BATAM TERKINI
TERUNGKAP! KPK Sebut Nurdin Basirun Diduga Terima Setoran dari Pejabat Pemprov Kepri
KPK telah memeriksa 28 saksi terkait kasus suap dan gratifikasi Nurdin Basirun. Gubernur Kepri nonaktif itu diduga menerima setoran dari para pejabat
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa 28 saksi terkait kasus suap dan gratifikasi yang menyeret nama Gubernur Kepri nonaktif, Nurdin Basirun di Mapolresta Barelang, Batam sejak Senin (19/8/2019) sampai Kamis (22/8/2019) ini.
Para saksi ini diperiksa untuk menelusuri dugaan penerimaan gratifikasi pada tersangka Gubernur Kepulauan Riau nonaktif Nurdin Basirun.
"Gratifikasi yang diterima tersebut ada yang diduga berasal dari para pejabat dan pegawai di organisasi perangkat daerah (OPD) di Provinsi Kepri," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Rabu (21/8/2019).
KPK, mengingatkan agar saksi-saksi yang diperiksa terbuka dan jujur dalam menyampaikan keterangan.
Sikap kooperatif tersebut, imbuhnya, selain akan membantu KPK dalam menangani perkara juga akan membantu diri para saksi.
"Karena selain ada risiko hukum pidana jika memberikan keterangan tidak benar, KPK juga tentu akan mempertimbangkan mana pihak yang koperatif dan tidak koperatif dalam proses pemeriksaan," katanya.
Hari Ini Kembali Periksa 7 Saksi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 7 saksi terkait gratifikasi Gubernur Kepri Nurdin Basirun.
Pemeriksaan 7 saksi baru dilakukan di Polresta Barelang, Jumat (23/8/2019).
Seperti penuturan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
"Hari ini akan ada pemanggilan dari pihak swasta dan konsultan reklamasi," katanya kepada Tribun, Jumat (22/8/2019) pagi.
Dari tujuh nama itu, KPK merilis beberapa diantaranya sebagai berikut :
1. TRISNO Direksi PT Bintan Hotels
2. HERMAN Staf PT LABUN BUANA ASRI,
3. HENDRIK Pemegang Saham Damai Grup / PT. Damai Ecowisata,
4. LINUS GUSDAR Direksi PT. Barelang Elektrindo ,
5. SUTONO Karyawan PT. Marcopolo Shipyard,
6. I WAYAN SANTIKA Manajemen ADVENTURE GLAMPING,
7. AGUNG Konsultan reklamasi dan penggunaan ruang laut untuk PT. Marcopolo Shipyard.
Selain itu, Febri kembali mengingatkan untuk setiap saksi agar dapat bersikap kooperatif terhadap proses yang dilakukan.
Ia mengatakan, akan ada hukuman yang menanti setiap saksi jika memberikan keterangan yang tidak sesuai.
"Jika memberikan keterangan tidak benar ada resiko pidana yang cukup berat, yaitu penjara minimal 3 th dan maksimal 12 tahun sebagaimana diatur pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tambahnya.
Peran Kock Meng
Pemeriksaan saksi terkait kasus suap dan gratifikasi Gubernur Kepri nonaktif, Nurdin Basirun, terus berlanjut.
Beberapa saksi pun ikut dimintai keterangan terkait kasus ini.
Menurut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, pemanggilan saksi ini bertujuan untuk kebutuhan penelusuran atas tersangka Nurdin Basirun (NBU).
“Pemanggilan saksi untuk kepentingan penyidikan,” katanya kepada Tribun, Kamis (22/8/2019).
Dari sekian banyak saksi, terdapat nama seorang pengusaha asal Batam, Johannes Kodrat.
Diketahui, Johannes ikut dipanggil sebagai saksi, Selasa (6/8/2019) lalu.
Saat itu, Johannes tidak sendirian untuk memberikan keterangan.
Ia dijadwalkan bersama pengusaha Batam lainnya, Kock Meng, untuk memberikan keterangan kepada KPK.
“Namun Kock Meng tidak hadir dengan suatu alasan,” terang Febri saat itu.
Dari penelusuran Tribun, ternyata perkenalan Abu Bakar (tersangka kasus suap) dengan Kock Meng merupakan campur tangan dari Johannes Kodrat.
Hal ini diungkap langsung oleh Ketua RT 001/RW 010, Kelurahan Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Abdul Rahman.
Kepada Tribun, Rahman menceritakan seluruhnya.
“Jadi Abu Bakar itu Pak Johannes itu yang kenalin ke Kock Meng. Memang orang sini tak ada yang tahu sama Abu Bakar, tapi kalau sama Kock Meng kenal. Warga sini pernah diajak makan,” katanya, Rabu (21/8/2019) malam, saat ditemui di rumahnya.
Dari Rahman pula diketahui, Kock Meng pernah meminta Rahman untuk membantu dirinya menjelaskan warga terkait lahan yang ia miliki.
“Dia bilang ke saya, kalau warga tanya bilang untuk buat restoran,” sambungnya.
Mendengar itu, Rahman selaku RT pun bersama warga menyambut antusias rencana Kock Meng.
Ia mengaku, dengan dibangun retsoran nantinya warga dapat diberdayakan untuk menjadi pekerja.
Namun malang, ternyata rencana itu tinggal khayalan semata setelah Kock Meng ikut diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pengembangan kasus suap dan gratifikasi mantan Gubernur Kepri, Nurdin Basirun.
“Lahan Kock Meng itu pun sekarang bermasalah juga. Karena masuk di titik kampung tua, jadi masih ditahan pengurusannya oleh pemerintah,” terang Rahman lagi.
Rahman pun heran, jika lahan milik Kock Meng itu akan dijadikan proyek reklamasi.
“Ini kecil betul. Orang dia beli atas dua nama, nama dia (Kock Meng) dan nama istrinya (Soi Khun),” tambahnya lagi.
Untuk lahan atas nama Kock Meng tercatat seluas 25X85 meter persegi dan milik istrinya, Soi Khun, 25X85 meter persegi.
“Jadi kalau ditotal 50X85 meter persegi. Itulah dia yang sudah ada tiang kecil di sektiar lahannya itu,” ucap Rahman sambil menunjuk lahan milik Kock Meng kepada Tribun.
Hingga berita ini ditulis, status Kock Meng sendiri masih belum jelas.
Febri Diansyah enggan menyebutkannya secara gamblang.
Kepada Tribun ia mengatakan pihak penyidik masih mendalami terkait peran Kock Meng dalam kasus suap dan gratifikasi Nurdin Basirun ini.
“Yang bersangkutan masih dalam pendalaman,” terangnya saat dihubungi, Kamis (22/8/2019) malam.
Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun dijerat KPK dalam kasus dugaan suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau tahun 2018-2019.
Selain kasus suap, Nurdin Basirun juga dijerat pasal penerimaan gratifikasi.
Dalam kasus suap, Nurdin dijerat bersama tiga orang lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH), dan pihak swasta Abu Bakar (ABK).
Nurdin Basirun menerima suap dari Abu Bakar yang ingin membangun resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare di kawasan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Padahal kawasan tersebut sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
Atas bantuan Nurdin Basirun itu, Abu Bakar pun memberikan suap kepada yang bersangkutan, baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan atau Budi Hartono. Tercatat Nurdin beberapa kali menerima suap dari Abu Bakar.
Pada tanggal 30 Mei 2019 Nurdin menerima sebesar SGD5000, dan Rp45 juta. Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10,2 hektar. Lalu pada tanggal 10 Juli 2019 memberikan tambahan uang sebesar SGD6 ribu kepada Nurdin melalui Budi.Saat penerimaan SGD6 ribu itu KPK melakukan operasi tangkap tangan. Selain SGD6 ribu, KPK juga mengamankan SGD43.942, USD5.303, EUR5, RM407, Riyal500, dan uang rupiah Rp132.610.000 dari kediaman Nurdin.
Selain itu, tim penyidik juga menyita 13 tas, kardus, dan plastik di Kamar Gubernur Nurdin. Dari 13 tas ransel, kardus, plastik dan paper bag ditemukan uang Rp3.5 miliar, USD33.200 dan SGD134.711.
Kronologi penangkapan Nurdin Basirun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) 2016-2021 Nurdin Basirun sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Politikus Partai NasDem itu diduga menerima uang terkait izin lokasi reklamasi.
Selain Basirun, tiga orang lain juga ditetapkan tersangka.
”KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang tersangka, diduga sebagai penerima yaitu NBA (Nurdin Basirun) Gubernur Kepri 2016-2021, EDS (Edy Sofyan) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, dan BUH (Budi Hartono) Kepala Bidang Perikanan Tangkap,” ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019) malam.
Selain mereka bertiga KPK juga menetapkan tersangka yang diduga sebagai pemberi yakni ABK atau Abu Bakar dari unsur swasta.
Basaria menjelaskan, penangkapan para tersangka dilakukan Rabu (10/7/2019) malam di tempat berbeda.
Penangkapan berawal dari informasi yang diterima KPK akan ada penyerahan uang di Pelabuhan Sri Bintan Tanjungpinang, Batam.
Setelah dilakukan pengecekan di lapangan dan diketahui adanya dugaan penyerahan uang, Tim KPK mengamankan Abu Bakar sekitar pukul 13.30 WIB.
Pada waktu sama, tim lain mengamankan Budi Hartono saat akan keluar dari area pelabuhan tersebut.
Dari tangan Budi, KPK mengamankan uang 6.000 dolar Singapura.
Setelah itu, KPK membawa Abu Bakar dan Budi Hartono ke Mapolres Tanjungpinang untuk pemeriksaan lanjutan.
Di Polres Tanjungpinang, tim KPK meminta dua orang staf Dinas, yaitu MSL dan ARA untuk datang ke Polres Tanjungpinang guna dimintai keterangan.
Dua orang tersebut hadir sekitar pukul 18.30 WIB.
”Secara paralel, tim mengamankan NBA (Nurdin Basirun) Gubernur Kepulauan Riau 2016-2021 di rumah dinasnya di daerah Tanjungpinang pada pukul19.30 WIB,” beber Basaria.
Di rumah dinas itu tim KPK juga mengamankan NWN yang sedang berada di rumah dinas Gubernur.
Dari sebuah tas di rumah NBA, KPK mengamankan uang sejumlah 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, 5 euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan Rp 132.610.000.
”Setelah itu, Tim KPK membawa NBA dan NWN dibawa ke Kepolisian Resor Tanjungpinang untuk pemeriksaan lebih lanjut,” lanjut Basaria.
Tujuh orang yang diamankan tersebut selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK menggunakan penerbangan pada Kamis, (11/7/2019) pukul 10.35 WIB dari Bandara Internasional Raja Haji Fisabilillah.
Mereka tiba dI Gedung Merah Putih KPK pukul 14.25 WIB untuk menjalani proses lebih lanjut. (*/tribunnews/dipa nusantara)