Jelang Sidang MK, Prof Eddy OS Bertemu dengan Mahfud MD Sambil Ngopi Klotok, Ini yang Dibahas

Menurut Mahfud MD, di sana mereka bertiga mengobrol banyak hal baik yang serius ataupun yang ringan.

Instagram @mohmahfudmd
Mahfud MD menghabiskan waktu dengan dua juniornya di warung kopi Jogjakarta Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Begini Saat Ahli hukum Prof Eddy OS Bertemu dengan Mahfud MD Sambil Ngopi Klotok Ini yang Dibahas, https://wartakota.tribunnews.com/2019/06/24/begini-saat-ahli-hukum-prof-eddy-os-bertemu-dengan-mahfud-md-sambil-ngopi-klotok-ini-yang-dibahas?page=all. Penulis: Desy Selviany Editor: Dian Anditya Mutiara 

Sebagai perbandingan, bila Hikmahanto Juwana mendapat gelar profesor termuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di usia 38 tahun.

Eddy mendapatkan gelar profesornya di usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Saat SK guru besar saya turun, 1 September 2010, saya berusia 37 tahun. Waktu mengusulkan umur 36,” tutur pria kelahiran 10 April 1973 ini.

Mendapat kesempatan menemui Eddy di ruang kerjanya pada Sabtu pagi yang cerah di bulan Mei lalu, Eddy bercerita kepada hukumonline.

Gelar profesor dapat ia raih di usia muda tak lepas dari pencapaiannya menyelesaikan kuliah program doktoral yang ditempuhnya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan kebanyakan mahasiswa lain.

“Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course di Prancis. 2001 saya sempat di Prancis 3 bulan."

Kampus UGM. (Foto : Istimewa)
Kampus UGM. (Foto : Istimewa) ()

"Di Strasbourg. Jadi saya katakan kepada pembimbing saya, Prof. Sugeng Istanto, ‘Prof, saya sudah punya bahan untuk disertasi’,” ujar Eddy.

Setelah mendapat persetujuan menulis, Eddy yang pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM periode 2002 – 2007, menyelesaikan draft disertasi pertamanya pada Maret 2008.

Disertasi Eddy membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).

Kurang dari setahun, Eddy pun siap menghadapi ujian terbuka dengan promotor Prof. Marsudi Triatmodjo – sebab Prof. Sugeng sudah meninggal terlebih dulu – dan co-promotor Prof. Harkristuti Harkrisnowo.  

“Jadi saya terdaftar sebagai mahasiswa doktor itu 7 Februari 2007, saya dinyatakan sebagai doktor 27 Februari 2009,” kenang Eddy.

“2 tahun 20 hari. Dan memang Alhamdulillah rekor itu belum terpatahkan,” imbuhnya.

Pernah Gagal Masuk Fakultas Hukum

Keinginan dan ketertarikannya akan dunia hukum disampaikan Eddy sudah dimilikinya sejak lama, walaupun ia mengaku tak ingat sejak kapan.

Almarhum ayahnya pun pernah menyampaikan kepada Eddy, “kalau saya lihat karakteristikmu, cara kamu berbicara, kamu itu cocoknya jadi jaksa,” ucap Eddy menirukan sang ayah.

Meski jadi jaksa bukanlah amanah, tetapi di akhir hayatnya ayah Eddy kembali mengatakan agar Eddy kelak tak jadi pengacara bila benar ingin masuk fakultas hukum.

Pesan itu disampaikannya ayahnya saat itu Eddy masih duduk di bangku SMA.

“Mungkin dia tahu kalau saya jadi pengacara, nanti orang yang salah dan saya bela  bisa bebas."

"Itu juga mengapa dia bilang saya untuk jadi jaksa. Ya saya kaget juga waktu itu,” ungkap pria berdarah Ambon ini.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved