VIRUS CORONA DI EKUADOR

Paniknya Warga Ekuador Hadapi Wabah Covid-19, Mayat Dibiarkan di Jalan, Buat Peti Mati dari Kardus

Kardus yang digunakan sebagai pengganti peti mati, biasanya digunakan untuk mengemas pisang dan udang oleh pedagang di pasar

Penulis: Mairi Nandarson | Editor: Mairi Nandarson
https://maryknollmagazine.org/
Satu di antara banyak mayat yang meninggal karena virus corona di Ekuador diletakkan di pinggir jalan 

TRIBUNBATAM.id,GUAYAQUIL - Pandemi virus corona memang menyebar di banyak negara di dunia.

Namun, pandemi di Ekuador menunjukkan ketidaksiapan negara dalam menghadapi wabah ini.

Pemandangan di ibukota bisnis di Ekuador , Guayaquil, menunjukkan fakta yang mengerikan.

Peti Mati dari kardus banyak digunakan warga Ekuador karena sulitnya mendapatkan peti mati dari kayu
Peti Mati dari kardus banyak digunakan warga Ekuador karena sulitnya mendapatkan peti mati dari kayu (https://depor.com/)

Ada banyak mayat yang dibiarkan tergeletak di trotoar.

Keluarga membiarkan mayat keluarga mereka yang meninggal tanpa peti mati.

Sejak virus corona merebak, peti mati menjadi langka di Ekuador.

Akibatnya, warga menggunakan kotak kardus untuk menyimpan mayat sebelum dikuburkan.

Kardus yang digunakan sebagai pengganti peti mati, biasanya digunakan untuk mengemas pisang dan udang oleh pedagang di pasar.

Situasi di ibukota bisnis Ekuador, Guayaquil, menunjukkan bagaimana kemampuan pejabat merespon pandemi covid-19.

Kesenjangan sosial yang cukup tinggi, layanan publik yang lemah dan ekonomi yang rapuh membuat kota ini seperti tak berdaya menghadapi pandemi covid-19.

Mayat diletakkan warga diluar rumah karena kesulitan untuk menguburkannya di Ekuador
Mayat diletakkan warga diluar rumah karena kesulitan untuk menguburkannya di Ekuador (scmp.com)

Dikutip dari nytimes.com, negara dengan penduduk 17 juta diperkirakan memiliki tingkat terinfeksi cukup tinggi, begitu juga dengan angka kematiannya.

Namun, pejabat pemerintah masih berusaha menghitung.

"Apa yang kami lihat di Guayaquil adalah apa yang dapat terjadi di sebagian besar kota-kota besar Amerika Selatan."

"Kantong kekayaan kosmopolitan hidup berdampingan dengan kemiskinan yang meluas," kata Alexandra Moncada, yang berada di Ekuador menyalurkan bantuan internasional CARE.

Hingga hari ini Jumat (17/4/2020) WIB, berdasarkan data worldometer jumlah orang yang terinfeksi virus corona di Ekuador 8,225 orang dengan jumlah kematian mencapai 403 orang.

Sejumlah peti mati menumpuk di luar komplek pemakaman, karena banyaknya yang mau dimakamkan pada hari yang sama di Ekuador
Sejumlah peti mati menumpuk di luar komplek pemakaman, karena banyaknya yang mau dimakamkan pada hari yang sama di Ekuador (scmp.com)

Presiden Ekuador, Lenin Moreno, menyadari angka sebenarnya jauh lebih tinggi, tetapi karena keterbatasn alat pengujian membuat banyak orang yang terinfeksi tidak tersentuh.

Sebagian besar kematian terjadi di Guayaquil, kota pelabuhan dinamis dengan tiga juta jiwa di Pasifik, yang menjadi kota metropolitan besar pertama di kawasan ini yang menyaksikan layanan publiknya rusak.

Sejak awal krisis pada akhir Maret, pemerintah telah menemukan 1.350 mayat dari berbagai rumah di Kota Guayaquil.

Kantor Jorge Wated, yang mengepalai satuan tugas yang bertanggung jawab untuk mengambil mayat di kota, menyebutkan sedikitnya membawa 60 mayat setiap hari sejak akhir Maret lalu.

Virus ini merobek komunitas mewah yang terjaga keamanannya dan lingkungan miskin di lereng bukit.

Dalam beberapa hari terakhir, ledakan kematian meningkat, dan ratusan mayat mulai menumpuk di rumah sakit, kamar mayat dan rumah-rumah.

Seorang warga Lourdes Frías mengatakan dia membutuhkan waktu lima hari untuk mendapatkan seseorang yang bisa membantu mengumpulkan tubuh tetangganya yang meninggal setelah mengalami masalah pernapasan.

Saluran telepon darurat milik pemerintah selalu sibuk, pada kesempatan langka ketika sambungan itu diterima, dia hanya mendapatkan informasi bahwa tidak ada orang yang bisa untuk membantu.

Beberapa hari-hari berlalu, sejumlah orang di lingkungan Socio Vivienda di Guayaquil, akhirnya meletakkan mayat-mayat di pinggir.

Akibatnya, polisi harus bekerja keras memindahkan jasad-jasad itu.

“Situasi kita adalah mimpi buruk yang membuat kita tidak bisa bangun,” kata Frías.

Lonjakan kematian di Guayaquil - dan gambar-gambar yang beredar di media sosial tentang mayat yang dibungkus plastik dan dibiarkan di depan pintu - telah mengungkap dampak potensial pandemi terhadap orang miskin di negara-negara berkembang, di mana akses ke perawatan kesehatan dan sumber daya lainnya rusak bahkan di terbaik kali.

Saat virus menyebar, sejumlah keluarga mengatakan orang yang mereka cintai telah lelah mencari perawatan di rumah sakit namun gagal. Ada juga yang kesulitan memakamkan mayat keluarganya karena keterbatasan lahan makam.

Produsen kardus

Banyaknya kematian di Ekuador membuat peti mati sulit di dapat.

Namun, produsen kardus lokal yang biasanya memproduksi untuk kebutuhan produk pertanian akhir membuat untuk peti mati.

Sejumlah keluarga yang kesulitan mendapatkan peti, akhirnya menggunakan peti mati dari kardus.

"Ini adalah sesuatu yang bermanfaat, ini solusi," kata Pedro Huerta, yang menyumbangkan 600 peti mati kardus sehari di Guayaquil.

Penduduk Kota Guayaquil yang sebagian besar bekerja di ekonomi informal, tanpa tunjangan atau keamanan pekerjaan, menghadapi situasi lain saat bahan kebutuhan pokok mulai mahal.

Frías, seorang wanita yang sehari-hari bekerja sebagai pembersih rumah, kehilangan kemampuannya mencari nafkah karena karantina diberlakukan.

Penduduk mengatakan harga kentang, bahan pokok nasional, telah melonjak tinggi di Guayaquil dalam beberapa hari terakhir. Satu dolar biasanya dapat membeli lima pon kentang, sekarang hanya bisa membeli satu pon.

Untuk meringankan masalah ekonomi, pekan lalu pemerintah membayar tunjangan pekerja informal $60 untuk yang tinggal di rumah.

Salah satu pemakamanan di Ekuador yang terlihat penuh
Salah satu pemakamanan di Ekuador yang terlihat penuh (The Chronicle Herald)

Jumlah ini hanya seperempat dari yang biasanya dihasilkan pembantu rumah tangga seperti Ms. Frías dalam sebulan.

“Saya selalu suka memiliki barang-barang saya seperti kacang, dan beras,” katanya. "Sekarang aku hidup atas rahmat Tuhan."

Beberapa infeksi pertama yang dikonfirmasi di Guayaquil ditelusuri berasal dari pelajar, anak orang kaya Ekuador yang sekolah di Spanyol.

Pelajar ini pulang ke keluarga mereka untuk menghindari wabah covid-19 di Eropa.

Infeksi menyebar di pesta pernikahan masyarakat bulan lalu, menurut pihak berwenang setempat.

sumber: new york times
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved