SEDERET FAKTA Kerajaan Sriwijaya yang Heboh Karena Disebut Fiktif, Harta Karun Hingga Arkeologi

Warga sempat heboh mencari harta karun yang diperkirakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Kanal kuno peninggalan zaman Kerajaan Sriwijaya menjadi bagian dalam pertunjukan teatrikal Pelayaran Bersejarah Kerajaan Sriwijaya pada pembukaan Festival Sriwijaya di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (16/6/2014) malam. Festival yang digelar hingga 22 Juni itu diselenggarakan di situs pusat Kerajaan Sriwijaya dengan maksud memperkenalkan kembali dan melestarikan sejarah Sriwijaya 

Untuk menuju ke Talang Petai, butuh waktu 2 jam dengan naik perahu menyusuri sungai menuju Selat Bangka dengan menyewa perahu Rp 1 juta untuk PP.

Seorang warga pernah menemukan emas berbentuk keong di Talang Petai, Desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Selapa.

Sayangnya, keong emas tersebut dijual warga ke toko emas di Palembang dengan harga yang ditawarkan mencapai ratusan juta rupiah.

Kusnaini, seorang warga, mengatakan, suaminya menemukan banyak harta karun. Salah satunya cincin emas yang memiliki kadar 9,58 gram dengan berat 5,7 ons.

Selain itu, Kusnaini juga menyimpan serbuk emas yang dia bungkus dengan plastik obat, keramik China yang diduga berasal dari Dinasti Tang, anting-anting, mangkuk perunggu, manik-manik, dan gerabah.

Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata OKI Nila Maryati mengatakan, temuan benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Teluk Cengal, Kecamatan Cengal, Kabupaten OKI, menjadi perhatian pemerintah daerah.

"Kesulitan bagi OKI ialah di OKI tidak ada tenaga ahli dalam penemuan benda lama sehingga harus menunggu hasil laporan dari pihak BPCB," ujarnya.

Dia menyebutkan, di wilayah pesisir pantai timur OKI, memang banyak laporan tentang penemuan benda yang tertanam di bawah tanah dan di atas lahan gambut.

"Warga desa menemukan barang-barang itu ketika lahan gambut terbakar dan warga hendak melakukan penanaman padi ala sonor," ujar Nila.

Pencarian ibu kota dan Prasasti Kota Kapur


Salah satu situs Kota Kapur di tengah perkebunan karet yang sengaja ditutupi tanah untuk menghindari penjarahan.(KOMPAS.com/HERU DAHNUR)

Catatan China di awal abad ke-13 berjudul Chu-Fan-Chi (Catatan tentang Negeri-negeri Barbar/Asing) yang ditulis oleh Chau-Ju-kua mengonfirmasi ibu kota Kerajaan Sriwijaya.

“Para penduduk Sanfo-tsi (Sriwijaya—red) tinggal secara tersebar di luar kota atau di atas air, dengan rakit-rakit yang dilapisi dengan alang-alang,” tulis Chau-Ju-kua.

Hal tersebut menjawab pertanyaan yang kerap dilontarkan terkait ibu kota Sriwijaya.

Dilansir dari Kompas.com, 17 September 2013, Nurhadi, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Balai Arkeologi Pelambang, mengatakan, permukiman Sriwijaya dibuat dengan konsep mendesa.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved