IMLEK 2020

Kenang 10 Tahun Gus Dur Wafat, Berperan di Perayaan Tahun Baru Imlek

30 Desember 2019 tepat 10 tahun wafatnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, teringat peran Gus Dur perayaan Tahun Baru Imlek 2020

.(KOMPAS / TOTOK WIJAYANTO)
(ARSIP FOTO) Mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendengarkan pertanyaan wartawan saat menyampaikan Catatan Kritis Akhir Tahun di Jakarta, Selasa (26/12/2006) 

TRIBUNBATAM.id - 30 Desember 2019 nanti adalah tepat 10 tahun wafatnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Gus Dur merupakan bapak bangsa yang membawa perubahan, termasuk perayaan Tahun Baru Imlek secara terbuka. 

Gus Dur meninggal pada pukul 18.45 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangkusumo, Jakarta.

Kabar duka ini pertama kali disampaikan Ketua Tim Dokter, Yusuf Misbah, yang merawat Gus Dur sejak 26 Desember 2009 di RSCM.

Dikutip dari arsip Kompas, Gus Dur masuk rumah sakit akibat kesehatannya yang terus menurun setelah melakukan ziarah ke makam sejumlah ulama di Jawa Timur.

Menurut Yusuf, kondisi Gus Dur sempat membaik selama perawatan.

Namun pada Rabu, 30 Desember itu, sekitar pukul 11.30 WIB kesehatan Gus Dur mendadak memburuk.

Kondisi ini disebabkan komplikasi penyakit yang dideritanya selama ini, yaitu ginjal, diabetes, stroke, dan jantung.

Peran Gus Dur dalam perayaan Tahun Baru Imlek 2020 tidak dapat dilupakan.

Tahun Baru Imlek 2020 akan jatuh pada 25 Januari 2020.

Sejak era Gus Dur jadi presiden, kemeriahan perayaan Imlek atau Tahun Baru China bisa dilakukan.

Presiden keempat RI yang akrab disapa Gus Dur itu memang punya peran penting, sebab selama era Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto, masyarakat etnis Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka.

Hingga saat ini belum diketahui alasan atau latar belakang Soeharto melahirkan sejumlah kebijakan yang dianggap mendiskriminasi etnis Tionghoa.

Ini tentu butuh pembahasan dan diskusi yang sangat panjang.

Adapun mengenai larangan perayaan Imlek secara terbuka, kebijakan itu diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dalam aturan itu, Soeharto menginstruksikan agar etnis Tionghoa yang merayakan pesta agama atau adat istiadat "tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga".

Sementara itu, kategori agama dan kepercayaan China ataupun pelaksanaan dan cara ibadah dan adat istiadat China itu diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.

Imlek dan Cap Go Meh kemudian masuk dalam kategori tersebut.

Spontanitas Gus Dur Setelah Soeharto jatuh pada 1998, bermacam tradisi dan adat istiadat Tionghoa yang dilarang tidak serta-merta bisa langsung dijalani kembali.

Sejumlah kebijakan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa juga masih ada, misalnya kewajiban menyertakan surat bukti kewarganegaraan RI ketika mengurus dokumen kependudukan khusus untuk etnis Tionghoa.

Saat Gus Dur terpilih menjadi presiden hasil pemilihan umum pertama pada era reformasi, sejumlah perubahan dilakukan.

Salah satu momen penting adalah ketika Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967.

Inpres itu dicabut dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000.

Dilansir dari harian Kompas, Sekretaris Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia Budi Tanuwibowo masih ingat kejadian yang melatarbelakangi pencabutan inpres tersebut.

Prosesnya terbilang cepat, malah membuat Budi kaget dengan sikap Gus Dur itu.

"Waktu itu, kami ngobrol sambil berjalan mengelilingi Istana. Gus Dur lalu bilang, oke, Imlek digelar dua kali, di Jakarta dan Surabaya untuk Cap Go Meh. Kaget juga saya," kata Budi, dikutip dari harian Kompas yang terbit 7 Februari 2016.

Rencana perayaan Imlek dan Cap Go Meh itu tentu saja terhambat Inpres Nomor 14/1967 yang saat itu masih berlaku.

Namun, dengan spontan, Gus Dur berkata, "Gampang, inpres saya cabut." Pencabutan pun dilakukan dengan penerbitan Keppres Nomor 6/2000.

Keppres itu kemudian menjadikan etnis Tionghoa mulai merayakan Imlek secara terbuka.

Kemeriahan pun terlihat di perayaan Imlek, yang saat itu ditandai sebagai tahun Naga Emas.

Ornamen naga, lampion, dan angpau ikut terlihat terpasang indah di sejumlah pertokoan.

Atraksi barongsai menjadikan perayaan Imlek semakin ceria. Akan tetapi, perayaan Imlek sebagai hari nasional baru dilakukan dua tahun sesudahnya, pada era Presiden Megawati Soekarnoputri.

Megawati menyampaikan penetapan tersebut saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002.

Penetapan Imlek sebagai hari libur nasional baru dilakukan pada 2003. Menjadi bangsa Indonesia Meski demikian, bukan berarti diskriminasi terhadap etnis Tionghoa hilang. Pada 2004, Gus Dur pun mengakui masih ada ribuan peraturan diskriminatif yang belum dicabut.

"Masih ada 4.126 peraturan yang belum dicabut.

Misalnya, soal SBKRI. Itu kan sesuatu yang tidak ada gunanya," kata Gus Dur dikutip dari harian Kompas yang terbit pada 11 Maret 2004.

"Di mana-mana di dunia, kalau orang lahir ya yang dipakai akta kelahiran, orang menikah ya surat kawin, tidak ada surat bukti kewarganegaraan. Karena itu, saya mengimbau kawan-kawan dari etnis Tionghoa agar berani membela haknya," ujar dia.

Gus Dur pun berharap semua elemen bangsa memberikan kesempatan kepada masyarakat Tionghoa dalam kehidupan bermasyarakat.

"Mereka adalah orang Indonesia, tidak boleh dikucilkan hanya diberi satu tempat saja. Kalau ada yang mencerca mereka tidak aktif di masyarakat, itu karena tidak diberi kesempatan," ucap Gus Dur.

"Cara terbaik, bangsa kita harus membuka semua pintu kehidupan bagi bangsa Tionghoa sehingga mereka bisa dituntut sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia," ujar tokoh Nahdlatul Ulama itu. Atas kebijakan dan pemikirannya yang terbuka, Gus Dur pun mendapat gelar sebagai "Bapak Tionghoa Indonesia".

Bagi kaum Tionghoa, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan, tekanan, dan prasangka.

Pada masa lalu, kaum Tionghoa kerap mendapati stigma buruk, baik dari Pemerintah Indonesia, maupun masyarakat pada umumnya.

Gus Dur juga dinilai telah berjasa menjadikan semua warga negara menjadi setara.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved