KEPRI TERKINI
Nurdin Basirun Dituntut 6 Tahun Penjara dan Terancam Dicabut Hak Politiknya
Penasihat hukum Nurdin Basirun, Andi Muhammad Asrun menyatakan kliennya telah mulai menyiapkan pledoi untuk dibacakan pada persidangan berikutnya.
Nurdin Basirun Dituntut 6 Tahun Penjara dan Terancam Dicabut Hak Politiknya
JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun langsung dikerumuni dan disalami sejumlah pengunjung sidang, seusai mendengarkan tuntutan 6 tahun penjara yang diajukan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tuntutan tersebut diajukan Jaksa Penuntut Umum Asri Irawan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Begitu sidang ditutup, Nurdin yang mengenakan masker berdiri dari kursi terdakwa dan langsung dikerubungi para pengunjung.
Tampak perempuan setengah baya berbaju serba hijau memeluk Nurdin Basirun.
Pengunjung sidang tersebut Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bhakti Melayu Bersatu, Aminah Ahmad.
"Kami berharap tim penasihat hukum memperjuangkan dalam pledoi (pembelaan)," ucap Aminah.
Penasihat hukum Nurdin Basirun, Andi Muhammad Asrun menyatakan kliennya telah mulai menyiapkan pledoi untuk dibacakan pada persidangan berikutnya.
Andi mengatakan, dalam pledoinya Nurdin akan menyampaikan hal-hal positif, di antaranya selama menjabat sebagai gubernur dirinya kerap berbuat baik kepada masyarakat.
Selain itu, Nurdin juga akan mengklaim dirinya selalu mengarahkan para kepala dinas untuk bekerja sesuai aturan, sebagaimana yang disampaikan oleh saksi-saksi di persidangan.
"Nurdin juga akan secara sekilas menceritakan sisi pribadinya sebelum terjun dalam dunia politik, di mana masyarakat senantiasa meminta perlindungan dan bantuan manakala dibutuhkan. Sosok kepemimpinan sosial inilah yang tidak diperhatikan," kata Andi.
Ditambahkan, penasihat hukum akan mempersiapkan materi pledoi dari sudut teknis hukum.
Ia akan membeberkan posisi perkara yang dinilai terlalu dipaksakan sejak awal.
KPK menuduh mantan Bupati Karimun ini telah menyalahgunakan kekuasaan dan meminta uang setoran kepada para bawahannya.
Andi juga akan mempertegas fakta tidak ada kejelasan bukti Nurdin menerima uang suap 5.000 dolar Singapura dari mantan Kepala Dinas DKP Eddy Sofyan yang juga menjadi terdakwa dan telah divonis 4 tahun penjara.
Pledoi pribadi maupun nota pembelaan tim penasihat hukum Nurdin Basirun rencananya akan disampaikan dalam sidang selanjutnya, 2 April 2020.
Nurdin Basirun dituntut hukuman selama 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.
Selain itu jaksa menuntut hak politik Nurdin Basirun dicabut selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman.
Jaksa menyebut Nurdin terbukti menerima suap sebanyak Rp 45 juta dan 11 ribu dolar Singapura dari pengusaha Kock Meng, Abu Bakar, dan Johanes Kodrat.
Suap diberikan agar Nurdin meneken surat izin prinsip pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepulauan Riau untuk usaha mereka.
Gratifikasi
Selain menerima suap, jaksa nenyatakan Nurdin juga menerima gratifikasi senilai Rp 4,22 miliar.
Menurut jaksa sebagian besar uang diterima terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
Jaksa menyatakan perbuatan Nurdin bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, perbuatan Nurdin juga telah mencederai harapan dan kepercayaan masyarakat.
Adapun hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.
Nurdin dituding menerima gratifikasi sebesar Rp 4.228.500.000 yang berasal dari pengusaha dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Kepri periode 2016-2019.
Pemberian dari pengusaha tersebut terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
Selain itu Nurdin dinilai terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp 3.233.960.000, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan 34.803 dolar AS yang diperoleh sejak 2016-2019.
"Penerimaan itu ditemukan saat penggeledahan di ruangan kerja dan di rumah dinas terdakwa," kata Jaksa Asri. (tribunnetwork/ilm)