DPR Minta Pemerintah Berlakukan Subsidi Energi Tetap, Ini Kata Menkeu Sri Mulyani

Kebijakan subsidi energi tetap tersebut dapat diterapkan mulai tahun 2020, sehingga risiko kurang bayar subsidi tidak ada lagi di tahun berikutnya

TribunBatam/Argianto DA Nugroho
Pekerja memindahkan gas LPG 3 KG ke dalam perahu untuk didistribusikan ke sejumlah pulau disekitarnya di Pelabuhan Belakang Padang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Bertambahnya biaya pengiriman membuat harga gas subsidi pemerintah pusat tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. 

TIRUNBATAM.ID, JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati hasil pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) TAHUN 2020. 

Dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI bersama Menteri Keuangan, Meteri PPN/Kepala Bapenas, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut disepakati pula kebijakan subsidi untuk tahun 2020. 

Terkait kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan LPG Tabung 3 Kg, pemerintah dan DPR menyepakati beberapa poin arah kebijakan.

Yaitu, melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk solar, memberikan subsidi selisih harga untuk minyak tanah dan LPG Tabung 3 Kg.

Kemudian mengupayakan penyaluran LPG Tabung 3 kg yang lebih tepat sasaran guna meningkatkan efektivitas anggaran subsidi, serta meningkatkan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM dan LPG bersubsidi. 

Anggota Banggar DPR John Kennedy Aziz menyampaikan, panja meminta pemerintah untuk menerapkan kebijakan anggaran subsidi energi tetap.

Dengan demikian, jika realisasi subsidi melampaui pagu, pemerintah dapat mengambil kebijakan menaikkan harga. 

“Agar kebijakan subsidi energi tetap tersebut dapat diterapkan mulai tahun 2020, sehingga risiko kurang bayar subsidi tidak ada lagi di tahun berikutnya,” ujar John. 

Selain itu, panja juga meminta pemerintah mendistribusikan LPG Tabung 3 kg berdasarkan nama dan alamat (by name and address) sehingga tidak lagi diperjualbelikan secara bebas sesuai peraturan perundang-undangan.

Sebab, penjualan secara bebas membuat konsumsi tabung gas bertambah dan tidak sesuai dengan sasaran subsidi. 

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara mengatakan, konsumsi LPG Tabung 3 kg memang terus meningkat dengan pertumbuhan 5,9% setiap tahunnya. Per April 2019, konsumsi LPG tabung 3 kg mencapai 2,2 miliar kg. 

Sementara untuk kebijakan subsidi listrik, pemerintah dan DPR sepakat untuk menetapkan subsidi bagi golongan tarif tertentu, memberi subsidi bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 VA. Kemudian rumah tangga miskin dan tidak mampu daya 900 VA dengan mengacu pada Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (DTPPFM). 

Juga meningkatkan rasio elektrifikasi dan mengurangi disparitas antarwilayah.

Untuk peningkatan efisiensi subsidi listrik, pemerintah mendorong optimalisasi pembangkit listrik berbahan gas dan batubara, menurunkan komposisi pemakaian BBM dalam pembangkit tenaga listrik. 

“Panja meminta pemerintah melakukan pemutakhiran dan validasi data yang digunakan dalam penyaluran subsidi listrik terutama jumlah rumah tangga miskin dengan daya 450 VA,” kata John. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara megatakan, pemerintah akan mempertimbangkan seluruh catatan yang disampaikan oleh DPR terkait arah kebijakan fiskal tahun depan. 

“Memang selalu disampaikan bahwa cara terbaik memberikan subsidi LPG 3 kg kalau bisa pastikan yang menerima kelompok masyarakat  miskin dan rentan, artinya kelompok masyarakat diidentifikasi dengan nama dan alamatnya,” kata Suahasil.

Tanggapan Sri Mulyani

Menanggapi masukan DPR tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengaku, menerima dan menghargainya.

Ia bahkan mengakui, saran tersebut lebih baik bagi tata kelola dan konsistensi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelolanya. 

“Pandangan DPR sangat kita hargai. Dari sisi tertib keuangan negara, memang baik untuk selalu ada policy (kebijakan) yang konsisten dan muncul dalam bentuk UU APBN dan kemudian dilaksanakan,” ujar Menkeu, Selasa (9/7/2019).

Kendati begitu, Sri Mulyani juga mengatakan, pemerintah mesti turut memperhitungkan kondisi anggaran serta perekonomian secara menyeluruh dalam hal menentukan kebijakan alokasi belanja negara. 

Meski pelaksanaan APBN yang konsisten itu baik, namun hal tersebut akan sangat bergantung pada kondisi dan kebutuhan dari perekonomian negara di periode-periode waktu tertentu.

Apalagi, subsidi merupakan salah satu motor pendorong konsumsi masyarakat yang juga menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini. 

Sri Mulyani menegaskan, pemerintah selalu berupaya mengelola APBN secara kredibel dan akuntabel. Terutama, APBN merupakan instrumen penting dalam perekonomian sehingga kebijakan yang diambil mesti dirancang secara matang dan menyeluruh.

“Ini adalah pilihan-pilihan policy. Untuk kebijakan yang nanti dipilih, akan disampaikan saat Presiden menyampaikan RUU APBN 2020,” tutur dia. 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved