BATAM TERKINI
Sidang Soal Aset Perusahaan PT. Taindo Citratama, Satpam Ikut Dijadikan Saksi
Berawal dari sini, perusahaan yang bergerak di bidang produksi plastik itu antara pelapor Ludijanto Taslim sebagai direktur
TRIBUNBATAM.id, BATAM – Pengadilan Negeri Batam kembali menggelar sidang terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng Kamis (17/10/2019) pagi.
Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Dwi Nuramanu didampingi anggota majelis hakim Efrida Yanti dan Yona Lamerossa Ketaren.
Sementara jaksa penuntut umum (JPUI) dihadiri Samsul Sitinjak, Rosmarlina Sembiring dan dua jaksa rekan lain.
Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi dari JPU, turut hadir penasihat hukum terdakwa Supriyadi SH MH dan Abdul Kodir Batubara SH.
• Rumah Orangtua Kapolri Tito Karnavian Terbakar, Andi Berusaha Tolong Warga Lain yang Jadi Korban
• Ketua DPRD Batam Bakal Masuk Jadi Anggota Dewan Kawasan, Ini Jawaban Tegas Nuryanto
• HKI Pertanyakan Daya Saing Batam di Tengah Ancaman Resesi Ekonomi, Dari Segi Upah Jelas Kalah
Dalam pemeriksaan saksi itu, ada lima saksi yang diajukan JPU.
Sebelum sidang dimulai, penasihat hukum Supriyadi sempat memprotes ke hakim, terkait runutan pemeriksaan saksi.
“Majelis yang mulia, seharusnya yang diperiksa adala saksi pelapor. Kami minta dihadirkan. Karena dari nama ini semua, kelimanya merupakan saksi fakta lain,” ujar pengacara asal Jakarta itu.
“Iya saran diterima. Tetapi kembali ke asas peradilan cepat murah dan sederhana kami rasa dilanjutkan. Tetapi menjadi catatan kita bersama,” jawab Ketua Majelis Dwi menjawab Supriyadi.
Sidangpun dilanjutkan, saksi dari deretan pertama adalah Fanny. Fanny merupakan tangan kanan alias kepercayaan Ludijanto Taslim selaku pelapor dalam perkara ini.
Dia memberikan keterangan terkait sejumlah aset PT. Taindo Citratama. Selain dia yang diperiksa, juga diperiksa Satpam perusahaan itu yang terletak di Sekupang, Batam, Kepri.
Fanny dan empat saksi lain yang dihadirkan, dicerca sejumlah pertanyaan. Baik dari hakim, JPU maupun panasihat hukum terdakwa. Oleh panasihat hukum Supriyadi, menilai kesaksian Fanny berbelit-belit dan seakan tidak sesuai substansi yang diperkarakan.
“Patut kami duga, ada rekayasa design yang diarahkan kepada klien kami. Sehingga klien kami duduk di persidangan ini. Sesungguhnya, sesuai kesaksian dan dakwaan tidak lah benar,” kata Supriyadi.
Supriyadi menguraikan, katanya, awal mula perkara ini, terkait sejumlah asset PT. Taindo Citratama. Diketahui, terdakwa Tahir merupakan Komisaris PT. Taindo Citratama, sementara Ludijanto Taslim selaku pelapor merupakan Direktur.
Ceritanya, tahun 2003 Ludijanto Taslim mengalihkan saham PT. Taindo Citratama sebanyak 50 kepada terdakwa Tahir Ferdian alias Lim Chong Peng.
Pengalihan saham di hadapan Notaris berdasarkan Akta Nomor 10 tanggal 30 April 2003 yang dibuat oleh Diah Guntari L. Soemarwoto, SH Notaris di Jakarta pada 2003 itu.
Berawal dari sini, perusahaan yang bergerak di bidang produksi plastik itu antara pelapor Ludijanto Taslim sebagai direktur dan Tahir sebagai komisaris sama sama memiliki saham 50 persen atas PT. Taindo Citratama. Sejak 2003 itu, sampai tahun 2016 perusahaan PT. Taindo Citratama tidak beroperasi.
Sehingga, kedua pemegang saham Ludijanto Taslim sebagai direktur dan Tahir ingin menjual aset perusahaan itu sekitar Juli 2016 lalu.
“Berangkat dari sini, keduanya sama-sama mencari pembeli asset perusahaan itu. Ternyata, keduanya baik klien kami (Tahir) maupun Ludijanto Taslim sama mendapat calon pembeli. Pak Tahir ini calon pembeli akan membeli asset perusahaan itu Rp18 miliar. Sedangkan, Ludijanto Taslim dapat calon pembeli mendapat Rp40 miliar. Karena pak Ludijanto Taslim pingin yang mahal, akhirnya calon pembeli dari klien kami pak Tahir distop dulu,” jelas Supriyadi.
Berawal dari sini, keduanya mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 9 September 2016. Kemudian, terdakwa Tahir memberikan kuasa jual kepada Ludijanto Taslim sampai dengan 15 Oktober 2016. Atau kurang lebih selama satu bulan.
”Kenapa cuma satu bulan, karena dua calon pembeli dari Ludijanto Taslim tidak terealisasi. Nah berangkat dari sini, patut kami duga Ludijanto Taslim hanya alasan doank. Kasih harga tinggi agar tak ada pembeli. Supaya tak balikin uang ini, diundur terus begitulah ceritanya,” ujar Supriyadi.
Yang perlu diingat kata Supriyadi, dua calon pembeli baik dari pihak Tahir dan Ludijanto Taslim sebelum digelarnya RUPS pada 9 September 2016 tersebut. Selanjutnya, tibalah 15 Oktober 2016 batas waktu penjualan, namun belum juga terjual.
Bahkan, ada penambahan waktu. Karena menurut notaris yang dituju pada nota kesepakatan itu ada salah ketik. Sehingga membutuhkan waktu tambahan sejak 15 Oktober 2016 itu.
“Setelah batas waktu 15 Oktober 2016 dan ditambahkan lagi sekitar satu bulan, Tahir akhirnya kembali calon pembeli awal. Karena tidak setuju, Ludijanto Taslim melapor ke polisi. Hingga terjadi lah sidang ini. Jadi itu runutan perkaranya. Pertanyaanya, dimana letak kesalahan klien kami. Kami tekankan, dari kronologis ini, klien kami tak bersalah,” terang Supriyadi.(Tribunbatam.id/Leo Halawa)