Saksi Prabowo Pakai Robot Pantau Situng KPU, Profesor TI: Mahasiswa Semester Satu Juga Bisa
Sebuah sindiran cukup nyelekit datang dari professor bidang teknologi informasi pertama di Indonesia yang tampaknya ditujukan bagi Hairul Anas, kepon
"Jadi kalau ada adik saya kemarin cerita pakai robot, nggak usah robot. Itu mahasiswa semester satu juga bisa," ujar Marsudi.
Entah memang ucapan itu untuk menyindir keponakan Mahfud MD atau bukan, tetapi robot pemantau situng KPU memang ramai dibicarakan setelah Hairul Anas (keponakan Mahfud MD) bicara.
Profil Lengkap Marsudi Wahyu Kisworo
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) memajukan saksi ahli Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi hari ini, Kamis (20/6/2019).
Rekam jejak karir dan kehidupan Marsudi ternyata amat baik dan hebat.
Bahkan dia merupakan professor bidang teknologi informasi pertama di Indonesia.
Mari kita simak profil sekaligus rekam jejaknya sesuai tulisan Marsudi sendiri di marsudi.wordpress.com.
Simak tulisan selengkapnya di bawah ini :
Nama lengkap saya Marsudi Wahyu Kisworo.
Saya lahir di Kediri pada tanggal 29 Oktober tahun 1958. Tapi jangan ditanya soal Kediri, karena kedua orang tua saya ketika saya berumur 3 tahun pindah ke Ponorogo karena ayah saya, Djoko Susilo, pindah tugas mengajar di SPG Negeri Ponorogo.
Ibu saya asal Nganjuk, yaitu dari dukuh Pesantren, Desa Kapas, kecamatan Sukomoro. Sedangkan ayah saya dari desa Golan (kayak di Israel aja namanya), Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. (Desa Golan ini sekarang masuk ke Kecamatan Sawahan karena adanya pemekaran Kecamatan Jiwan).
Saya tinggal di Ponorogo di Jl. Parikesit, desa Kepatihan sampai tamat SD, dari SD Negeri Diponegoro tahun 1972.
Sekolah SD saya ini dulu tempatnya di depan Kantor Kabupaten Ponorogo, tapi kayaknya sekarang sudah tidak ada lagi.
Dulu halaman sekolah itu luas sekali dan banyak pohon sawo keciknya yang buanya amat sangat lezat.
Tamat SD saya disekolahkan di Madiun.
Saya sekolah di SMP Negeri 3 Madiun dari tahun 1973 sampai 1975. Kepala sekolahnya waktu itu kakek guru saya yaitu alm pak Mudjio.
Beliau dulunya guru ayah saya. Tamat SMP saya melanjutkan ke SMA Negeri 1 Madiun juga.
Selanjutnya setamat SMA tahun 1978 saya kuliah di Institut Teknologi Bandung di Jurusan Teknik Elektro mengambil spesialisasi Teknik dan Sistem Komputer.
Tamat dari ITB tahun 1983, saya bekerja di Jakarta yaitu di PT Elnusa.
Sebelumnya waktu kuliah saya sempat bekerja juga di Berca jualan komputer mini Hewlett-Packard.
Disamping bekerja saya juga mengajar di beberapa PTS seperti STMIK Bina Nusantara, STMIK Budi Luhur, dan lain-lain.
Bahkan di STMIK Bina Nusantara saya pernah menjadi ketua Jurusan Teknik Komputer.
Saya menikah tahun 1985 dengan istri saya yang masih sama sampai sekarang yaitu Taty Adiyanty.
Kemudian anak pertama saya perempuan, Maya Elektrika Puspitasari (Maya), lahir bulan Desember 1986.
Tahun 1989 saya melanjutkan studi S2 saya di Curtin University of Technology, Perth, Australia dengan sponsor dari Australian International Development Assistance (AIDAB).
Waktu itu AIDAB hanya memberikan beasiswa 2 orangs saja untuk swasta, karena biasanya beasiswa hanya untuk PNS. Program 2.5 tahun saya selesaikan 1 tahun.
Makanya kemudian dengan nyali besar dan pede saya minta lanjut ke program S3 karena saya masih punya jatah 1.5 tahun.
Tahun 1990 saya menyelesaikan S2 saya sekaligus mendapatkan anak ke dua saya, yaitu Fauzia Dewi Kusumasari (Aussie).
Setelah menyelesaikan program S2 ini saya mendaftar kandidasi S3, dan alhamdulillah hanya dalam waktu 2.5 tahun saya selesaikan program S3 saya dalam bidang Teknologi Informasi pada bulan Oktober 1992. Tahun itu pula anak saya yang ke tiga laki-laki, Dimas Prabowo Wicaksono, lahir.
Pulang dari Australia, saya kembali ke STMIK Bina Nusantara sebagai Direktur Penelitian dan Direktur Program Pasca Sarjana.
Salah satu mahasiswa angkatan pertama yang pernah saya bimbing adalah pak Bibit S. Rianto yang sekarang jadi Wakil Ketua KPK.
Selain itu, ikut juga dalam euforia lulusan doktor luar negeri yang merasa sok pinter bikin perusahaan konsultan TI, disamping mengajar di program pasca sarjana Universitas Indonesia.
Tahun 1995 saya dipilih menjadi Ketua dari STMIK Darma Bakti. Kemudian tahun 1998 Cak Nur (alm Nurcholish Madjid) mengajak saya bersama-sama beberapa teman alumni Islamic Network (ISNET), sebuah jaringan pengajian mahasiswa Indonesia antar negara, mendirikan Universitas Paramadina.
Antara tahun 1998 sampai tahun 2002 saya menjadi Deputi Rektor bidang Sumberdaya dan sekaligus menjadi Direktur Utama PT. Amanah Paramadina, yaitu pemilik infrastruktur dan kampus Universitas Paramadina.
Tahun 2002 sampai 2005 kemudian saya menjadi Deputi Rektor bidang Operasi Akademik dan merangkap sebagai Pelaksana Harian Rektor ketika Cak Nur maju jadi calon presiden dan ketika Cak Nur sakit yang berkepanjangan sampai akhirnya beliau meninggal.
Pada tahun 2002 saya diangkat sebagai guru besar dalam bidang Teknologi Informasi oleh Pemerintah. Konon waktu itu saya adalah profesor pertama dalam bidang ini. Dan bersama-sama Prof. Dr. Didik J. Rachbini, masuk sebagai orang yang menjadi profesor dalam usia muda.
Pada tahun 2005 saya kemudian bergabung dengan sebuah universitas internasional di Serpong, yaitu Swiss German University – Asia (SGU) (http://www.sgu.ac.id) sebagai Pro-Rector for Academic Affairs merangkap sebagai Dean di Faculty of Information and Communication Technology.
Sejak tahun 2008 selain sebagai Pro-Rector saya kemudian juga menjadi Acing Dean di Faculty of Business sampai tahun 2010.
Di SGU ini, sebagai sebuah universitas internasional, lingkungannya juga internasional, termasuk dosen dan mahasiswanya.
Tetapi meskipun menyandang nama Jerman, semua proses di SGU menggunakan bahasa Inggris. Nah jadi lumayan kan, bisa praktek bahasa Ingrrs setiap hari, nggak bayar, malah dibayar pula.
Tahun 2010 saya terpilih menjadi Rektor dari Institut Perbanas, sebuah kampus yang mendidik para bankir. Agak aneh juga biasanya rektor-rektor di Perbanas adalah ekonom, tapi meskipun saya orang teknik ternyata memenangkan kontestasi dalam pemilihan rektor.
Tentang training, salah satu bidang yang menarik saya adalah pengembangan potensi diri.
Saya mulai tertarik bidang ini ketika tahun 1986 waktu saya di STMIK Bina Nusantara, kami ditraining oleh yang sekarang jadi Bapak Ethos Indonesia, yaitu Jansen Sinamo, yang melatihkan programnya Dale Carnegie.
Sejak itu saya baca berbagai buku dan ikut berbagai training mulai dari yang normal seperti Stephen Covey, Anthony Robbins, NLP, dan lain-lain sampai ke yang sedikit esoterik seperti tenaga dalam, Reiki, Prana, EFT, hypnosis maupun yang religius yaitu ESQ.
Selain menjadi peserta kemudian saya mengikuti berbagai program training for trainers.
Nah, karena sudah punya ilmu maka ilmu tersebut mulai saya amalkan sejak tahun 1995an dengan memberikan berbagai training, mulai yang gratis karena niatnya beramal untuk anak-anak SMA dan mahasiswa, guru, jamaah pengajian dan lain-lain, sampai ke yang komersial dan saya dibayar mahal ke berbagai institusi dan BUMN.
Tetapi karena training belum menjadi mata pencaharian saya yang utama, setidaknya sampai saat ini, maka biasanya saya memberikan training kalau pas waktu saya lagi kosong atau akhir pekan.
Namun ternyata ketika saya mulai menangani training motivasi dan public speaking kader-kader Partai Amanat Nasional (PAN), walah sekarang jadi sibuk banget. Seminggu saya bisa terbang 3-4 kali untuk urusan training saja, belum yang seminar-seminar sesuai bidang asli saya yaitu IT.
Selain training, kegiatan-kegiatan sosial saya adalah menjadi Ketua Dewan Ahli Perhimpunan Persahabatan Antarbangsa Indonesia Cina, Ketua (bidang pengembangan institusi) Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer, Ketua Umum Yayasan Pendidikan Maritim Indonesia, Ketua Umum Yayasan Pelaut Binasena.
Oh ya, soal yang ke dua terakhir ini memang aneh, karena saya bukan orang laut. Karena posisi itulah saya yang menjadi penanda-tangan sertifikat internasional ketrampilan dan keahlian para pelaut kita. Jangan tanya kenapa ya…..
Udahan dulu ya, jabat erat penuh semangat
Prof. Dr. ir. Marsudi W. Kisworo
Keponakan Mahfud MD Bukan Orang Sembarangan
Saksi ahli Marsudi Wahyu Kisworo yang diajukan KPU di Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Saat KPU RI memajukan saksi ahlinya dalam sidang sengketa Pilpres 2019, pada Kamis (20/6/2019) hal lain terungkap.
Saksi yang diajukan adalah Profesor Marsudi Wahyu Kisworo.
Dalam salah satu potongan pembicaraannya, Marsudi menyebut bahwa website situng KPU dibuat untuk transparansi, dan memang dibuat agar mudah diakses.
Sidang Sengketa Pilpres 2019 di MK Ditutup saat Azan Subuh Berkumandang
Sebelumnya sidang sengketa Pilpres ke-3 ditutup setelah memeriksa 13 saksi dan dua ahli yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Saat sidang berganti hari, Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, melakukan interupsi saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (sengketa Pilpres) belum selesai akhir Rabu atau hingga pukul 12.00 WIB.
"Interupsi sebentar yang mulia, sekarang jam 12 malam, ini kalau kita pakai tahun masehi berganti waktu. Sudah ada PMK mengatur jadwal-jadwal, mohon dipertimbangkan dulu persoalannya sebelum kita lanjutkan sidang ini atau kita hentikan," kata Yusril saat sidang sengketa Pilpres di MK Jakarta.
Namun, Ketua Majelis Hakim Anwar Usman memutuskan untuk melanjutkan sidang hingga pemeriksaan saksi dan ahli yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga selesai semua.
"Jadi begini Pak Yusril, mungkin masih ingat sidang-sidang yang dulu sampai subuh, jadi kita putuskan diteruskan. jadi itu tidak ada masalah," kata Anwar Usman.
Pada sekitar pukul 03.00 WIB, gantian pihak pemohon yang mengajukan sidang ditunda karena mereka sudah merasa kelelahan, namun juga tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim MK.
"Yang mulia, saya memahami ini peradilan yang harus dipercepat, tetapi tidak berarti terlambat satu hari menyebabkan cepat itu menjadi terhalangi. Persoalannya adalah saya mulai urat-urat di kepala ini keluar," kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah.
Nasrullah mengungkapkan, meninggalnya 700 KPPS dalam Pemilu serentak 2019 dapat terjadi, dimana berdasarkan keterangan Dinas Kesehatan karena faktor kelelahan.
"Ini contoh penjelasan ini saya khawatir akan menimbulkan persoalan di kemudian hari dari persidangan ini," kata Teungku Nasrullah.
Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Hakim Anwar Usman meminta pendapat dari pihak KPU dan pihak terkait, yakni tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin.
Ketua KPU Arief Budiman menyerahkan kepada majelis hakim terkait permintaan pemohon tersebut.
"Sebetulnya kami sudah terbiasa sampai subuh juga nga apa-apa, kami menyerahkan kepada yang mulia," kata Ketua KPU ini.
Sementara pihak terkait menolak permintaan yang diajukan oleh pihak Prabowo-Sandiaga ini.
"Ini kan soal keadilan, masing-masing kan diberi waktu satu hari. Ini pemohonnya sudah diberi waktu dua hari, ini yang harus dipahami," tegas Yusril. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Sidang MK : Sindiran Nyelekit Professor TI Untuk Keponakan Mahfud MD Soal Robot Pemantau