VIRUS CORONA

Kritik Kebijakan Darurat Sipil, Arteria: Ini Bahaya, Polri Bisa Head to Head dengan Kepala Daerah

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan mengkritisi kebijakan penerapan status darurat sipil oleh pemerintah.

KOMPAS.com/Kristian Erdianto
ILUSTRASI/ Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan mengkritisi kebijakan penerapan status darurat sipil oleh pemerintah. 

JAKARTA, TRIBUNBATAM.id -- Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan mengkritisi kebijakan penerapan status darurat sipil oleh pemerintah.

Menurut Arteria, kebijakan penerapan status darurat sipil oleh pemerintah untuk menangani wabah virus corona akan membenturkan tugas kepala daerah dengan Polri.

Hal ini diungkapkan Arteria Dahlan dalam rapat kerja virtual Komisi III DPR bersama Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Selasa (31/3/2020). 

Arteria mengatakan kebijakan tersebut akan membuat Polri head to head dengan kepentingan kepala daerah. 

Tak hanya itu, Arteria turut mengkritik kebijakan tersebut seharusnya nyata, tegas dan memiliki tujuan. 

Menurutnya, meski darurat kesehatan masyarakat sudah berkali-kali disinggung, namun belum ada langkah tengah terkait kebijakan itu. 

"Kami ingin sampaikan di sini pak, bahwa kedaruratan kesehatan masyarakat walaupun sudah berkali-kali dikatakan, namun kita katakan belum di-declare langsung oleh presiden. Nah kebijakan ini tentunya harus nyata, harus tegas, harus juga bertujuan," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Idham menjelaskan Polri mengedepankan tindakan preventif. 

Jenderal bintang empat tersebut juga mengatakan masyarakat sebenarnya sadar akan imbauan pemerintah dan Korps Bhayangkara sendiri mendahulukan kepentingan masyarakat. 

"Kita masih lebih mengedepankan tindakan yang sifatnya preventif, seperti yang tadi saya katakan bahwa alhamdulillah masyarakat di Indonesia kita ini masih lebih bisa hanya dengan kita mengimbau, bahwa mereka juga sadar kepentingan ini adalah untuk kepentingan bagi masyarakat. Dalam maklumat (Kapolri), kita sudah cantumkan bahwa kepentingan masyarakat adalah hukum tertinggi," kata Idham

Pidato Lengkap Jokowi

Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam menghadapi pandemi virus corona atau covid-19.

Melalui pidato resmi di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Jokowi mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam rangka menangani wabah corona. 

Kebijakan yang diputuskan Presiden Jokowi diantaranya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masyarakat, bukan karantina wilayah.

Selain itu, pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan bagi masyarakat yang terdampak wabah, khususnya kelas ekonomi menengah ke bawah
Presiden Jokowi telah telah menetapkan virus corona ( Covid-19) sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Atas hal itu, presiden memutuskan untuk menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat dalam rangka menangani kondisi tersebut.

Apa saja kebijakan tersebut, simak pidato lengkap Jokowi dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3/2020) sore:

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air,

Saat ini sebanyak 202 negara termasuk Indonesia sedang menghadapi tantangan berat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi Covid-19 bukan hanya membawa masalah kesehatan masyarakat tetapi juga membawa implikasi ekonomi yang sangat luas.

Karena yang kita hadapi saat ini adalah situasi yang memaksa maka saya baru saja menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Perppu ini memberikan fondasi bagi pemerintah, bagi otoritas perbankan, dan bagi otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan.

Pertama, pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp405,1 triliun.

Total anggaran tersebut akan dialokasikan, Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya terutama usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sebangsa dan se-Tanah Air,

Anggaran bidang kesehatan akan diprioritaskan untuk perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD (alat pelindung diri), pembelian alat-alat kesehatan seperti test kit, reagen, ventilator, dan lain-lainnya.

Dan juga untuk upgrade rumah sakit rujukan termasuk Wisma Atlet serta untuk insentif dokter, perawat, dan tenaga rumah sakit. Juga untuk santunan kematian tenaga medis serta penanganan permasalahan kesehatan lainnya.

Kemudian anggaran perlindungan sosial akan diprioritaskan untuk keluarga penerima manfaat PKH (Program Keluarga Harapan) yang naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta keluarga penerima manfaat.

Juga akan dipakai untuk Kartu Sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta penerima.

Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Prakerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun untuk bisa meng-cover sekitar 5,6 juta orang yang terkena PHK (pemutusan hubungan kerja), pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil.

Juga akan dipakai untuk pembebasan bea listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900VA.

Termasuk di dalamnya juga untuk dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok yaitu Rp25 triliun.

Untuk stimulus ekonomi bagi UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dan pelaku usaha, akan diprioritaskan untuk penggratisan PPh (Pajak Penghasilan) 21 untuk para pekerja sektor industri pengolahan, (dengan) penghasilan maksimal Rp200 juta.

Untuk pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor untuk wajib pajak, kemudian impor tujuan ekspor terutama ini untuk industri kecil dan menengah pada 19 sektor tertentu.

Dan juga akan dipakai untuk pengurangan tarif PPh sebesar 25 persen untuk wajib pajak, kemudian impor tujuan ekspor terutama industri kecil-menengah pada sektor tertentu.

Dan juga percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

Dan untuk penurunan tarif PPh badan sebesar 3 persen dari 25 persen menjadi 22 persen serta untuk penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua scheme KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan.

Untuk bidang nonfiskal, dalam menjamin ketersediaan barang yang saat ini dibutuhkan termasuk bahan baku industri, pemerintah melakukan beberapa kebijakan yaitu penyederhanaan larangan terbatas (lartas) ekspor, penyederhanaan larangan terbatas atau lartas impor, serta percepatan layanan proses ekspor-impor melalui National Logistic Ecosystem (NLE).

Bapak-Ibu yang saya hormati,

Pemerintah bersama Bank Indonesia dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung dan menjaga stabilitas pada perekonomian nasional.

Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas Triple Intervention.

Kemudian menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional.

Dan juga memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank kustodian global dan domestik untuk kegiatan investasi.

Kemudian Otoritas Jasa Keuangan juga menerbitkan beberapa kebijakan yaitu keringanan dan/atau penundaan pembayaran kredit atau leasing sampai dengan Rp10 miliar termasuk untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun serta memberikan keringanan dan atau penundaan pembayaran kredit atau leasing tanpa batasan plafon sesuai dengan kemampuan bayar debitur dan disepakati dengan bank atau lembaga leasing.

Perppu ini juga kita terbitkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang diperkirakan mencapai 5,07 persen.

Oleh karena itu, kita membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu tahun 2020, tahun 2021, dan tahun 2022.

Setelah itu, kita akan kembali ke disiplin fiskal, maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

Terakhir, saya mengharapkan dukungan dari DPR RI, Perppu yang baru saja saya tandatangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan dan dalam waktu yang secepat-cepatnya, kami akan menyampaikan kepada DPR RI untuk mendapatkan persetujuan menjadi undang-undang (UU).

Demikian, terima kasih.

Wassalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kebijakan Darurat Sipil Buat Polri Head to Head dengan Kepentingan Kepala Daerah

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved