Wahyu Setiawan Tersangka Suap oleh KPK, Sempat Ngotot Larang Mantan Narapidana Korupsi Ikut Pilkada
Wahyu Setiawan tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 oleh KPK sempat bersikeras terkait wacana narapidana kasus korupsi ikut Pilkada.
Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h, yang dilarang untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya mantan terpidana bandar narkoba dan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak. Meski batal, dalam PKPU tersebut, KPU memasukkan aturan baru yang pada pokoknya meminta partai politik mengutamakan calon yang bukan mantan terpidana korupsi di Pilkada 2020.
"Diutamakan dan mengutamakan. Bahwa partai politik itu mengutakan yang bukan napi koruptor," kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dikonfirmasi, Jumat (6/12/2019).
Aturan tambahan tersebut dimuat dalam dua ayat, yaitu Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4). Pasal 3A ayat (3) berbunyi, "Dalam seleksi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Kemudian dalam Pasal 3A ayat (4) berbunyi, "Bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi"
Evi menjelaskan, nantinya, partai politik akan diminta membuat semacam pakta integritas untuk tidak akan mencalonkan mantan napi korupsi di Pilkada.
Tetapi, jika partai tetap mencalonkan eks koruptor, tidak akan membawa dampak hukum apapun.
"Sifatnya diutamakan dan mengutamakan," ujar Evi. Ditetapkan sebagai tersangka Sikap Wahyu terhadap mantan napi korupsi yang hendak ikut Pilkada seolah menjadi ironi setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka suap.
Wahyu Setiawan menjadi tersangka karena disangkakan menerima suap dengan menjanjikan politisi PDI-P Harun Masiku agar ditetapkan menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.
Menurut Wakil Ketua KPK Lily Pintauli Siregar, Wahyu diduga meminta uang hingga Rp 900 juta ke Harun. "Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR-RI pengganti antar-waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis.
Lili mengatakan, penerimaan uang tersebut dilakukan dalam dua tahap yaitu pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019.
"Pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang sedang didalami KPK memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada WSE (Wahyu) melalui ATF (mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina), DON (Doni) dan SAE (Saeful)," ujarnya.
Dari penyerahan uang itu, Wahyu telah menerima uang Rp 200 juta. Uang diterimanya dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun disebut menyerahkan Rp 850 juta ke Saeful lewat seorang staf DPP PDI-P.
Saeful kemudian membagi-bagi uang tersebut kepada Agustiani dan Doni. Doni menerima uang sebesar Rp 150 juta sementara Agustiani menerima Rp 450 juta.
"Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili.
Pada Selasa (8/1/2020) kemarin, Wahyu disebut hendak meminta uang tersebut kepada Agustiani. Namun, kedunya justru ditangkap KPK lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT).(Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ironi Wahyu Setiawan: Ngotot Larang Eks Koruptor Ikut Pilkada, Sekarang Jadi Tersangka Suap", https://nasional.kompas.com/read/2020/01/10/10564911/ironi-wahyu-setiawan-ngotot-larang-eks-koruptor-ikut-pilkada-sekarang-jadi?page=all.