Akibat Perang Dagang, Peringkat Daya Saing Amerika Serikat dan China Merosot, Singapura Naik

Konflik yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China membawa berbagai dampak untuk keduanya. Termasuk peringkat daya saing yang terus merosot.

CARLOS/REUTERS
Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Akibat perang dagang, peringkat daya saing Amerika Serikat dan China menurun. 

TRIBUNBATAM.id, BEIJING - Konflik yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China membawa berbagai dampak untuk keduanya.

Salah satunya untuk urusan ekonomi yang diketahui membuat Amerika Serikat dan China kurang kompetitif.

Tentunya sebagai akibat dari perang dagang dari kedua negara tersebut.

Hingga saat ini pun belum tampak adanya resolusi jangka pendek di antara kedua negara.

Dilansir dari BBC, Kamis (18/6/2020), baik China dan AS mengalami penurunan peringkat daya saing dalam daftar World Competitiveness Rankings untuk tahun ini.

Adapun beberapa negara, termasuk Singapura, Denmark, dan Swiss mengalami kenaikan daya saing.

Antisipasi Konflik China vs India yang Kini Makin Memanas, TNI AL Siagakan Kapal Perang

Survei yang dilakukan Institute for Management Development (IMD) menyatakan, penanganan pandemi virus corona yang dilakukan ketiga negara membantu memperkuat posisi daya saing mereka.

Peringkat daya saing AS merosot 7 peringkat ke peringkat 10.

Sementara itu, peringkat daya saing China anjlok 6 poin menjadi peringkat 20.

Kedua negara raksasa ekonomi tersebut terlibat dalam perang dagang sejak tahun 2018, termasuk perang tarif impor atas banyak negara.

Perang dagang telah meningkatkan ketidakpastian untuk aktivitas bisnis, faktor yang memberatkan daya saing kedua negara.

"Perang dagang telah menghancurkan ekonomi AS dan China, membalik lajut pertumbuhan positif kedua negara," ujar IMD dalam laporannya.

Singapura menjadi negara berdaya saing tertinggi di dunia untuk dua tahun berturut-turut, diikuti oleh Denmark dan Swiss. Adapun Belanda dan Hong Kong masing-masing berada pada peringkat empat dan lima.

Pemeringkatan IMD disusun dengan melakukan asesmen terhadap 63 negara atas ratusan faktor, termasuk serapan tenaga kerja, biaya hidup, dan belanja pemerintah.

IMD juga menyertakan survei eksekutif terkait topik-topik seperti stabilitas politik dan perlindungan hak kekayaan intelektual.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved