Fadli Zon Tagih Janji Erick Thohir, Singgung Banyak Tentara, Polisi hingga Hakim Jadi Komisaris BUMN
Jadi dengan banyaknya peraturan yang telah diterabas tadi, Fadli Zon mengaku pesimis Menteri BUMN saat ini sedang berusaha membersihkan dan mengembali
Pertama, Menteri BUMN membuat preseden buruk dengan mengangkat tokoh partai politik sebagai komisaris BUMN.
Seburuk-buruknya pengelolaan BUMN di masa lalu, keputusan ini katanya belum pernah terjadi sebelumnya.
Pengangkatan tokoh parpol sebagai komisaris perusahaan negara jelas bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, terutama Pasal 33 huruf (b) jo Pasal 45 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2005 yang melarang anggota komisaris BUMN merangkap jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Penunjukkan itu juga melanggar Peraturan Menteri BUMN Nomor Per-02/Mbu/02/2015 yang menyatakan komisaris BUMN bukanlah pengurus partai politik.
Namun, sejak dilantik jadi menteri pada Oktober 2019, hingga saat ini Menteri Erick Thohir setidaknya telah mengangkat 9 orang tokoh parpol sebagai komisaris BUMN, mulai dari Pertamina, Bank Mandiri, BRI, Pelindo I, Hutama Karya, Telkom, hingga PLN.
"Ada sejumlah parpol yang sejauh ini mendapat jatah kursi komisaris BUMN. Ini adalah preseden buruk dalam pengelolaan BUMN," jelasnya.
Kedua, Menteri BUMN juga telah mengabaikan azas kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif TNI, Polri, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan, Kehakiman, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai komisaris BUMN.
Penunjukkan semacam ini menurut saya telah mengacaukan sistem, baik sistem meritokrasi di dalam perusahaan negara, maupun mengacaukan sistem tata negara modern yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan.
Menurut data Ombudsman RI, saat ini ada 27 orang komisaris BUMN yang berasal dari TNI aktif, 13 orang dari Polri, 12 orang dari Kejaksaan, 10 orang dari BIN, dan 6 orang dari BPK.
"Apa relevansinya tentara, polisi, jaksa, dan hakim yang masih aktif berdinas dijadikan komisaris BUMN?," jelas Fadli Zon.
Lagi pula, penunjukkan semacam itu juga melanggar Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 47 ayat (1) dengan jelas yang menyatakan bahwa tentara hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Sedangkan, menurut temuan Ombudsman, mayoritas TNI yang menjabat komisaris BUMN status kedinasannya masih aktif.
Hal serupa juga berlaku bagi anggota polisi, sebagaimana diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Menariknya, hampir semua aparat penegak hukum tadi dijadikan komisaris di perusahaan-perusahaan migas dan tambang, seperti Pertamina, Bukit Asam, atau Aneka Tambang," jelas Fadli Zon.
Ketiga, terjadinya rangkap jabatan komisaris BUMN secara massif dan kolosal.