Memalukan, Pegawai PBB Terancam tak Gajian Gara-gara Kas Kosong
Bulan ini kita akan mencapai defisit terburuk dalam satu dekade. Kita mengambil risiko, memasuki November, tanpa punya uang untuk membayar gaji
TRIBUNBATAM.ID, NEW YORK - Lembaga sebesar PBB ternyata bisa juga mengalami krisis keuangan.
Para pegawai organisasi negara-negara itu terancam tidak bisa membayar gaji bulan depan karena tidak memiliki cukup uang.
Hal itu diumumkan sendiri oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Selasa (8/10/2019) atau Rabu WIB di Majelis Umum PBB New York.
Sekjen PBB mengatakan, kekosongan kas bisa saja terjadi jika negara-negara anggotanya tidak ada yang membayar utang mereka.
Guterres berbicara di hadapan komite anggaran Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 orang, Selasa (8/10) bahwa jika dirinya tidak berusaha memangkas pengeluaran, sejak Januari lalu, maka PBB tidak akan dapat menggelar agenda pertemuan tahunan para pemimpin dunia bulan lalu.
"Bulan ini kita akan mencapai defisit terburuk dalam satu dekade. Kita mengambil risiko, memasuki November, tanpa punya cukup uang tunai untuk membayar gaji," ujar Guterres.
"Pekerjaan dan reformasi kita mungkin dalam bahaya," tambahnya.
Guterres mengatakan, pihaknya telah memperkenalkan langkah-langkah luar biasa pada bulan lalu untuk mengatasi kekurangan dana tersebut.
Langkah yang diambil Guterres di antaranya hanya mengizinkan perjalanan penting, serta membatalkan atau menangguhkan sejumlah pertemuan yang memungkinkan.
Selama ini, Amerika Serikat masih menjadi kontributor terbesar PBB, dengan tanggung jawab untuk 22% dari total anggaran reguler pada 2019 sebesar lebih dari US$ 3,3 miliar atau sekitar Rp 46,7 triliun.
Anggaran itu digunakan untuk membayar seluruh kegiatan dan pekerjaan PBB, termasuk urusan politik, kemanusiaan, perlucutan senjata, sosial ekonomi, dan komunikasi.
AS Belum Cairkan Anggaran
Konon kabarnya, menurut Reuters, Washington masih belum membayarkan dana sekitar US$ 381 juta sekitar Rp 5,3 triliun untuk anggaran reguler PBB tahun lalu dan US$ 674 juta sekitar Rp 9,5 triliun untuk anggaran reguler 2019.
Utusan AS untuk PBB mengonfirmasi angka-angka itu, namun tidak segera menanggapi kapan kekurangan itu akan dibayarkan.
Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa Washington memikul beban yang tidak adil dan telah mendorong agar PBB melakukan reformasi.
Sementara Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan bahwa sejauh ini sebanyak 129 negara telah membayarkan iuran mereka untuk 2019, yang berjumlah hampir US$ 2 miliar sekitar Rp 28,3 triliun.
Kekuarangan dana di PBB ini mempengaruhi operasional badan negara-negara di dunia itu untuk wilayah New York, Jenewa, Wina, Nairobo, hingga di komisi-komisi regional.
Sementara misi penjaga perdamaian PBB memiliki sumber dana yang terpisah, yang merupakan anggaran pemeliharaan perdamaian hingga akhir Juni 2019 sebesar US$ 6,7 miliar sekitar Rp 94,9 triliun, serta sebesar US$ 6,51 miliar sekitar Rp 92,2 triliun) untuk tahun ini hingga 30 Juni 2020.
AS tetap menjadi negara yang memegang tanggung jawab terbesar untuk misi penjaga perdamaian PBB, yakni dengan hampir 28% dari anggaran pemeliharaan perdamaian, meski kemudian berjanji untuk hanya membayar 25%, seperti yang disyaratkan oleh undang-undang AS.
Washington saat ini masih berutang sekitar US$ 2,4 miliar (sekitar Rp 33,9 triliun) untuk misi penjaga perdamaian PBB. (Agni Vidya Perdana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kehabisan Dana, PBB Terancam Tak Bisa Bayar Gaji Staf Bulan Depan"