BATAM TERKINI
Paling Lambat 21 November, UMK 2020 Sudah Ditetapkan Termasuk di Batam
Kepala Disnaker Kepri menegaskan nilai UMP jadi dasar pemerintah menetapkan UMK kabupaten/kota. Paling lambat 21 November, UMK sudah harus ditetapkan.
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Upah minimum kota (UMK) saat ini sedang dibahas Tim Pengupahan (pemerintah, asosiasi pengusaha dan serikat pekerja) di masing-masing kabupaten/kota di Kepulauan Riau (Kepri).
Hasil pembahasan itu nanti akan diserahkan kepada tim pengupahan Provinsi Kepri sebelum diajukan dan ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kepri H Isdianto.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Kepri Tagor Napitupulu mengatakan hasil pembahasan itu sudah harus masuk ke tim pengupahan provinsi paling lambat pekan ke dua Oktober 2019.
“Hitungan kami, pada 10 Oktober 2019, hasil pembahasan UMK di kabupaten/kota sudah harus masuk ke tim pengupahan provinsi,” ungkap Tagor kepada Tribun, Kamis (17/10/2019) lalu.
Setelah 10 – 30 Oktober 2019, tim pengupahan provinsi akan membahas nilai UMK yang diajukan setiap kabupaten/kota.
Tagor memastikan akan mengajukan hasil pembahasan UMK kabupaten/kota di Kepri kepada Plt Gubernur Kepri paling lambat 30 Oktober 2019.
“Nanti Pak Plt Gubernur akan menetapkan nilai upah minimum provinsi (UMP). UMP ditetapkan 1 November 2019 secara serentak di Indonesia. Nah, setelah itu pasti nilai UMK kabupaten/kota baru ditetapkan berpatokan pada nilai UMP,” kata Tagor.
• DAFTAR Proyeksi UMK di Provinsi Kepri Termasuk Batam, UMP 2020 Naik 8,51 Persen
Kepala Disnaker Provinsi Kepri itu menegaskan lagi nilai UMP menjadi dasar bagi pemerintah untuk menetapkan UMK kabupaten/kota.
Artinya, nilai UMK tidak bisa lebih kecil dari nilai UMP.
Paling lambat 21 November 2019, nilai UMK kabupaten/kota sudah ditetapkan oleh Plt Gubernur Kepri.
Imbas Kenaikan UMK
Kenaikan upah minimum kota (UMK) Batam akan menjadi perhatian besar berbagai pihak, salah satunya pengusaha, karena mereka yang akan merasakan pengaruhnya.
Menurut Dosen Fakultas Ekonomi Unrika Dr Firdaus Hamta, SE, Msi, kisaran kenaikan UMK Batam yang menyentuh angka Rp4 juta akan menambah beban perusahaan dari sisi upah kerja.
“Apalagi, kenaikan upah kerja ini mengacu pada aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. Kenaikan upah disesuaikan dengan peningkatan ekonomi dan inflasi nasional,” kata Firdaus.
Menurut dia, agar tidak berimbas buruk bagi perkembangan Kota Batam tentu harmonisasi hubungan pekerja dengan pihak perusahaan harus tetap dijaga.
Hal ini didasari dengan prinsip perusahaan merupakan penyedia modal dan posisi pekerja adalah eksekutor dari modal tersebut.
“Problematika UMK sendiri sejatinya telah menjadi masalah umum dan setiap tahun mengundang polemik. Bahkan tingkat upah merupakan instrumen daya saing daerah untuk menarik investasi,” katanya.
Dosen Fakultas Ekonomi Unrika Batam ini mengatakan, tarik ulur antara pekerja dengan perusahaan inilah yang menjadi membuat pemerintah daerah harus hadir guna memberikan jalan tengah.
“Karena pemerintah daerah sejatinya tidak terlepas dengan kepentingannya sendiri yaitu untuk menjaga iklim investasi,” katanya.
Menurut Firdaus, UMK yang cenderung naik, secara langsung akan meningkatkan perilaku konsumtif masyarakat.
Selain itu, peningkatan ini juga turut menaikkan taraf kehidupan yang layak, yang artinya akan mendekatkan pada kesejahteraan khususnya dalam bentuk penghasilan (upah).
“Namun kondisi ini, satu sisi bisa bernilai positif dan sisi lain dapat berdampak negatif,” katanya.
Dinamika ini, mestinya juga harus direspon pemerintah daerah untuk lebih mengefektifkan Tim Pendendali Inflasi Daerah (TPID) sebab kenaikan UMK umumnya berdampak pada kenaikan inflasi daerah.
“Derasnya aspirasi dari pekerja atas kenaikan upah dapat terus terjadi karena memang telah sesuai realitasnya, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat cenderung naik,” katanya.
Firdaus menambahkan, inflasi perlu dikendalikan dari berbagai pendekatan, disamping menjaga ketersediaan kebutuhan pokok.
“Alasan ini telah sangat jelas, kebutuhan pokok di Kota Batam umumnya disuplai dari luar daerah,” ujarnya.
Cara lain dapat dilakukan pemerintah, menurut Firdaus guna memfasilitasi pekerja, adalah penyediaan salah satu aspek yaitu transportasi umum, atau lain sebagainya.
Ia mengatakan, perusahaan dan pekerja adalah aset dan penggerak ekonomi.
Akan tetapi, persoalan ekonomi tidak hanya ditentukan kedua komponen itu, ada faktor di luar, berupa keterlibatan pemerintah daerah dan stakeholders lainnya.
“Oleh karena itu, sebaiknya setiap pra-pembahasan UMK dibarengi dengan langkah-langkah antisipatif untuk tetap menjaga kondusivitas sektor ekonomi,” katanya.
Firdaus mengatakan, perlu peran banyak pihak dalam agenda ini, namun sejatinya, konsep ekonomi tidak selalu harus berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Sebab pertumbuhan ekonomi tidak serta-merta mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat.
“Namun dapat dengan model pendekatan lain seperti pengembangan model ekonomi di masyarakat yang harus diutamakan di tingkat daerah atau lebih menyasar dan menyentuh akar masalah secara langsung selain lebih solusif dalam pembangunan ekonomi di daerah dalam menyikapi kenaikan UMK ini,” ujarnya.
Dengan demikian, kata Firdaus, dampak positifnya lebih dapat dirasakan, seperti meningkatkan penghasilan, daya beli dan konsumsi masyarakat.
“Namun tetap, dampak negatif tidak dapat ditolak yang intinya akan menjadi pertimbangan bagi investor sehingga di kemudian hari dapat mempengaruhi lapangan pekerjaan,” katanya.
Karena perusahaan pada prinsipnya dituntut untuk menjaga kestabilan kinerja keuangan melalui efisiensi dan pertumbuhan laba.
Sementara di sisi lain, pemerintah sebaiknya memberikan stimulus terhadap perusahaan dari segala aspek menyangkut kenaikan upah kerja ini. (tom/dna)