BATAM TERKINI

Tak Lagi Berfungsi Jadi Gedung MTQ, Museum Raja Ali Haji Batam Sudah Punya Plang Nama

Plang nama Museum Raja Ali Haji Batam yang berada di Dataran Engku Puteri akhirnya terpasang setelah dikerjakan sejak November 2019.

Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.id/ROMA ULY SIANTURI
Plang nama Museum Raja Ali Haji Batam yang berada di Dataran Engku Puteri akhirnya terpasang, Selasa (21/1/2020) 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Museum Raja Ali Haji Batam kini sudah punya plang nama. Jika sebelumnya gedung eks Astaka MTQ Nasional itu masih bertuliskan MTQ Nasional, sekarang tidak lagi.

Hal ini pun semakin mempertegas fungsi bangunan itu sebagai museum di Batam.

Plang nama Museum Raja Ali Haji Batam yang berada di Dataran Engku Puteri, terpasang.







Pemasangan plang nama museum ini masuk dalam paket revitalisasi yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan anggaran sekitar Rp 500 juta dan berlangsung sejak November 2019 lalu.

Sementara itu, deretan huruf berukuran besar menggantikan tulisan MTQ Nasional XXV Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau yang sudah dicabut waktu lalu.

Seperti diketahui museum ini berada di Dataran Engku Puteri Batam Center.

Sudah disiapkan secara periodik sejak 2019 lalu.

"Saat ini tulisannya masih bewarna putih. Nanti, secara bertahap kita buat pakai lampu warna warni seperti di Dataran Engku Hamidah. Biar semakin bagus dan menarik," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata, Selasa (21/1/2020).

 Revitalisasi Museum Raja Ali Haji Bakal Rampung, Batam Punya Destinasi Wisata Baru

Ardi menyebutkan sejauh ini prosesnya ada beberapa kegiatan direvitalisasi museum ini.

Seperti perbaikan plafon gypsum lantai 1.

Kemudian perbaikan lantai parkir, pintu, dinding, serta pemasangan AC.

Revitalisasi gedung bekas Astaka MTQ ini, lanjut dia, memang sangat diperlukan karena jarang digunakan.

Padahal lokasi ini selalu menjadi incaran wisatawan jika melewati Alun-Alun Engku Putri Batam Centre.

Pihaknya menargetkan bulan ini pengerjaan revetalisasi museum rampung.

"Kami perkirakan akhir bulan ini revitalisasi selesai. Biar kita langsung mempromosikan ke wisatawan baik domestik atau mancanegara," ucap mantan Kabag Humas Sekdako Batam itu.

Selain itu Museum Raja Ali Haji Batam mengusung konsep linimasa.

Di mana perjalanan sejarah Batam sejak masa Kerajaan Riau Lingga hingga saat ini tergambar dalam museum .

Bahkan, cerita sejarah Batam ini dituangkan dalam bentuk dua dimensi.

Foto-foto tiap masa ditempel di dinding museum secara berurutan.

Dari Kerajaan Riau Lingga, Belanda, Temenggung Abdul Jamal, Jepang, masa Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Kabupaten Kepri, Otorita Batam (OB), BJ Habibie, lalu Kota Administratif, masuk Sejarah Astaka, dan Khasanah Melayu.

"Termasuk masa pembangunan infrastruktur atau Batam sekarang semua bisa dilihat di sini (museum). LAM juga akan memberikan benda-benda pusaka sejarah melayu," jelas Ardi.

Museum ini juga akan diisi berbagai benda yang terkait dengan kebudayaan masyarakat melayu di Batam

Seperti peralatan tradisional, upacara adat, pakaian adat, peninggalan sejarah, hingga keramik-keramik kuno.

"Ada banyak benda bersejarah yang bisa diketahui ketika mereka berkunjung ke Museum Batam," bebernya.

Ardi mengatakan kehadiran museum ini diharapkan dapat menjadi daya tarik baru bagi wisatawan.

Baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Sekaligus untuk memenuhi kebutuhan warga Batam dalam mendapatkan informasi seputar sejarah peradaban di Batam.

"Selain menjadi destinasi wisata. Museum ini juga sebagai edukasi bagi pelajar di Batam," harap pria kelahiran Selat Panjang itu.

Sebelumnya Museum Batam yang telah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kini menunjukkan beberapa koleksinya yang cukup menarik.

Salah satunya Bangkeng.

Bangkeng merupakan tempat menyimpan baju pengantin melayu yang diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun sudah terpajang di Museum Batam di Dataran Engku Putri.

Selain bangkeng atau ruko, juga terlihat peralatan rumah berbahan kuningan yang sangat khas dari kebudayaan melayu.

Seperti pahar, tempat hidangan berkaki. Kemudian semberit, tempat hidangan berkaki ukuran kecil.

Selanjutnya ada talam, tempat hidangan tak berkaki. Serta sanggan atau alas dan sangku tempat air cuci tangan.

“Ini juga ada tepak sirih yang berisikan kacip untuk membelah pinang; cembul tempat pinang, gambir, tembakau, dan kapur; alas tepak yang disebut puan, serta keto tempat membuang sisa makan sirih pinang," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata di sela-sela pengisian koleksi Museum Batam.

Pada koleksi di sudut “Masa Riau Lingga” tersebut juga terlihat kaki dian atau tempat meletakkan lilin.

Selain itu juga terdapat embat-embat, tempat air wangi. Dan kupi, tempat menyimpan peralatan menjahit.

Koleksi lain yang dimiliki Museum Batam untuk perlengkapan rumah masyarakat melayu zaman dahulu adalah belange obat periuk.

Yaitu tempat untuk merebus ramuan obat-obatan. Juga terlihat tempat air basuh tangan, lekar atau alas periuk, hingga tudung saji.

“Di sisi lain museum ini juga akan ada galeri foto sejarah Batam, dari zaman Belanda sampai sekarang,” tutur mantan Kepala Bagian Humas Setdako Batam ini.

Museum yang berada di Dataran Engku Puteri ini mengambil bangunan eks Astaka MTQ Nasional 2014 ini terdaftar dalam basis data museum se-Indonesia milik Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dengan nomor 21.71.U.05.200. (tribunbatam.id/Roma Uly Sianturi)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved