Angin Segar Perang Dagang AS vs China. Beijing Mulai Buka Keran Impor Produk Pertanian AS
Pertemuan Shanghai, Rabu, membawa angin segar berakhirnya perang dagang AS vs China setelah Beijing setuju untuk membeli produk pertanian AS
TRIBUNBATAM.ID, SHANGHAI - Pertemuan terbaru antara Amerika Serikat dan China membawa angin segar terhadap perekonomian kedua negara yang sejak setahun terakhir memanas oleh perang dagang AS vs China.
China telah sepakat untuk membeli lebih banyak barang pertanian dari Amerika Serikat setelah pembicaraan perdagangan yang "jujur, efisien, dan konstruktif" di Shanghai, Rabu (31/7/2019).
Perwakilan AS dipimpin oleh perwakilan perdagangan AS Robert Lighthizer serta Menteri Keuangan Steven Mnuchin, sedangkan China dihadiri oleh Wakil Perdana Menteri Liu He.
Tim negosiasi Tiongkok termasuk Menteri Perdagangan Zhong Shan, Gubernur Bank Rakyat Tiongkok Yi Gang, wakil menteri perdagangan Wang Shouwen dan direktur Biro Statistik Nasional Ning Jizhe.
• Kabar Terbaru Bule Prancis Clem yang Dinikahi Pria asal Padang, Ungkap Sebuah Kelemahan?
• Ternyata Rambutan Makanan Alien di Bulan. Tak Percaya?
• Klasemen Piala AFF U-15 2019 Usai Indonesia Ditahan Imbang Timor Leste, Garuda Asia Huni Posisi 2
Mereka didampingi wakil menteri keuangan Liao Min, wakil menteri luar negeri urusan Zheng Zeguang, wakil menteri industri dan teknologi informasi Wang Zhijun, dan wakil direktur Kantor Pertanian Pusat Han Jun.
Ini adalah pertemuan pertama delegasi utama kedua negara sejak pembicaraan dihentikan pada Mei lalu.

Pihak China mengatakan tidak menentukan produk apa yang akan dibelinya dari AS karena pihaknya akan mempertimbangkan permintaan internal, menurut kantor berita Xinhua.
Pernyataan itu juga mengatakan AS akan "menciptakan kondisi yang menguntungkan" untuk impor.
Putaran pembicaraan berikutnya akan berlangsung pada bulan September di AS, kata Xinhua.
Delegasi AS tiba di Shanghai pada hari Selasa untuk makan malam dan diskusi resmi berlangsung pada hari berikutnya selama setengah hari hingga Rabu sore.
Pertemuan itu menindaklanjuti kesepakatan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di KTT G20 Osaka, akhir Juni lalu, setelah kedua negara terlibat dalam situasi yang tidak menentu dan berdampak pada ekonomi global selama setahun.
Hasil pertamuan di Shanghai, Rabu, menurut Xinhua, akan lanjutkan September 2019 nanti.
Posisi Trump Lebih Sulit
Sebelum perundingan, Trump sempat mengeluh di Twitter bahwa Cina belum "datang" ke jalur pembelian produk pertanian AS atau dalam membuat kemajuan pada kesepakatan.
Entah karena cuitan Trump, China ternyata lebih terbuka dengan opsi yang ditawarkan AS sehingga membuat tensi perdagangan tidak seserius yang diperkirakan.
"China telah mulai membeli kedelai dari AS, yang dapat membantu Trump menghadapi tekanan politik domestik, sementara itu perusahaan teknologi AS telah mengangkat suara mereka untuk melobi pemerintah AS untuk melonggarkan kontrol ekspor pada Huawei," kata profesor Wang Yong, pakar hubungan internasional dari Universitas Internasional Peking .
"Bankir Wall Street juga berharap untuk berinvestasi lebih banyak di China. Jika kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan, mereka akan kehilangan pasar Tiongkok yang diperkirakan akan semakin terbuka di tahun-tahun mendatang," katanya seperti dilansir South China Morning Post.
Tiongkok dapat mengubah perang dagang tersebut "dari krisis menjadi peluang’
Selain membeli lebih banyak produk pertanian, Beijing mungkin berjanji untuk mengubah beberapa peraturannya untuk mempermudah masuknya investasi asing di negara itu, menurut Pang Zhongying, seorang pakar hubungan internasional dengan Ocean University of China.
Tetapi pertemuan hari Rabu tersebut masih terlalu jauh untuk disebut sebagai perkembangan karena tidak ada pihak yang bergegas untuk membuat kesepakatan yang lebih spesifik.
Masalah-masalah sulit dari hubungan perdagangan kedua negara mungkin tidak akan segera diatasi karena Beijing juga tahu bahwa tahun 2020 adalah tahun politik di AS karena adanya pemilihan presiden baru.
Faktor lainnya, Trump bukan seorang yang mudah dipegang karena dalam sebuah kondisi kecil, ia bisa membuat keputusan yang sulit.
Di sisi lain, China juga tidak dalam kondisi yang tertekan dalam perdagangan global meskipun mengalami sedikit pernurunan.
Ekonomi Tiongkok diperkirakan masih tumbuh 6,2 persen pada kuartal kedua, sementara prospek ekonomi AS justru sedang tidak baik.
Meskipun perang dagang terus menekan pemilik pabrik di China, namun tidak saeburuk yang dibayangkan karena mereka dengan cepat terus mencari alternatif lain untuk mengatasi ketergantungan dari AS.
Seorang penasihat pemerintah Cina mengatakan Trump membutuhkan banyak hal untuk memperkuat kampanye presidennya, termasuk menghadapi tekanan ekonomi.
Meskipun Washington menerapkan tarif tinggi untuk produk-produk China, untuk jangka pendek bahkan akan memukul pasar ritel AS pada akhir tahun ini.
Pukulan paling besar itu adalah menghadapi Natal karena 90 persen asesoris natal diimpor dari China.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa jika Trump tidak hati-hati dengan kebijakannnya, maka hal ini akan berdampak buruk pada Pilpres nanti.
Sementara bagi Beijing, perang dagang atau tidak, China masih merupakan negara adidaya manufaktur yang memiliki jaringan perdagangan internasional dan akan sulit dikalahkan.
Lalu kenapa Beijing terkesan memberi angin bagi AS dalam pertemuan Rabu?

Penghapusan tarif dan menunjukkan martabat bagi China, kata penasihat itu.
“Pembicaraan di Shanghai bisa jadi hanya formalitas, tetapi saya berharap akan ada terobosan pada akhir tahun ini. "
Selain itu, Trump dan Lighthizer memiliki tujuan yang berbeda dalam pembicaraan perdagangan. Trump melakukannya untuk keuntungan politis, sementara Lighthizer justru memperhatikan tekanan dari perusahaan-perusahaan AS yang terganggu oleh perang dagang.
"Pembicaraan perdagangan yang berlarut-larut hanya akan memperburuk konflik di internal mereka," klaimnya, "China adalah pemain tangguh dan hingga saat ini tetap berdiri kokoh melawan AS," katanya.
China sebelumnya telah meminta AS untuk menghapus semua tarif, sementara AS bersikeras pada perubahan aturan di China.