Tim Advokasi Novel Baswedan Desak Usut Jenderal yang Terlibat, Kabareskrim: Ini Baru Permulaan

Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Polri mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada

Foto: ANTARA Via Tribun Pekanbaru
Pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan dibawa petugas untuk dipindahkan ke Bareskrim Mabes Polri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu, 28 Desember 2019. Rencananya, kedua tersangka tersebut akan ditahan di Badan Reserse Kriminal Polri 

TRIBUNBATAM.id - Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Polri mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.

Tertangkapnya dua anggota polisi aktif tersebut menurut Tim Advokasi Novel Baswedan, dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti.

"Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian," tulis Tim Advokasi Novel Baswedan dalam rilisnya, Minggu (29/12/2019).

Tim Advokasi menyebut Kepolisian harus segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.

Apalagi, hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK.

"KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di 2 orang ini. Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan dua orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK," ujar Tim Advokasi dalam pernyataannya.

Selain itu, Kepolisian juga harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap.

Juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.

 

Oleh karena itu menurut Tim Advokaso, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan.

Hal ini diperlukan karena menurut Tim Advokasi, terdapat sejumlah kejanggalan.

"Adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap dan temuan polisi seolah-olah baru sama sekali," ujarnya.

Misalnya apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri.

Polri dikatakannya harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan.

"Ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan presiden yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini," kata Tim Advokasi.

 

Menurutnya, korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi. Terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi.

Selain itu polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya, yakni teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved