VIRUS CORONA DI CHINA
Dampak Covid-19, Penjualan Mie Instan di China Melonjak, Ini Besar Pendapatannya
Pendapatan besar suskes di raih produsen mie instan di China. Melihat banyak warga China yang menghabiskan waktu karantina di rumah akibat Covid-19.
TRIBUNBATAM.id, BEIJING - Wabah virus Corona atau Covid-19 turut memberikan dampak besar pada penjualan mie instan di China.
Melihat warga China yang menghabiskan waktu karantina di rumah, penjualan mie instan tersebut melonjak.
Hal ini dirasakan langsung oleh produsen mie instan Nissin Foods.
Pihaknya melaporkan pertumbuhan pendapatan sebesar dua digit di China daratan dan Hong Kong.
Melonjaknya pendapatan Nissin Foods didorong karantina yang dilakukan warga di rumah akibat virus Corona.
Sehingga, warga menyimpan makanan yang murah dan nyaman disantap.
• Lewat Hacker, Amerika Serikat Tuding China Mencoba Untuk Curi Penelitian Vaksin Covid-19
Dilansir dari South China Morning Post, Selasa (12/5/2020), unit bisnis Nissin Foods di Hong Kong melaporkan pendapatan tumbuh 11,1 persen menjadi 358,4 juta dollar Hong Kong atau setara sekira Rp 688,8 miliar (kurs Rp 1.921 per dollar Hong Kong) pada kuartal I 2020.
Ini terjadi lantaran warga menyerbu pasar swalayan untuk membeli mie instan selama masa karantina virus Corona.
Hal ini diungkapkan Nissin kepada bursa efek pada awal pekan ini.
Sementara itu, pendapatan di China daratan tumbuh 10,3 persen menjadi 526,2 juta dollar Hong Kong atau setara sekira Rp 1 triliun. Ini didongkrak melonjaknya penjualan produk mie di dalam gelas.
Adapun laba kotor Nissin Foods yang melantai di bursa Hong Kong tumbuh 7,9 persen menjadi 284,2 juta dollar Hong Kong atau setara sekira Rp 546,6 miliar pada kuartal I 2020 dibanding periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, pemegang saham pengendali, yakni Nissin Foods Holdings atau Nissin Japan melaporkan laba operasional melesat 26,6 persen.
Adapun pendapatan naik 3,9 persen, ditopang naiknya volume penjualan di China daratan dan Hong Kong.
"Karena adanya virus Corona, kebijakan tinggal di rumah selama periode ini membuat permintaan mie instan premium meningkat," kata pihak Nissin Foods dalam laporannya.
Nissin Foods menyatakan, selama kondisi tersebut, penjualan secara tahunan meningkat berkat kuatnya volume penjualan mie instan dalam gelas di China daratan dan mie instan kemasan biasa di Hong Kong, khususnya merek Cup Noodles dan Demae Iccho.
Di Hong Kong, pangsa pasar mie instan Nissin mencapai 60 persen. Menurut Sinolink Securities, Nissin adalah merek mie instan terpopuler ketiga di beberapa provinsi di China bagian selatan.
Nissin pertama kali masuk ke pasar China daratan pada awal era 1990-an dan telah berekspansi di kawasan itu dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu, Nissin berinvestasi pada perusahaan pengemasan di kota Zhuhai.
Dalam beberapa tahun terakhir, segmen makanan instan sedikit merosot dalam beberapa tahun terakhir.
Ini lantaran konsumen semakin memilih layanan pesan antar makanan dan makanan sehat.
"Sejak tahun 2017, industri mie instan membaik karena promosi dan subsidi operator pesan antar makanan telah menurun," tulis Sinolink Securities dalam laporannya.
Namun demikian, sejumlah analis memandang pertumbuhan penjualan mie instan selama masa pandemi virus Corona bisa hanya sementara.
Kurangnya inovasi dan kemampuan untuk beradaptasi pada kebutuhan konsumen yang cepat berubah dapat memberatkan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Setelah Wabah Berakhir, China Akhirnya Izinkan WHO Selidiki Penanganan Covid-19
China akhirnya mengumumkan akan mendukung peninjauan terhadap penanganan virus Corona atau Covid-19 yang dipimpin WHO.
Namun, China mendukung peninjauan penanganan global ini hanya setelah pandemi ini berakhir.
Hal ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying pada Jumat (8/5/2020).
Di tengah tekanan yang menerpa Negeri "Panda" dari seluruh dunia, untuk mengizinkan penyelidikan internasional tentang asal virus Corona.
Dalam konferensi pers Hua mengatakan, peninjauan harus dilakukan secara "terbuka, transparan, dan inklusif" di bawah kepemimpinan kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Ia melanjutkan, penyelidikan itu harus pada "waktu yang tepat setelah pandemi berakhir," sebagaimana dikutip dari AFP Jumat (8/5/2020).
Akan tetapi Hua tidak mengatakan peninjauan itu harus menyelidiki asal Covid-19, meski ada seruan yang diprakarsai AS dan Australia untuk penyelidikan internasional tentang masalah ini.
Hal itu pula yang memperkeruh suasana antara hubungan Washington dengan Beijing belakangan ini.
Sebagai gantinya, peninjauan ini harus "merangkum pengalaman dan kekurangan tanggapan internasional terhadap pandemi, memperkuat kinerja WHO, meningkatkan kapabilitas kesehatan negara, dan memberikan saran untuk meningkatkan kesiapan global terhadap penyakit menular parah," terang Hua.
Perempuan tersebut lalu menambahkan, China akan bekerja sama dengan WHO untuk melacak asal virus Corona, tetapi menolak AS melakukan penyelidikan karena menuduhnya "mempolitisasi masalah".
Hua menekankan setiap penyelidikan harus didasarkan pada Peraturan Kesehatan Internasional, dan disahkan oleh Majelis Kesehatan Dunia atau Komite Eksekutif, yang merupakan badan ganda pengatur WHO.
Ahli epidemiologi WHO Dr Maria van Kerkhove pada Rabu (6/5/2020) berujar, badan itu sedang dalam pembicaraan dengan China untuk menyelidiki hewan sumber virus tersebut.
Presiden AS Donald Trump dan Menlu AS Mike Pompeo mengkritik keras dugaan kurangnya transparansi China.
Mereka juga berulang kali mengapungkan teori bahwa virus itu muncul dari Institut Virologi Wuhan.
Klaim itu kemudian menjadi titik pertikaian utama antara China dan AS, dengan Beijing menuduh politisi AS dari Partai Republik itu melimpahkan kesalahan sebagai strategi kampanye pilpres.
AFP mengabarkan, sebagian besar ilmuwan percaya virus itu berasal dari hewan sebelum menular ke manusia.
Sejumlah negara termasuk Perancis, Jerman, dan Inggris juga mendesak transparansi yang lebih dari Cina atas penanganan virusnya.
China membantah keras tuduhan bahwa pihaknya menyembunyikan informasi terkait awal wabah virus Corona, sembari bersikeras mereka selalu berbagi informasi dengan WHO dan negara-negara lain secara berkala.
Libur Panjang di Tengah Wabah Covid-19, 85 Juta Wisatawan China Tercatat Lakukan Perjalanan
Di tengah wabah virus Corona atau Covid-19 yang merebak hampir di seluruh dunia, China justru mencatat warganya sibuk melakukan perjalanan domestik.
Dalam tiga hari pertama dari lima hari libur May Day, hampir 85 juta wisatawan domestik tercatat berplesiran di China.
Hari libur ini dimulai pada 1 Mei 2020 lalu.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China pada Minggu (3/5/2020), melansir China Global Television Network (CGTN), Senin (4/5/2020), menuturkan, jumlah tersebut menghasilkan total 4,97 miliar dolar AS atau Rp 75 triliun dalam pendapatan pariwisata.
Pada Minggu saja, wisatawan domestik China melakukan 30,94 juta perjalanan di seluruh negeri.
Lebih kurang setara dengan perjalanan yang dilakukan di hari kedua.
Sebelumnya, Kementerian Transportasi memperkirakan rata-rata 23,36 juta perjalanan penumpang dilakukan setiap hari dalam periode tersebut.
Perkiraan tersebut naik dari 19,9 juta sehari selama Festival Qingming pada April.
Festival Qingming merupakan hari di mana etnis Tionghoa yang menganut ajaran Kong Hu Cu bersembahyang dan ziarah kubur.
Kendati demikian, perkiraan tersebut lebih kurang 34,8 persen dari jumlah selama libur May Day pada tahun 2019.
Menurut Beijing Gardening and Greening Bureau, sebanyak 1.030 taman di Beijing menyambut 1,67 juta pengunjung pada dua hari pertama libur May Day.
Mereka memperkirakan adanya arus wisatawan yang besar, termasuk Taman Jingshan dan Istana Musim Panas (Yihe Yuan), dan mengharuskan seluruh wisatawan untuk melakukan pemesanan secara online sebelum kunjungan sebagai langkah pencegahan.
Sementara itu, tiket masuk ke Taman Jingshan telah habis terjual untuk sepanjang minggu liburan pada pukul 01:00 waktu setempat pada 2 Mei 2020.
Taman Jingshan merupakan sebuah taman lanskap kerajaan yang indah yang menghadap gerbang utara ke Kota Terlarang atau Forbidden City, istana kekaisaran selama periode Dinasti Ming dan Dinasti Qing.
(*)
• China Mati-matian Pertahankan Laut China Selatan, Ternyata Simpan Harta yang Menggiurkan
• China Meradang dan Gertak Selandia Baru, Tak Usah Ikut-ikutan Dukung Taiwan di WHO
• China Hampir Pulih dari Corona, Roberto Donadoni Sebut Liga Super China Siap Bergulir
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Warga Karantina di Rumah, Pendapatan Produsen Mie Instan Melonjak di China".