HARI JUANG TNI AD-Kisah Heroik Tentara Selamatkan Sahabat Kecilnya dari Tembakan Pasukan Inggris
Soejoto menyaksikan teman seperjuangannya tertembak peluru senjata Inggris. Pertempuran di Ambarawa sangat mengerikan.
TRIBUNBATAM.id - Besok, Minggu 15 Desember 2015 segenap TNI Angkatan Darat (AD) akan memperingati Hari Juang TNI AD.
Setiap 15 Desember diperingati sebagai Hari Juang TNI AD, dulunya bernama Hari Juang Kartika.
Hari Juang TNI AD diperingati untuk mengenang pertempuran pasukan infanteri Tentara Kemananan Rakyat (TKR) dan laskar rakyat melawan pasukan Sekutu di Ambarawa pada 1945.
Seperti apa kisah pertempuran paling fenomenal dalam sejarah Republik Indonesia ini? Simak selengkapnya di sini.
Ign. Slamet Rijadi dalam bukunya 'Dari Mengusir Kempeitai sampai Menumpas RMS' (Penerbit Gramedia Pustaka Utama) menuliskan kisah pengalaman Komodor S. Tull dari tim RAPWI yang ikut bertempur habis-habisan dalam Pertempuran Ambarawa.
"Pertempuran Ambarawa sangat mengerikan. Setiap jengkal tanah dipertahankan secara mati-matian oleh kedua belah pihak.
Ini benar-benar sebuah total war, bukan hanya karena besarnya jumlah korban, tetapi juga akibat sengitnya pertempuran.
Sekitar 2000 orang tewas di pihak Indonesia. Kami sendiri kehilangan 100 orang dan 75 bekas tawanan APWI yang ikut bertempur setelah kami beri senjata,"demikian kesaksian Komodor S. Tull.
Dalam Pertempuran Ambarawa, baik TKR (Tentara Kemanan Rakyat) dan Inggris sama-sama mengerahkan semua kekuatan militer mereka sehingga terjadi pertempuran sengit.
Dalam pertempuran tersebut juga, pasukan TKR Solo ikut menyergap Inggris dari arah tenggara, sejak Tuntang sampai perkebunan karet di Asinan.
Seorang tentara bernama Soejoto menggambarkan masa-masa saat pertempuran sengit itu terjadi. Ia menyaksikan teman seperjuangannya tertembak peluru tajam tentara sekutu saat tengah bertempur.
"Tiba-tiba saya lihat Roedjito tertembak perutnya. Selain mengeluh sakit, dia selalu berteriak kehausan, minta minum. Yang paling saya takutkan kalau dia kemudian bunuh diri karena tidak kuat menahan sakit.
Maka, dia segera saya gendong, saya bawa lari ke garis belakang agar segera bisa diobati," kata Soejoto.
Soejoto dan Roedjito teman sejak masih di SMP II Solo. Mereka kemudian sama-sama masuk SPT Cilacap dan sama-sama memilih karier militer lewat jalur TKR.
Ign. Slamet Rijadi dilansir dari buku 'Dari Mengusir Kempeitai sampai Menumpas RMS' mengatakan, Kolonel Soejoto pensiun pada tahun 1975, sedangkan jabatan Mayor Jenderal Roedjito sebelum purnawira adalah Duta Besar di Papua Nugini.
Awal Mula Perlawanan
Dilansir dari Kompas.com dalam artikel berjudul 'Hari Juang Kartika, Mengenang Palagan Besar di Ambarawa', Kehadiran Tentara Sekutu dan Belanda di Indonesia pada 1945 tak hanya untuk menanamkan benih kolonialisme baru.
Mereka juga mencoba melucuti senjata dan mengamankan tentara Jepang.
Dilansir dari Harian Kompas terbitan 15 Desember 1987, kejadian yang membuat Indonesia marah diawali saat Belanda memasang benderanya di Ambarawa.
Insiden lain terus berlanjut, pemuda Indonesia mulai mengambil sikap dengan menyerang tentara Belanda. Para pemuda Indonesia juga mengambil alih penyimpanan senjata milik Jepang yang dikuasai Belanda.
Karena situasi memanas, pada 20 Oktober 1945, kapal HMS Grenroy milik Inggris merapat di Pelabuhan Semarang. Inggris mendaratkan satu batalyon tentara elite Gurkha yang memiliki pengalaman tempur.
Mereka diperkuat dengan brigade artileri dan bantuan belasan pesawat terbang serta kapal penyerang HMS Sussex.
Indonesia tak gentar. Tiga batalyon dari Resimen Kedu, enam dari Purwokerto, tujuh dari Yogyakarta, satu resimen gabungan dari Solo dan empat Balalyon Divisi Salatiga diturunkan.
Kekuatan ditambah dengan laskar rakyat yang semakin menambah daya gedor pasukan Indonsia.
Pada 11 Desember 1945, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang kala itu masih berpangkal kolonel mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar.
Kehadiran Sudirman ke Ambarawa bertujuan membangkitkan semangat TKR dan rakyat setelah gugurnya Letkol Isdiman pada pertempuran sebelumnya.
Bertempur habis-habisan
Pasukan TKR bertempur habis-habisan melawan tentara Sekutu yang diperkuat pasukan Gurkha. Kolonel Sudirman memerintahkan TKR untuk secepat mungkin mengusir Sekutu bersama Belanda keluar dari Ambarawa.
Pada 12 Desember 1945 sekitar pukul 04.00 WIB, pertempuran di Ambarawa berkobar. Serangan dilakukan serentak dan mendadak dari semua sektor secara berlapis.
Taktik ini disebut oleh Sudirman sebagai taktik Supit Urang atau taktik mengunci atau mengurung lawan. Akibat serangan ini, pasukan Sekutu benar-benar terkunci lantaran suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya di Semarang putus sama sekali.
Ungaran dibombardir oleh pesawat Sekutu agar bisa membuka jalan bagi pasukannya agar bergerak bebas ke berbagai penjuru. Bahkan, serangan udara diperluas sampai Solo dan Yogyakarta.
Semangat TKR dan laskar rakyat Indonesia tetap berkobar hingga pada akhirnya mampu mengusir pasukan musuh dari Ambarawa. Perlawanan yang diberikan oleh rakyat Indonesia memberikan pelajaran bahwa sesuatu yang dilakukan dengan bersama-sama akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Pada 15 Desember 1945, akhirnya sekutu mundur ke Semarang, dan Ambarawa benar- benar bisa direbut kembali. TKR membuktikan dirinya bahwa mampu memukul mundur meski tak memiliki persenjataan sehebat musuh.
Monumen Palagan Ambarawa
Karena dampak yang ditimbulkan dalam pertempuran di Ambarawa dianggap signifikan dalam berbagai aspek, maka Presiden kedua RI Soeharto membangun sebuah monumen untuk memperingati peristiwa bersejarah itu.
Dilansir dari Harian Kompas terbitan 16 Desember 1974, Soeharto memganggap pertempuran empat malam pada 11-15 Desember 1945 merupakan lembaran istimewa dalam sejarah bangsa.
Monumen yang berdiri digunakan untuk mengingat memori kolektif bangsa pada generasi berikutnya. Tepat pada 15 Desember 1974, monumen yang berada areal tanah seluas 35.600 meter persegi di Ambarawa diresmikan Soeharto.
Dalam Monumen Palagan Ambarawa terdapat patung Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto dan patung pahlawan lain ketika berjuang dalam pertempuran itu. Terdapat juga patung Letkol Isdiman selaku komandan resimen yang gugur dalam pertempuran.
Baret hijau lambang infanteri
Pertempuran Ambarawa menjadi simbol penetapan Hari Infanteri yang bertepatan pada 15 Desember. Setelah pembangunan Monumen Palagan Ambarawa, TNI juga menetapkan ciri khas Infanteri.
Dilansir Harian Kompas terbitan 17 Desember 1994, bertepatan dengan peringatan hari jadi ke-49 korps Infanteri, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ketika itu, Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar meresmikan penggunaan baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri.
Penggunaan baret hijau ini berlaku di seluruh jajaran satuan Infanteri Komando Daerah Militer (Kodam) di wilayah Indonesia.
Pemakaian baret hijau sebagai ciri khas prajurit Infanteri, bukan sekadar pelengkap atribut prajurit yang tidak mengandung makna. Tapi, ini merupakan lambang kebanggaan yang akan melahirkan dedikasi dan motivasi juang yang tangguh, kebersamaan serta ikatan yang kukuh bagi setiap prajurit Infanteri.
Sampai sekarang prajurit Infanteri dikenali dengan warna baretnya berwarna hijau. Hanya Pasukan Infanteri Marinir TNI AL yang menggunakan baret berwarna ungu.
Dalam perkembangannya, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163/1999, Hari Infanteri kemudian diganti dengan nama Hari Juang Kartika.
Strategi "Supit Urang"
Berbagai hal dalam Pertempuran Ambawara. Di antaranya Strategi "Supit Urang".
Ketika mendengar Letkol Isdiman meninggal, Jenderal Besar Sudirman yang saat itu menjabat kolonel menuju Ambarawa. Jiwa Kolonel Sudirman sebagai Komandan Divisi V terpanggil untuk turun ke medan pertempuran.
Pada 11 Desember 1945, seluruh komando pasukan TKR dan laskar rakyat di bawah kendali Sudirman. Saat itu, Sudirman mulai memperkenalkan dan membuat rencana untuk melakukan taktik baru dalam pertempuran ini, yakni cepat, cerdik, serentak di segala sektor dengan menggunakan taktik dan strategi “Supit Urang”.
Gerakan tersebut diikuti dengan gerakan penjepitan dari kanan dan kiri sebagaimana halnya seekor udang menjepit mangsanya, untuk selanjutnya supit bertemu di bagian luar Ambarawa ke arah Semarang.
Untuk menjalankan taktik ini digunakan empat kelompok yang terdiri dari beberapa pasukan dengan tujuan musuh benar-benar dalam kondisi terkurung dan komunikasi dengan pusat terputus.
Kolonel Sudirman menggunakan beberapa tempat di dataran tinggi seperti Bawen, Lemahabang, Bandungan, Tuntang, Banyubiru, Ngampin, Jambu, Kelurahan dan Baran sebagai tempat menggempur musuh.
Pertempuran Ambarawa yang berlangsung dari tanggal 12 sampai 15 Desember 1945 berhasil memukul mundur sekutu dari Ambarawa.
Heroisme yang ditunjukkan TKR dan Laskar dengan senjata dan peralatan seadanya didukung dengan Taktik Supit Urang berhasil secara gilang gemilang mengusir sekutu dari Ambarawa.
Peristiwa itu menjadi bukti efektifitas dari taktik yang digunakan oleh Sudirman di medan pertempuran. Keberhasilan ini menjadikan Kolonel Sudirman mendapatkan pangkat Jenderal dari Presiden Soekarno.
#HARI JUANG TNI AD-Kisah Heroik Tentara Selamatkan Sahabat Kecilnya dari Tembakan Pasukan Inggris#