Cara Gus Dur Lihat Persoalan di Papua, Disinggung Mahfud MD di ILC TVOne Terbaru

Cara pandang Gus Dur terhadap persoalan di Papua, sempat disinggung Mahfud MD di ILC TVOne terbaru

Tribunnews.com
Mahfud MD 

ILC TV One tadi malam, Mahfud MD beberkan cara Gus Dur tangani  Papua, 

TRIBUNBATAM.id - Di Indonesia Lawyer Club (ILC) TVOne tadi malam, Mahfud MD mengupas persoalan yang terjadi di Papua, sebut cara bijak Gus Dur.

Mahfud MD menjadi pembicara dalam ILC TVOne Selasa (4/9/2019) dengan tema membahas solusi untuk Papua. 

ILC yang dipandu Karni Ilyas mengupas langkah apa yang sebaiknya diambil untuk menyelesaikan persoalan di Papua. 

Narasumber yang hadir di ILC TV One di antaranya: Prof Salim Said, Lenis Kogoya, Rizal Ramli, Mantan Gubernur Papua, Yorrys Raweyai Adriana, Haris Azhar, Filep Wamafma, Mamat Alkatiri.

Saat giliran Mahfud MD berbicara, narasumber ILC TV One menyimak. 

"Kita sudah bicara banyak. Lembut lembut ada. Keraskeras ada. Mari kita sekarang ambil jalan tengah. Saya mau ambil jalan tengah saja Artinya semua yang disampaikan tadi keras sekali sebagai koreksi. Yang lembut juga sebagai fakta tentang kemajuan dan afirmasi yang sudah dlakukan untuk kesejahteraan Papua," kata Mahfud MD.

Mahfud MD mengawali dengan membahas soal kemungkinan referendum bagi masyarakat Papua.
"Saya mulai daerpi persoalan hukum.  Jadi gini dalam konteks Papua akan muncul suara untuk minta referndum," kata Mahfud MD.

Mantan Ketua MK ini punya pendapat sendiri.

"Saya katakan bahwa baik menurut hakukum nasional dan internasional, Referendum itu tidak mungkin sekali.
oleh sebab itu tema itu tidak akan pernah bisa," kata Mahfud MD.

Narasumber ILC TV One tampak menyimak serius pernyataan Mahfud MD.

"Anggaran untuk Papua itu besar. Lebih dari 12 kali untuk anggaran hitung kepala per kepala orang Jawa  misalnya. Di Papua itu setiap kepala mendapat dari otsus 17,5 juta per kepala tetap tidak pernah sampai kepada rakyat ini masalahnya. Di Jawa itu, per kepala tidak sampai 1,5 juta. bayangkan. Artinya apa pemerintah itu sudah sungguh-sungguh membangun Papua apa yang diminta diberikan agar bersatu," lanjut Mahfud MD.

Simak video lengkapnya:

Mahud MD juga menyebutkan hasil diskusi dengan Presiden Jokowi.

"Kalau saya berpikir politik untuk apa membangun Papua, tetapi bukan soal pilihan politik, itu saudara kita yang harus dibangun. Maka saya buat infrastruktur, saya datang kesana," ujar Mahfud MD.

Cara Gus Dur

Sosok Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur, tak bisa lepas dari diskusi mengenai rumitnya permasalahan di Papua yang muncul belakangan ini.

Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan masyarakat Papua. Dan sebagai presiden, ia dianggap sangat memahami akar persoalan di Papua.

Lantas, bagaimana Gus Dur memandang persoalan di Papua?

Putri pertama Gus Dur, Alissa Wahid menuturkan, persoalan mendasar bagi orang Papua hingga saat ini adalah cara pandang yang cenderung diskriminatif.

Tidak dipungkiri warga Papua diasosiasikan dengan ketertinggalan dan separatisme.

Hal itu menyebabkan pendekatan yang dilakukan pemerintahan tidak berpijak pada kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan.

Misalnya, dengan mengutamakan pendekatan keamanan dalam merespons segala permasalahan di Papua.

Saat menjadi presiden, kata Alissa, Gus Dur mengubah cara pandang pemerintah yang dinilai kurang tepat.

"Gus Dur itu meyakini kemanusiaan dan meyakini juga kalau orang Papua itu sama luhurnya dengan kita dalam hal kearifan. Yang salah itu (cara pandang) Jakarta (pemerintah), kalau Gus Dur," ujar Alissa saat dihubungi, Rabu (4/9/2019).

Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2017)(KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA)

"Buat Gus Dur itu yang salah adalah Jakarta, bagaimana Jakarta memandang Papua. Bukan Papua yang salah," ucapnya.

Menurut Alissa, Gus Dur tidak terjebak dalam cara pandang bahwa Papua identik dengan gerakan separatis.

Kemudian, Gus Dur mengubah cara pandang itu dengan mengedepankan pendekatan kemanusiaan dan kultural.

Gus Dur mengabulkan perubahan nama Irian Jaya menjadi Papua. Bahkan ia memberikan keleluasaan bagi warga Papua untuk mengekspresikan identitas kebudayaannya, misalnya pengibaran bendera Bintang Kejora.

Pada akhir 2001, muncul Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). Dalam Pasal 2 UU Otsus Papua tertulis bahwa Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.

Dur juga mengizinkan masyarakat Papua menggelar kongres Rakyat Papua II dan memberikan bantuan dana. Bagi warga Papua, kongres itu merupakan ruang demokrasi untuk mengaktualisasikan identitas diri mereka.

"Ketika Beliau memiliki otoritas sebagai presiden, Beliau kemudian membalik cara pandangnya. Cara pandang Jakarta yang mengganggap Papua itu dalam tanda kutip anak nakal yang tertinggal," kata Alissa.

"Gus Dur mengingatkan kita semua bahwa Papua itu martabatnya sama. Itu yang harus berubah, bagaimana melihat Papua," tutur dia.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menurut Gus Dur yang Salah Itu Jakarta, Bukan Orang Papua"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved