BINTAN HARI INI
Satreskrim Polres Bintan Layangkan Surat Panggilan ke Sekretaris DPD Partai Nasdem Iwan Kurniawan
Kasat Reskrim Polres Bintan, AKP Agus Hasanuddin mengatakan, Iwan Kurniawan yang ditetapkan sebagai tersangka kooperatif selama proses pemeriksaan.
Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Septyan Mulia Rohman

TRIBUNBATAM.id,BINTAN - Penyidik Satreskrim Polres Bintan melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Sekretaris DPD Partai Nasdem, Iwan Kurniawan.
Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Agus Hasanuddin mengatakan, Iwan Kurniawan memenuhi panggilan penyidik.
Penyidik menilai Iwan Kurniawan koperatif selama proses pemeriksaan.
Iwan Kurniawan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dan penipuan yang dilaporkan oleh seorang warga Tanjungpinang, Ko Ming Jumat (29/11/2019) lalu.
Ia merasa ditipu setelah menyetorkan sejumlah uang untuk membeli lahan di kawasan Galang Batang seluas tujuh hektare. Laporan Ko Ming ini kemudian didalami penyidik Satreskrim Polres Bintan.
"Surat pemanggilan kedua sebagai tersangka kepada Iwan Kurniawan sudah kita layangkan beberapa hari lalu. Tersangka sudah datang memenuhi pemanggilan kami. Penyidik masih meminta keterangan kepada tersangka. Bila sudah ditahan, akan kami sampaikan," ucap Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Agus Hasanuddin, Jumat (20/12/2019).
Iwan Kurniawan sebelumnya sempat mangkir dalam panggilan penyidik dalam surat yang dilayangkan, Jumat (29/11/2019) lalu.
Dalam surat tersebut, agenda pemeriksaan Iwan sebagai tersangka rencananya dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB.
Namun hingga sore sekitar pukul 15.36, tersangka tidak juga datang memenuhi panggilan polisi sebagai tersangka penggelapan dan penipuan yang dilaporkan Ko Ming, warga Tanjungpinang.
Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Agus Hasanuddin sebelumnya sudah memanggil Iwan Kurniawan sebanyak empat kali.
Agus menjelaskan, Ko Ming membeli tanah milik Susafat melalui Ik sebagai perantara.
Harga lahan disepakati Rp 910 juta. Kepada Ko Ming, Iwan sempat memberikan 4 Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada korban,tetapi belum sampai pengurusan di kecamatan untuk pembuatan Surat Kepemilikan Tanah (SKT).
Ko Ming pun melakukan proses pembayaran dengan cara mencicil sebanyak 11 kali dengan total uang yang baru disetorkan Rp 335 juta.
"Nah dalam prosesnya, pelapor tidak menerima surat-surat lahan yang sudah dijanjikan. Padahal korban sudah menyerahkan sejumlah uang," ungkapnya. Pemilik lahan, diakui Agus mengembalikan uang Rp 80 juta yang diterimanya dari Ik ke Ko Ming. Ini karena pemilik lahan tidak ingin ikut terlibat dalam persoalan ini.
“Lahan itu memang milik Susafat. Uang yang sudah diterimanya, dikembalikan kepada pelapor. Pada prinsipnya, kami ingin permasalahan ini tuntas,” ucapnya.
(Hingga berita ini diterbitkan, TribunBatam.id masih berupaya untuk mengonfirmasi Iwan Kurniawan).
Polres Ungkap Kasus Lahan di Bintan
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan jual beli tanah sebelumnya diungkap penyidik Satreskrim Polres Bintan.
Dalam ungkap kasus yang dilakukan Kamis (25/10/2019), satu orang pria bernama Edi Subagio (43) warga Toapaya, Bintan diamankan pihak kepolisian.

Ulah tersangka pun terungkap setelah ada seorang warga bernama Edi Jon Piter yang merasa curiga dengan surat tanah miliknya yang diperoleh dari tersangka.
Korban awalnya berusaha memastikan ke tingkat RT/RW, desa serta kecamatan. Namun surat itu tidak terdaftar, sehingga korban mengeluhkan hal itu dengan mendatangi Unit Reskrim Polres Bintan.
Terkait dari hal itu, penyidik memanggil tersangka untuk dimintai keterangan.
Namun saat di telepon, tersangka mengaku sedang berada di luar kota. Setelah diselidiki oleh penyidik, ternyata Edi Subagio berada di Bintan.
Edi Subagio akhirnya datang ke bagian Unit Reskrim Mapolres Bintan selang beberapa hari pemanggilan itu.
Setelah diperiksa, penjelasan Edi Subagio tidak beraturan bahkan ngawur.
"Akhirnya kami tahan untuk sementara. Saat kami kerumahnya, di sana kami menemukan ratusan surat tanah palsu dan perangkat elektronik yang dipergunakan pelaku untuk membuat surat palsu," ungkap Kasatreskrim Polres Bintan, AKP Agus Hasanudin, Kamis (25/10/2019).
Agus menjelaskan, sebagian besar surat yang dipalsukan merupakan tanah milik perusahaan.
Agus menyebutkan, tersangka membuat Surat Pengoperan dan Pengusaan Tanah (SPPT) kepada pembeli yang hendak membeli kaveling darinya.
Agar surat tanah itu benar sudah diketahui perangkat RT/RW, kepala desa hingga camat, Edi Subagio memalsukan surat keterangan tanah dan memalsukan tanda tangan pejabat RT, RW hingga camat di Toapaya.
"Stempel, nomor register surat tanah dan tanda tangan perangkat RT/RW dipalsukan semua oleh pelaku,"ungkapnya.
Agus menyampaikan, sampai sejauh ini dari pengakuan tersangka bahwa sebanyak 114 surat tanah yang dipalsukan pelaku.
Sebagian surat tanah pun sudah di jual pelaku kepada masyarakat.
"Iya, tersangka sudah menjual beberapa surat tanah tersebut kepada masyarakat,"ujarnya.
Agus juga berharap kepada masyarakat yang pernah berhubungan dan menggunakan jasa pelaku hingga menjadi korban pelaku disaat membeli tanah agar melaporkan ke pihak kepolisian.
"Kalau untuk korbannya sampai sejauh ini belum ada yang mengeluhkan setelah salah seorang warga yang mengelunkan surat tanahnya tidak asli beberapa hari lalu. Tetapi kami masih menunggu warga yang merasa di tipu oleh pelaku mafia tanah ini,"terangnya.
Sementara itu, saat disinggung apakah ada tersangka lain dibalik pengungkapan kasus mafia tanah ini, Agus menyebutkan tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain.
"Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain atas kasus ini, karena itu kita akan terus melakukan penyelidikan lebih dalam lagi," ungkapnya.
Ditempat yang sama, Edi Subagio yang tampak tertunduk saat gelaran ekspos mengaku menyesali perbuatannya.
Edi pun berkata perbuatannya sudah sangat merugikan banyak orang lain.
"Saya sangat menyesal melakukan perbuatan ini, tapi apa boleh buat saya sudah di tahan," ucapnya.
Edi juga memberitahu, bahwa dirinya sudah banyak menjual surat tanah kepada orang lain sebelum diamankan.
Dimana dalam 1 surat dengan luas rata-rata 1 sampai 2 hektare telah dijual ke masyarakat dengan harga Rp 10 juta.
"Kalau jasa penjualan sekitar Rp 2 sampai Rp 6 juta,” tuturnya singkat sembari tertunduk.
Edi pun mengaku sudah mendapatkan hasil dari hasil penipuan surat tanah yang dilakukannya sekitar Rp 73 juta.
Uang itupun digunakan pelaku untuk operasional saat dirinya menyiapkan berkas-berkas surat tanah yang di palsukannya.
"Uang itu semua untuk operasional, print, stempel, kertas dan lainya," terangnya.
Edi juga menyampaikan, bahwa dirinya melakukan perbuatan pemalsuan surat tanah itu secara otodidak dan tidak ada yang mengajarinya.
"Saya belajar-belajar saja, tidak ada yang ajari.Namun saya memang sudah biasa mengurus hal yang mengenai administrasi surat tanah orang selama ini," ungkap Edi yang sudah memiliki lima orang anak tersebut.
Atas perbuatannya pelaku dijerat pasal 263 ayat 2 pasal 264 ayat 1 tentang KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman 7 tahun kurungan penjara.(tribunbatam.id/alfandisimamora)