TRIBUN WIKI

Mengenal Tidur Inersia, Membuat Penderitanya Belum Sepenuhnya Untuk Terbangun Dari Tidur

Tidur inersia merupakan gangguan kognitif dan kinerja motorik yang membuat kita merasa belum sepenuhnya siap untuk terbangun dari tidur.

Editor: Eko Setiawan
Chart Attack
Ilustrasi tidur 

TRIBUNBATAM.id - Adanya pandemi virus corona membuat kehidupan normal berubah.

Banyak aktivitas sehari-hari yang harus dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan teknologi komunikasi.

Pandemi ini juga membuat kita mau tidak mau harus berdiam diri di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini.

Pola tidur kita pun juga turut mengalami perubahan.

Alhasil, banyak dari kita yang merasa tetap lelah dan mengalami tidur inersia atau sleep inertia.

Tidur inersia merupakan gangguan kognitif dan kinerja motorik yang membuat kita merasa belum sepenuhnya siap untuk terbangun dari tidur.

Akibatnya, kita merasa lelah, disorientasi, sulit berpikir jernih dan canggung untuk sementara waktu setelah bangun tidur.

Namun, beberapa orang bisa mengalami tidur inersia dalam waktu yang lama.

Penyebab

Melansir Independent, Matthew Walker, profesor ilmu saraf dan psikologi dari University of California, mengatakan bahwa ada banyak hal yang membuat seseorang mengalami tidur inersia.

Penyebabnya antara lain sebagai berikut:

- kurang tidur

- tidur larut malam

- tidur tidak nyenyak

- sleep apnea.

Selain itu, kurangnya paparan matahari juga bisa meningkatkan risiko tidur inersia.

Dengan adanya himbauan untuk tetap berada di rumah selama masa pandemi ini, banyak orang yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari.

Menurut pakar pengobatan tidur dari University of Oxford, Professor Colin Espie, kurangnya paparan sinar matahari akan membuat orang merasa lesu dan kurang waspada.

Ketika mendekati periode tidur, hormon melatonin meningkat.

Hormon ini akan berkurang saat waktu opagi hari dan akan menjai tidak aktif karena cahaya matahari.

Itu sebabnya, banyak orang masih merasa lelah dan mengantuk meski telah tidur malam dengan cukup.

Menurut Espie, cahaya dalam ruangan saja tidak cukup untuk menonaktifkan hormon melatonin.

Selain itu, kecemasan juga bisa mempengaruhi kualitas tidur yang membuat seseorang berisiko mengalami tidur inersia.

Situasi pandemi saat ini membuat banyak orang mengalami kecemasan dan stres berat yang mempengaruhi kualitas tidur.

Kecemasan ini akan membuat orang tidak bisa tidur nyenyak sehingga mengalami tidur inersia di pagi hari.

Apalagi, berada di rumah sepanjang waktu membuat banyak orang tak lagi melakukan rutinitas biasa yang membantu mereka bangun dan merasa siap untuk memulai hari.

Tidur inersia yang dialami banyak orang bisa terjadi karena orang-orang tak lagi melakukan rutinitas seperti biasanya.

Lalu bagaimana mengatasinya?

Jika tidur inersia telah menganggu fungsi sehari-hari kita, sebaiknya kita segera berkonsultasi dengan dokter.

Namun, tidur inersia ini juga bisa diatasi dengan perubahan gaya hidup seperti mengurangi konsumsi alkohol dan menghindari konsumsi kafein berlebihan.

Tidur inersia juga bisa kita cegah dengan langkah-langkah berikut ini:

- terapkan rutinitas tidur teratur agar kita merasa rileks.

Kita bisa mendengarkan musik lembut atau membaca buku menjelang waktu tidur.

- tetap pada jadwal tidur yang teratur.

Dengan kata lain, rencanakan tidur di waktu yang sama setiap malam dan bangun di waktu yang sama setiap pagi.

- hindari penggunaan gadget atau elektronik 30 menit sebelum tidur.

- jaga agar kamar tidur terasa sejuk dan atur cahaya kamar agar tidur lebih nyenyak.

- hindari konsumsi kafein dan alkohol menjelang waktu tidur.

- hindari makan dalam porsi besar menjelang waktu tidur.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pandemi Covid-19 Tingkatkan Risiko Tidur Inersia, Begini Baiknya". 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved