Polisi Bentrok Lagi Saat Bubarkan Demo Hong Kong. Ada yang Nekat Bunuh Diri
Paling mengerikan, ada di antara pelaku demo Hong Kong menolak menyerah dan malah melakukan aksi nekat, meloncat dari atap gedung.
TRIBUNBATAM.ID, HONG KONG - Demo anarkis yang berujung pendudukan Gedung Legislatif membuat pemerintahan eksekutif dan polisi Hong Kong bertindak tegas terhadap pendemo.
Polisi Hong Kong kembali terlibat bentrokan dengan kelompok pendemo –umumnya berusia muda– dan melakukan serangkaian penangkapan. Minggu (7/7/2019) malam.
Paling mengerikan, ada di antara pelaku demo Hong Kong menolak menyerah dan malah melakukan aksi nekat, meloncat dari atap gedung.
Tidak hanya satu orang, para pendemo bunuh diri jumlahnya tiga orang dalam sepekan terakhir.
• Terkait Demo Hong Kong yang Rusuh, Beijing Blokir Seluruh Platform Media, Televisi Berubah Hitam
• Pemerintah Hong Kong Bersumpah Buru Pendemo Anarkis, Beijing Ingatkan Negara Lain Tidak Ikut Campur
• UPDATE! Demo Hong Kong Rusuh Tengah Malam, Tanpa Ampun, Polisi Menyerbu dengan Gas Air Mata
Dari tiga orang diketahui yang melompat ke kematian mereka, dua meninggalkan pesan untuk mendukung demonstrasi menentang RUU ekstradisi yang memicu gelombang protes dalam sebulan terakhir.
Para pengunjuk rasa menentang pengaruh Beijing di Hong Kong, yang kembali ke Hong Kong dari Inggris pada tahun 1997.
Satu dari pelaku bunuh diri itu adalah seorang mahasiswi yang hanya disebut bernama Lo (21), begitu The Sun Inggris melaporkan.
Lo meninggal setelah melompat dari gedung apartemen bertingkat15. Sebelum tewas, Lo menulis di dinding gedung itu menggunakan cat “"Melawan ekstradisi ke China".
Seperti diketahui, gelombang protes terjadi ketika pemerintah eksekutif China mengajukan RUU ekstradisi kepada pelaku kriminal di Hong Kong.
RUU dikecam karena mengikis independensi peradilan Hong Kong dan memungkinkan China untuk mencari para pembangkang di wilayah tersebut.
Pihak berwenang Hong Kong telah berusaha untuk menekan demonstrasi massa dalam beberapa pekan terakhir, termasuk menunda RUU tersebut.
Namun, eskalasi demo tak berhanti, bahkan berubah menjadi anarkis pada 1 Juli lalu, bertepatan peringatan 22 tahun kembalinya Hong Kong ke China.
Ratusan pendemo “garis keras” memisahkan diri dari rigbuan orang yang berkumpul di jalan, menyerbu Gedung Legco, tempat parlemen berkantor, dan mengobrak-abrik gedung tersebut.
Demo ini juga memunculkan ketegangan antara China dan Inggris karena London dianggap memprovokasi pendemo dan mencampuri urusan dalam negeri orang lain.

Seorang wanita, 27 tahun yang diidentifikasi di media sosial sebagai Zhita Wu, membuat unggahan di Facebook sebelum melompat dari International Finance Center, pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran, lapor Times.
"Teruskan, Hong Kong," tulisnya.
"Kuharap aku bisa melihat kemenanganmu. Semuanya membuatku merasa bahwa tidak ada hari esok."
Seorang lelaki berusia 35 tahun juga diketahui telah melompat dari gedung konstruksi di pusat perbelanjaan Pacific Place setelah polisi menghabiskan waktu berjam-jam mencoba untuk membujuknya.

Seorang pria lain juga memposting di Facebook, mengatakan bahwa ia juga bermaksud bunuh diri.
Pria itu kemudian ditemukan di gedung yang sama dengan Wu melompat, namun ia rencananya berhasil digagalkan polisi.
Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong, setuju untuk menangguhkan RUU, tetapi menolak desakan untuk mundur dari jabatannya.
Bonnie Leung, seorang anggota parlemen oposisi yang ikut membantu mengorganisir protes, mengatakan kepada Times: "Banyak anak muda mengambil nyawa mereka, karena mereka tidak melihat harapan."
"Emosi ini bukan hanya tentang politik. Biaya sewa dan properti yang melonjak telah menempatkan pemuda Hong Kong di bawah tekanan ekonomi yang tidak diketahui orangtua mereka,” katanya kepada media tersebut.
"Di atas ini adalah pemberangusan bertahap pada kebebasan sipil."
Seorang pengunjuk rasa diidentifikasi hanya sebagai Agnes mengatakan: "Kami sudah kehilangan tiga orang, tetapi kami kehilangan juga akan kehilangan yang lain jika pemerintah tidak berubah”
"Jika kita akan bertarung dalam pertempuran ini, kita harus tetap bersama, dan itu berarti membuat orang tetap hidup.”
"Kami tidak punya senjata. Yang kita dapatkan hanyalah angka. Jika kita kehilangan orang, kita kehilangan kekuatan."
Protes berkelanjutan di Hong Kong dimulai dari Gerakan Pasukan Payung sejak tahun 2014.
Mereka mencemaskan semakin besarnya cengkeraman Beijing dengan mulai menguasai parlemen, pemerintahan dan sistem peradilan.
Kekacauan Setelah Demo Damai
Dilansir TribunBatam.id dari media Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), kekacauan meletus di jalan-jalan distrik perbelanjaan Hong Kong di Mong Kok pada Minggu (7/7/2019) malam ketika ratusan pemrotes bentok dengan polisi.

Setelah rapat umum pertama di Kowloon yang diikuti sekitar 230.000 pemrotes damai, siang harinya, banyak yang bertahan untuk memblokade jalan-jalan Mong Kok.
Petugas polisi yang tidak memberi toleransi lagi setelah demo rusuh 1 Juli lalu, memperingatkan para pengunjuk rasa bahwa mereka bisa ditanggkap atas kegiatan ilegal.
Para pendemo tidak menyerah sehingga polisi mulai mengejar beberapa pengunjuk rasa dan sejumlah orang kemudian ditangkap.
Pada pukul 03:00, Senin (8/7/2019), polisi mengeluarkan pernyataan yang mengatakan mereka telah menangkap enam orang, menyusul penangkapan sdatu perusuh pascaaksi anarkis Legco, pekan lalu.
Empat pria dan dua wanita, berusia antara 20 dan 66, ditahan, kata polisi.
Satu ditangkap selama pawai karena tidak bisa menujukkan identitas, sementara lima ditangkap di Mong Kok karena menyerang seorang polisi, satu lagi karena menghalangi petugas.
Menjelang tengah malam, sebagian besar polisi telah mengambil kembali jalan-jalan di Mong Kok, tetapi puluhan orangh masih berkumpul di beberapa titik.
Tiga anggota parlemen pro-demokrasi berada di lokasi untuk memastikan polisi tidak menggunakan kekuatan berlebihan terhadap pengunjuk rasa.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada dini hari Senin, seorang juru bicara pemerintah menyatakan penyesalannya bahwa beberapa pengunjuk rasa menduduki jalan-jalan Mong Kok pada Minggu malam.
Tindakan mereka memengaruhi lalu lintas dan aktivitas bisnis dan juga menciptakan ketidaknyamanan bagi publik, katanya.
Ditambahkan Hong Kong adalah masyarakat yang menjunjung tinggi aturan hukum dan warganya harus mematuhi hukum.
Para inisator demo mengatakan bahwa mereka melakukan aksi damai dan akan berakhir pada pukul 19:30 waktu setempat.
Ketegangan muncul ketika puluhan pengunjuk rasa terus berlama-lama di luar stasiun kereta Kowloon Barat, sementara yang lain tumpah ke Canton Road.
Ribuan lainnya berbaris ke Nathan Road sampai ke Jordan, dan kemudian ke Mong Kok.
Sekitar pukul 22.30 malam, lusinan petugas polisi membentuk barisan untuk mencegah pengunjuk rasa melangkah lebih jauh.
Para pengunjuk rasa mulai mengibarkan payung untuk berjaga-jaga jika polisi menggunakan kekerasan untuk membubarkan mereka.
“Kalian harus bubar sekarang. Kalau tidak, polisi akan menggunakan kekuatan untuk membawa Anda keluar dari sini,"polisi kata polisi melalui pengeras suara.
