Cara Menghitung Pemotongan Gaji Karyawan untuk Tapera, Cair Setelah Pensiun
Cara menghitung besaran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang perlu diketahui agar tidak kaget bila gaji yang diterima tiap bulannya berkurang.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Cara menghitung besaran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang perlu diketahui agar tidak kaget bila gaji yang diterima tiap bulannya berkurang.
Gaji karyawan setiap bulan akan dipangkas untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menyusul Presiden Jokowi mengeluarkan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera.
Sebelum Tapera, gaji karyawan telah dipangkas untuk beragam iuran, seperti BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan pensiun. Selain itu tentu saja ada PPh 21.
Adapun besaran pembayaran akan tergantung dari besaran gaji.
Semakin besar gaji, semakin besar pula pemangkasan iuran-iuran tersebut.
Berikut ini simulasi perhitungannya bagi pekerja penerima upah (PPU) Rp 5 juta/bulan dengan status lajang alias belum menikah dan atau tidak punya anak.
Tapera
Untuk iuran Tapera, gaji karyawan akan terpotong sebesar 2,5 persen dari total pemotongan 3 persen.
Adapun 0,5 persen sisanya akan ditanggung oleh pemberi kerja.
Jika seseorang bergaji Rp 5 juta per bulan, maka gaji tersebut akan terpotong Rp 125.000 per bulan untuk iuran Tapera.
Pada tahap awal, yang berlaku pada Januari 2021 pemungutan hanya berlaku untuk ASN.
Kemudian, Tapera diharapkan telah menjangkau 6,7 juta peserta dari ASN, TNI/Polri, BUMN, dan BUMD. Sementara karyawan swasta atau formal diberi waktu selambat-lambatnya 7 tahun sejak Badan Pengelola (BP) Tapera beroperasi.
BPJS Kesehatan
Selanjutnya, gaji akan dipotong untuk iuran BPJS Kesehatan karena kepesertaan BPJS sifatnya wajib.
Dasar pemungutan iuran karyawan swasta untuk kepesertaan BPJS Kesehatan diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Iuran yang ditetapkan untuk asuransi kesehatan ini adalah sebesar 5 persen, dengan rincian 4 persen dibayar perusahaan dan 1 persen ditanggung karyawan.
Jika karyawan bergaji Rp 5 juta, maka untuk iuran BPJS Kesehatan nominal yang dipangkas adalah Rp 50.000.
Iuran tersebut mencakup untuk 5 orang anggota keluarga, yakni karyawan (suami), istri, dan 3 anak. Iuran akan ditambahkan 1 persen per orang jika ada penambahan anggota keluarga.
Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua merupakan iuran yang diperuntukkan sebagai simpanan saat hari tua yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Besaran iuran JHT yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar 5,7 persen. Sebesar 2 persen ditanggung karyawan dari pemotongan gaji, sisanyan sebesar 3,7 persen dibayarkan perusahaan pemberi kerja.
Artinya bila karyawan bergaji Rp 5 juta, maka iuran yang ditanggung pemberi kerja adalah Rp 185.000 dan iuran yang ditanggung pekerja adalah Rp 100.000.
Jaminan Pensiun
Sebagaimana JHT, Jaminan Pensiun juga dipungut dan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Besaran iurannya ditetapkan sebesar 3 persen. Rinciannya 1 persen dipotong dari gaji karyawan dan sisanya ditanggung pemberi kerja sebesar 2 persen.
Bila karyawan bergaji Rp 5 juta, maka iuran jaminan pensiun yang dibayar perusahaan adalah Rp 100.000 dan yang ditanggung karyawan Rp 50.000.
Berdasarkan simulasi di atas, maka setiap bulan karyawan bergaji Rp 5 juta akan dipotong Rp 325.000. Rinciannya:
Iuran Tapera Rp 125.000
Iuran BPJS Kesehatan Rp 50.000
Iuran JHT Rp 100.000
Iuran Jaminan Pensiun Rp 50.000
Jumlah tersebut tentu belum termasuk PPh 21 ataupun potongan lainnya semisal pinjaman koperasi yang dipunyai karyawan.
PPh 21
Selain pemotongan gaji bulanan, ada pemotongan lain yang ditetapkan pemerintah yakni pajak PPh 21. Pajak ini dipotong dari gaji karyawan yang dihitung dari pendapatan selama 1 tahun.
Berdasarkan aturan terbaru, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ditetapkan sebesar 54 juta setahun atau 4,5 juta sebulan. Namun bila karyawan bergaji Rp 5 juta, praktik dikenakan pajak PPh 21 karena penghasilan 1 tahun melebihi Rp 54 juta, yakni Rp 60 juta.
Namun biasanya, iuran pajak ini telah otomatis dipotong perusahaan saat karyawan menerima gaji bulanan. Saat pelaporan, karyawan hanya perlu membawa bukti potong pajak dari perusahaan.
Cair Setelah Pensiun
Pemerintah lewat Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), akan memungut iuran sebesar 3 persen dari total gaji para pekerja di Indonesia yang berasal dari ASN, TNI dan Polri, BUMN, BUMD, serta karyawan swasta.
Untuk iuran Tapera sebesar 3 persen tersebut, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja ( potong gaji karyawan). Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.
Pada tahap awal, target peserta Tapera adalah PNS, kemudian TNI dan Polri.
Kemudian, Tapera diharapkan telah menjangkau 6,7 juta peserta dari ASN, TNI/Polri, BUMN, dan BUMD.
Sementara karyawan swasta atau formal diberi waktu selambat-lambatnya 7 tahun sejak BP Tapera beroperasi.
Dilansir dari Antara, Jumat (5/6/2020), BP Tapera menjamin bahwa dana peserta yang telah memiliki rumah akan dikembalikan setelah pensiun dari tempat kerjanya.
"Peserta yang sudah memiliki rumah, dananya akan dikembalikan," ujar Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Tapera Eko Ariantoro.
BP Tapera menyampaikan bahwa pada akhir masa kepesertaan, setiap peserta dapat mengambil simpanan berikut hasil pemupukannya.
Selain itu, Eko juga menambahkan bahwa terdapat dua azas BP Tapera beroperasi yakni azas gotong royong dan azas manfaat.
"Ada dua azas yang utama kenapa BP Tapera beroperasi yakni yang pertama adalah azas gotong royong dan azas kedua adalah azas manfaat, ini dua hal yang sangat penting," katanya.
Dia mengatakan bahwa kalau masyarakat tidak saling bergotong royong, maka tujuan Tapera untuk menyediakan dana murah jangka panjang tidak akan tercapai.
Definisi gotong royong dijelaskan dalam undang-undang yakni bekerjasama dan saling tolong menolong. Yang sudah memiliki rumah membantu mereka yang belum memiliki rumah.
"Melalui azas gotong royong, semua peserta Tapera akan mendapatkan manfaat," kata Eko.
Hadirnya Tapera melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 merupakan upaya pemerintah untuk melengkapi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Sebelumnya hanya untuk PNS
BP Tapera sendiri sebenarnya bukan lembaga baru. Institusi ini sebelumnya bernama Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS).
Dengan nomenkelatur baru, BP Tapera kini tak hanya menjadi pemungut iuran bagi PNS, namun bakal mengelola dana dari iuran pekerja yang berasal dari BUMN, BUMD, TNI dan Polri, perusahaan swasta, dan peserta mandiri.
Sebelum menjadi BP Tapera, Bapertarum-PNS memiliki sekitar 6,7 juta orang peserta, baik PNS aktif maupun yang telah pensiun, dengan dana kelolaan Rp 12 triliun.
Saat masih bernama Bapertarum, lembaga ini mengumpulkan uang dari PNS dengan memotong gaji setiap bulan sehingga uang di Bapertarum PNS pada dasarnya adalah uang PNS dan harus dikembalikan kepada mereka.
Kepesertaan di BP Tapera akan berakhir jika pekerja sudah pensiun yakni usia 58 tahun. Nantinya setelah pensiun, peserta bisa mendapatkan dana simpanannya beserta hasil dari dana pengembangan yang ditempatkan di deposito bank, surat utang pemerintah, dan investasi lainnya.
Komite Tapera beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menteri Ketenagakerjaan, dan anggota independen. Komite itu diketuai Menteri PUPR.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Ini Simulasi Hitungan Pemotongan Gaji Karyawan Setelah Ada Iuran Tapera