reynitta.
“Selain itu, mereka juga akan merasa bersalah mengenai barang-barang yang mereka beli karena sebenarnya mereka tahu kalau enggak butuh-butuh banget nih. Tapi karena lucu, jadi dibeli. Nah, kalau memang ada perasaan seperti itu, ya kita harus introspeksi, jangan-jangan ada sesuatu yang salah sama diri kita,” tambahnya.
Nah, jika tidak disadari sejak awal, dan tak adanya introspeksi maka bisa jadi mengarah pada gejala ketiga yang lebih kompleks.
Yakni, kebiasaan jajan online yang dilakukan mulai mengganggu hubungan sosial.
“Kalau online shopping itu sudah memiliki problem relationship atau pekerjaan, termasuk ketika meminjam online. Misalnya, aku mau barang ini tapi aku ngutang dulu, ini mengkhawatirkan. Apa yang dipikirkan hanya untuk online shopping itu aja,” jelas Reynitta.
Nah, ketiga gejala tadi bisa jadi makin kuat dengan tawaran diskon dari aplikasi belanja online, pun aplikasi uang digital yang kita gunakan.
“Orang-orang kondisi addict enggak bisa stop untuk beli. Walaupun dia itu enggak butuh apa yang dibeli. Nah, dengan adanya diskon dan cashback itu kan lebih menarik, jadi lebih susah untuk menolaknya,” lanjut Reynitta.
Ujungnya tentu saja pemborosan.
Walaupun sebenarnya efek dari pengaruh diskon dan cashback tergantung pada kondisi mental orang yang menerimanya, apakah dia sudah keranjingan jajan online atau tidak.
“Kalau misalnya orang itu terkontrol, mungkin tidak akan tertarik walaupun ada diskon dan cashback untuk barang-barang yang dia pikir dia enggak butuh. Tapi untuk orang-orang yang implusif problem, itu pasti akan sangat berpengaruh, dan tingkat pengaruhnya akan tinggi,” ungkap Reynitta.
Nah, lantas bagaimana kita mengatasi, jika sudah berada di kondisi seperti itu?
Baca Juga: Miris! Bayi Berusia 6 Bulan Ini Meninggal Setelah Diberi Jus Campur Madu, Orangtua Wajib Tahu

Sebenarnya kunci agar tak menjadi boros dan keranjingan jajan online, kita harus bertanya pada diri sendiri apa yang sebenarnya menjadi prioritas.
“Harus punya skala prioritas, apa sih yang sebenarnya aku butuh sekarang ini. Kemudian tanyakan kepada diri sendiri, kalau misalnya aku beli, adakah keuntungannya barang ini untuk aku. Jadi prioritaskan belanjaannya itu jadi kita tidak membuang-buang apa yang kita beli,” saran Reynitta.
Selain itu, menurut Reynitta kita juga harus memiliki self control yang baik. Nah self control itulah yang akan membantu mengendalikan.
Nah, ketika kita punya kuasa akan diri kita, menjadi tidak mudah tergoda akan sisi buruk jajan online yang membuat keranjingan.
Pada dasarnya kita harus memiliki kesadaran bahwa aktivitas jajan onlineyang tak terkontrol bisa membahayakan.
Bukan hanya bagi kondisi keuangan tapi juga kondisi mental. (***)
Artikel ini saudah tayang di Nova.id dengan judul Wah, Jajan Online Tak Cuma Bahaya Bagi Dompet, Tapi Juga Mental, https://nova.grid.id/read/051754093/wah-jajan-online-tak-cuma-bahaya-bagi-dompet-tapi-juga-mental?page=all