Rusuh di Papua
Pedagang Pasrah, Massa Mulai Menjarah Pasar dan Warung di Pinggir Jalan Manokwari
Aparat keamanan dari Polisi, TNI AD dan TNI AL, juga kebanyakan tak bisa berbuat banyak.
Pedagang Pasrah, Massa Mulai Menjarah Warung di Pinggir Jalan Manokwari
BATAM.ID, TRIBUN — Eskalasi kerusuhan di Manokwari, Ibu Kota Provinisi Papua Barat, hingga Senin (19/8/2019) siang, masih berlanjut.
Suasana di pusat ekonomi, jasa dan perkantoran di kota dagang terbesar kedua di Papua Barat, setelah Sorong itu, dilaporkan kian mencekam.
Selain memblokir jalan utama, ratusan massa mulai membakar toko, warung dan rumah yang mereka lalui di sekitar Wosi, Saggung, salah satu pusat dagang terbesar di Manokwari.
(UPDATE situasi terkini Papua)
Haji Syahruddin Makki (56), warga dan pedagang di Pasar Manokwari, kepada Tribun, pukul 13.00 WIT, melaporkan massa kian tak terkendali.
“Toko, warung yang ada di pinggir jalan sudah dijarah, lalu banyak yang dibakar,” kata Syahruddin Makki, melalui sambungan telepon selular.
Makki yang juga Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), mengabarkan, jika para pedagang yang sebagian besar pendatang sudah pasrah.(4 Kepala Suku Besar Temui Sesepuh KKSS Papua)
“KIta tak bisa apa-apa lagi, Pasrah saja. Massa betul-berul marah dengan kejadian di Surabaya dan komentar-komentar nasional,” ujar Makki.
Dia menggambarkan, massa turun ke jalan bergerombol. Jumlahnya ratusan orang dan berjalan ke gedeng DPRD, dan kantor Gubernur.
Polisi berjaga di jalan-jalan ke pemukiman dan kompleks warga.
Dia menjelaskan, kini sekitar 3000-an warga KKSS yang beraktivitas di sekitar Pasar Sanggung, di sepanjang Jl Yos Sudarso dan sekitar Gedung DPRD Papua Barat, sudah meninggalkan rumah dan toko mereka.
“Kantor gubernur lama juga sudah dibakar tadi,” ujarnya.
JUmlah warga KKSS di Manokwari hingga tahun 2019 ini, sekitar 22 ribu. Sebagian besar adalah pedagang di pasar.
Kondisi mencekam di Manokwari, jelas dia, sudah berlangsung sejak pukul 09.00 wita.
Massa yang kebanyakan warga lokal, sudah turun ke jalan sejak pukul 08.00 WIT.

Mereka berjalan kaki, dan meneriakkan protes atas video viral yang menggambarkan perlakuan ormas dan aparat terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.
Aparat keamanan dari Polisi, TNI AD dan TNI AL, juga kebanyakan tak bisa berbuat banyak.
Mereka dilaporkan hanya berjaga-jaga jalan akses pemukiman warga, kantor pemerintah, instansi vital, dan pelabuhan.
Tokoh masyarakat KKSS, melalui grup WhatsApp, juga sudah mengimbau warga untuk berkumpul di titik-titik tertentu, yang dijaga aparat.
Makki juga melaporkan, kini aparat dan warga di daerah transmigrasi di luar Manokwari, juga tegang.
“Tadi laporan dari SP (sentra pemukiman) di luar kota, juga sudah minta bantuan aparat polisi dan TNI,” kata Makki, menggambarkan suasana di daerah transmigran yang berjarak antara 50 km hingga 60 km dari Kota Manokwari.
Penyebab Papua rusuh
Polisi menjelaskan unjuk rasa berujung kerusuhan di Manokwari, Papua Barat, Senin (19/8/2019) disebabkan oleh massa yang terprovokasi konten negatif di media sosial terkait penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkap penyebab rusuh di Papua saat konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Senin siang.
"Mereka boleh dikatakan cukup terprovokasi dengan konten yang disebarkan oleh akun di medsos terkait peristiwa di Surabaya," ujar Dedi.
Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi. Bahkan, termuat praktik rasisme di sana.
Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua. Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.
Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali.
Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.
"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik. Tapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggungjawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.
Kepolisian pun berharap warga Papua, baik yang ada di Pulau Papua maupun di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.
"Jangan terprovokasi oleh ulah oknum-oknum tertentu yang memang ingin membuat keruh keadaan," ujar Dedi.
Pembakaran Gedung DPRD Papua Barat di Manokwari, Senin (19/8/2019).(DOK KOMPAS TV)
Diberitakan, protes atas penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, masih berlanjut di Manokwari, Papua Barat, Senin pagi. Aksi massa ini berunjung anarkis.
Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari. Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.
Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa. Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.
Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari. Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.
"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi. (*)